Bab 8. GGPPM

1557 Words
Hari ini Turnamen game dilakukan di Gedung olahraga Surabaya. Perlengkapan gaming sudah ditata rapi siap dipakai. Dengan menaiki mobil yang disediakan club, kini rombongan Yanan sampai di tempat yang ditentukan. Kaos yang mereka gunakan bertuliskan Cruash Club dengan simbol khas grub mereka. Turnamen kali ini sangat ramai dipenuhi oleh para club penggemar yang menyambut tim idola mereka seraya membawa atribut yang membuat suasana semakin meriah.  Spanduk bertuliskan Cruash Club, GSP dan bertuliskan nama club lainnya pun bertebaran di mana-mana. Di antara para penggemar, ada perempuan yang ikut berdesak-desakan untuk masuk di gedung olahraga itu. Kepala Shena terasa pusing tatkala melihat banyaknya lautan manusia yang umurnya masih sangat muda, bahkan ada yang masih belia dengan heboh meneriaki nama Yanan dan nama Duta yang Shena pun tidak tahu yang mana bernama Duta.  “Sudah kayak menyambut artis saja,” batin Shena menatap para penggemar yang didominasi oleh perempuan. Shena tidak pernah tahu kalau club penggemar game bisa segini banyaknya. Bahkan club penggemar Shena tidak ada apa-apanya dibandingkan ini.  “Akh akhirnya,” ucap Shena saat sudah sampai di depan karpet merah yang sengaja digelar di depan pintu masuk. Di pinggir kanan kiri karpet merah itu dijaga oleh keamanan untuk menahan para penggemar yang berdesak-desakan.  “Pak, ini kapan boleh masuknya?” tanya Shena yang sangat penasaran. Penggemar sudah banyak, tapi tidak diperkenankan masuk.  “Tunggu para player keluar dari mobilnya,” jawab keamanan itu. Shena benar-benar tidak habis pikir dengan runtutan acara yang seperti ini. Shena sudah merasa kepanasan karena berdiri di bawah terik matahari.  Hingga satu rombongan berbaju merah terang menyala berjalan melewati karpet merah. Sontak teriakan nyaring dari para penggemar pun terdengar. “Semangat GSP … Semangat Duta … Semangat Duta ….” Itulah kira-kira yang Shena dengar dengan nyaring. Shena menatap intens ke arah pria yang paling depan berjalan. Pria dengan tubuh tinggi tegap dengan hidung yang lumayan mancung menarik perhatian Shena.  “Duta!” teriak seorang wanita tepat di telinga Shena. Shena memejamkan matanya, rasanya ia ingin menghantam perempuan yang sangat tidak sopan itu. Namun ia menahan tangannya karena sadar kalau ia melakukannya, ia akan mati dikeroyok banyaknya orang. “Gila, menyambut player saja sudah seperti menyambut raja,” ucap batin Shena.  GSP Club sudah masuk di gedung olahraga, kini giliran tim berbaju hitam dengan tulisan CC di bagian dadaa. Tadi Shena sudah merasa telinganya nyaris tuli saat player dari GSP lewat. Kini ia merasakan tuli yang sesungguhnya saat Cruash club yang datang. Sorakan yang memanggil nama Yanan pun sangat heboh dan memekakkan telinga. Shena menatap sepuluh orang yang kini berjalan melewati karpet merah. Shena mengerutkan alisnya, setahunya di CC ada sebelas anggota, tapi kini yang datang hanya sepuluh.  “Yanan … Yanan hadap sini!” teriak para penggemar sembari melambaikan tangannya.  Di pikiran Shena, mereka hanya anak-anak alay yang kurang kerjaan sampai mengidolakan Yanan dengan hebohnya.  Vero dan Varel yang memang paling narsis diantara yang lainnya pun melambaikan tangannya pada para perempuan di sana. Bahkan Vero melakukan kiss bay yang membuat mereka lebih heboh dalam berteriak.  “Hiss jijik,” tegru Maxim menjitak kepala Vero dan Varel.  “Bisa gak sih sewajarnya saja?” tanya Maxim lagi.  “Sekali-kali narsis apa salahnya sih,” ucap Vero menatap Maxim dengan kesal.  Mata Yanan bersih tubruk dengan Shena. Pria itu mengusung senyum tipis kepada Shena. Shena pun ikut tersenyum tipis. Tidak menunggu waktu lama, Shena sudah menjadi bahan tatapan penggemar lainnya. Semua sorot mata menatap ke arah Shena yang membuat Shena kikuk.  “Kenapa Yanan tersenyum ke arahmu?” tanya seseorang di samping Shena. Shena menggelengkan kepalanya.  Hingga langkah kaki Yanan terus berjalan dan berhenti di depan Shena. Yanan mengeluarkan sesuatu dari saku jaket yang dia pakai. Yanan mendekati Shena, pria itu memasangkan masker hitam pada perempuan itu yang membuat anggota CC membulatkan matanya dan terdiam di sana. Begitu pun dengan para penggemar yang kini terdiam seketika. Waktu seolah berhenti bergerak. Shena menatap Yanan yang juga menatapnya setelah memasangkan masker hitam padanya.  “Ayo masuk!” ajak Yanan menggenggam tangan Shena. Yanan meminta keamanan untuk memberikan Shena jalan yang langsung dituruti.  Yanan menggenggam erat tangan Shena dan mengajaknya untuk masuk ke gedung. Seolah sihir telah hilang, para penggemar pun berteriak dengan nyaring menyoraki Yanan yang untuk pertama kalinya mengajak penggemar masuk dengan exclusive bersamanya.  Selama menjadi seorang player, hanya kali ini Yanan terang-terangan menunjukkan kedekatannya pada seorang perempuan. Sedangkan para anggota Yanan pun juga segera masuk dan menyudahi acara tebar pesona.  Mata mereka pun menatap punggung Yanan dan seorang wanita yang digandeng pria itu. Di turnamen kali ini sungguh mereka mendapatkan kejutan besar dari bosnya akan kedekatannya bersama seorang wanita.  “Yanan, aku bisa jalan sendiri,” ucap Shena mencoba melepaskan tangan Yanan. Namun Yanan tidak melepaskan tangan Shena, pria itu mengajak Shena ke tempat yang disediakan.  “Duduk!” titah Yanan. Shena pun duduk, sedangkan Yanan segera mengambil duduk di samping Shena.  Shena menatap sekelilingnya, di hadapannya ada orang-orang dari GSP yang tengah duduk menghadapnya.  “Mereka dari GSP club. Orang yang sering nantang Cruash Club,” bisik Yanan pada Shena.  “Hah, sebenarnya aku gak mau tahu,” jawab Shena. Shena merasa tidak nyaman saat banyak pasang mata yang menatapnya. Apalagi saat club penggemar satu persatu masuk dan duduk di kursi yang sudah disiapkan. Di tengah-tengah gedung ada tempat game yang akan digunakan bertarung para player.  Vero, Varel, Lionel, Maxim dan lainnya ikut duduk di samping Shena, ada juga yang duduk di belakang Shena.  “Ini semua tim kamu?” tanya Shena pelan.  “Iya, jangan dengarkan ucapan mereka. Dari mereka tidak ada yang waras,” kata Yanan melirik Vero yang kini menatap Shena dengan terkagum-kagum.  Shena yang merasa ditatap Vero pun turut menatap laki-laki yang ia tebak usianya di bawahnya.  “Kenapa lihat aku begitu?” tanya Shena.  “Eh eh … tidak. Aku tidak ada maksud jahat, hanya saja kagum melihat Mbaknya,” jawab Vero.  “Kenalin, Mbak. Aku Vero, berondong yang paling ganteng. Mbak suka brondong apa om-om?” tanya Vero yang membuka suara lagi.  “Pasti mbaknya suka berondong, ya? Bisa ditebak dari matanya,” timpal Varel.  “Vero, Varel, duduk anteng!” titah Yanan pada kedua bocah itu. Vero dan Varel pun duduk menghadap ke depan.  “Aku sudah bilang mereka tidak ada yang waras,” bisik Yanan.  “Sudahlah, meski tidak waras kamu mau berteman dengan mereka,” jawab Shena.  “Betul. Kapten jangan suka menjelek-jelekkan tim sendiri. Kalau kami tidak waras, mana mungkin setiap pertandingan menang,” ucap vero yang mendengar bisik-bisik Yanan dan Shena.  Yanan memalingkan wajahnya, pria itu cukup sebal mendengar ocehan duo brondong itu. Yanan menatap grub player di depannya yang sering kali menantangnya. Yanan sudah meminta untuk tim pelaksana kalau tempat duduknya jangan yang berhadapan atau berdekatan dengan GSP, tapi selalu saja ia berhadapan dengan grub yang diketuai oleh Duta itu. Padahal yang datang tidak hanya dua grub, melainkan ada enam grub player yang hari ini akan turnamen game.  “Aku deg-deg-an banget gak ada Darken di sini,” ucap Daren mengusap d**a-nya naik turun.  “Sayang banget, permainan Darken selalu bagus. Dia juga yang selalu ikut andil besar membuat tim kita menang,” timpal Lionel.  “Sudah jangan bahas yang tidak ada. Kita harus membuktikan kemampuan kita yang sesungguhnya,” ucap Maxim menengahi.  “Ini kali pertamanya Darken gak ada. Aku tidak percaya diri dengan kemampuanku sendiri,” jawab Lionel.  “Siapa Darken, dan kemana dia?” tanya Shena yang sangat penasaran.  “Dia tim CC, tapi baru beberapa hari mengundurkan diri,” jawab Maxim. Yanan mengurut keningnya yang terasa pusing, pria itu pun sama, kehilangan Darken dan sedikit tidak percaya diri dengan kemampuannya. Meski mereka sudah berkali-kali memenangkan pertandingan, tapi ini kali pertamanya kekurangan personil.  “Em, bukannya ini hanya Turnamen? Menang kalah biasa, yang penting coba saja dulu,” ucap Shena.  “Kita gak pernah kalah, Mbak. Kalau kita kalah, kita bakal malu sama Duta. Dia yang sering menantang kami,” ucap Vero.  “Menang kalah itu biasa. Menang bukan berarti pemenang sesungguhnya, kalah bukan berarti pengecut. Aku memang gak tahu bagaimana rasa tegangnya saat akan pertandingan, tapi kalau kalian tenang pasti kalian bisa,” ucap Shena menatap seluruh anggota Cruash Club.  “Kapten, di mana Kapten menemukan cewek seperti mbak ini?” tanya mereka dengan kompak pada Yanan. Shena dan Yanan membulatkan matanya menghadap para anggota CC.  “Kalian jangan salah paham, aku tidak ada hubungan apa-apa dengan kapten kalian,” ucap Shena menundukkan kepalanya karena malu. Di tim itu semua laki-laki dan hanya dia yang perempuan sendiri. Dan pandangan mereka sungguh menghakiminya.  Pandangan Yanan kembali lurus ke depan. Yanan melihat Duta bangkit dari duduknya, pria itu dengan perlahan mendekat ke arah anggota Cruash. Yanan tidak menyambut, pria itu masih di posisi duduknya karena enggan bangun.  “Yanan, selamat datang!” ucap Duta mengulurkan tangannya.  “Selamat datang juga,” jawab Yanan.  “Di mana anggotamu yang satunya?” tanya Duta.  “Bukan urusan kamu,” jawab Yanan.  “Wah … keluar, ya,” ucap Duta dengan mengejek.  Shena menatap Duta dengan intens, ia merasa sangat familiar dengan pria di hadapannya.  “Ini perempuan anggota baru? Apa tidak ada player lain selain perempuan? Di mana prinsip Cruash Club yang katanya tidak boleh ada anggota perempuan?” oceh Duta.  “Dia bukan-”  “Kenapa memangnya kalau perempuan? Perempuan mempunyai hak yang sama untuk menjadi seorang pemaiin,” ucap Shena menyela perkataan Yanan. Yanan menatap Shena, begitu pun dengan Duta. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD