Ternyata keluarga dari pihak mendiang Nadip sudah tiba lebih dulu di lokasi akad. Meski wajah anggota keluarga itu sedang dirundung duka, mereka masih menyambut kedatangan Levi dan kedua orang tuanya dengan hangat. Levi sudah menjelaskan alasan ketidakhadiran keluarga besarnya hari ini. Beruntung keluarga Nadip bisa mengerti situasi dan kondisi sulit yang sedang terjadi hari ini. Sehingga mereka tidak keberatan untuk tetap hadir menjadi bagian dari keluarga Levi.
Salah satu anggota keluarga dari pihak Nadip mengantar Levi ke kursi yang cukup jauh dari jangkauan tamu undangan yang akan hadir dalam acara akad siang ini. Levi merasa sedikit lega karena posisi duduknya tidak akan terlihat oleh orang-orang yang akan bertanya tentang mempelai pria yang ternyata bukan sahabatnya. Dia juga sangat yakin, orang-orang tidak akan mengenalinya karena Nadip sempat menyampaikan kalau di acara akad nikah hanya akan mengundang saudara, keluarga dan kerabat dekat saja. Baik Nadip dan Lody memang tidak mengundang teman sekolah maupun kuliah masing-masing ke acara sakral mereka. Mereka berdua sepakat hanya akan membawa satu orang sahabat sebagai pendamping. Nadip membawa Levi, sementara Lody membawa Caca.
Pandangan Levi menyapu ke seluruh lokasi acara. Dia mencari tanda-tanda keberadaan Lody ataupun anggota keluarga gadis itu. Beberapa orang yang datang ke lokasi akad bukanlah orang yang sangat ingin dilihat Levi saat ini. Dia mulai menggeram kesal ditambah kandung kemihnya yang sangat tidak mengerti situasi dan kondisi. Namun niatnya bangkit dari kursi untuk mencari toilet urung saat melihat iring-iringan pengantin wanita yang sudah memasuki lokasi akad. Hatinya menyuruh agar dia tetap duduk di kursinya.
Seorang gadis dengan kebaya putih di antara beberapa perempuan yang mengenakan kebaya warna rose gold melangkah dengan anggun menuju ke ruangan yang disediakan khusus mempelai wanita saat menunggu jalannya ijab kabul. Levi bisa menebak salah satu gadis yang mendampingi Lody adalah Caca, yang juga merupakan adik kelasnya ketika SMA karena gadis itu sering bersama Lody. Dia menarik napas panjang sambil mengagumi paras calon pengantinnya dalam hati. Gadis itu adalah kekasih sahabatnya, perempuan yang begitu dicintai oleh Nadip. Levi harus berpuas diri memandang Lody dari kejauhan sampai bayangan calon pengantin wanita itu benar-benar menghilang dari pandangannya.
Tak lama pundak Levi diremas pelan dari arah belakang. Ketika menoleh dia mendapati Bayu tengah menatap penuh arti. “Apa kamu ada menghubungi Lody dalam beberapa jam terakhir?” tanya Bayu dengan suara tenang.
Levi menggeleng pelan saat Bayu melontarkan pertanyaan itu padanya. Mengartikan bahwa Lody belum mengetahui apa yang sudah terjadi. Sebelum pergi dan menyapa pihak keluarga Nadip, Bayu sempat berbisik di telinga Levi. “Setelah ini kamu yang menggantikan saya untuk menjaga, membimbing dan menyayangi Lody.”
Levi mengangguk paham. Dia sangat mengerti maksud dari setiap kata yang disampaikan oleh Bayu. Kini langkah Levi semakin mantap menuju meja yang akan digunakan untuk prosesi ijab kabul. Dia akan memenuhi janjinya. Janji yang telah ia buat dengan tulus dan sungguh-sungguh kepada Nadip dan juga pada dirinya sendiri. Dia berdoa memohon diberikan kemudahan, kelancaran serta kekuatan agar mentalnya tidak goyah ketika menghadapi pandangan beberapa tamu dan keluarga yang tidak tahu alasan keberadaan Levi duduk di kursi mempelai pengantin pria menggantikan Nadip.
Saat proses ijab kabul berlangsung, hanya ada Levi yang duduk di kursi mempelai pengantin. Sementara Lody bersama sahabat dan adik perempuannya akan menunggu di ruangan lain yang sudah disiapkan khusus untuk mempelai wanita saat menunggu sampai prosesi ijab kabul selesai dilaksanakan dan penghulu serta para saksi mengatakan bahwa pernikahan mereka sudah sah.
Pemeriksaan dokumen pernikahan mengalami sedikit halangan karena ada perubahan nama calon pengantin pria. Penghulu sempat bingung soal itu. Namun setelah dijelaskan oleh Levi dan Arkan yang kebetulan mengerti tentang hukum pernikahan, penghulu tersebut mengerti. Setelah semuanya menjadi jelas dan melewati beberapa pertimbangan akhirnya prosesi ijab kabul bisa dilaksanakan.
“Ananda Levi Ghautama Khawas, aku nikahkan engkau dan aku kawinkan engkau dengan puteriku Melody Sirrina Aksara dengan mas kawin logam mulia seberat lima ratus gram dibayar tunai,” kata-kata itu diucapkan oleh Bayu dengan suara tegas dan sedikit bergetar karena haru ketika mengingat kondisi yang telah berlalu beberapa jam lalu.
Levi menatap lurus-lurus ke arah Bayu seolah sedang menunjukkan kesungguhannya sambil menjabat erat tangan pria itu. Meski peristiwa ini sama sekali tidak masuk dalam daftar resolusi hidupnya hingga beberapa tahun ke depan, dia tetap menganggap acara ini sakral dan memegang komitmen dengan teguh. Levi mengambil napas panjang sebelum melafalkan ijab kabul.
“Saya terima nikah dan kawinnya Melody Sirrina Aksara binti Bayu Aksara dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.” Kalimat tersebut diucapkan Levi dengan sekali tarikan napas. Tidak ada pengulangan dan setiap kata yang terucap dari bibirnya terdengar tegas dan jelas. Akhirnya dia telah memenuhi janji pertamanya pada Nadip, yakni menggantikan sahabatnya itu sebagai pengantin pria untuk Lody.
Penghulu bertanya pada para saksi dari pihak masing-masing keluarga mempelai, “Sah?” lalu semuanya menjawab secara bersamaan, “Sah!” Yang kemudian ditutup dengan ucapan syukur dari para tamu undangan yang turut tegang saat mengikuti jalannya acara sakral ini.
Lody sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi dan akan terjadi hari ini. Di ruangan yang memang disediakan khusus untuk calon pengantin wanita saat menunggu acara ijab kabul selesai dilangsungkan, Lody sudah duduk dengan perasaan tidak keruan menanti kedatangan keluarga calon mempelai pria. Di ruangan itu dia tidak sendiri. Tampak Alana dan Caca mengajak Lody berbincang hingga bercanda. Padahal Lody ingin sendiri dengan suasana tenang. Namun Caca tidak mengabulkan keinginan Lody. Gadis itu bahkan menolak ketika Lody memintanya untuk keluar mencari tahu situasi di luar ruangan.
Kedua orang yang menemani Lody di ruangan khusus terlalu berisik menurutnya. Beberapa kali Lody meminta pada Caca maupun Alana untuk mengecilkan suara mereka. Namun kedua gadis itu mengabaikan permintaan Lody. Membuat Lody akhirnya jengkel terlebih dia kesulitan mendengar suara ayahnya ketika mengucapkan akad nikah untuknya. Dia hanya mendengar namanya disebut oleh suara laki-laki yang terdengar tegas dan jelas. Namun dia merasa ada yang aneh pada suara laki-laki itu. Terlalu berat dan tegas untuk suara Nadip yang biasanya lembut.
“Mungkin efek microphone,” pikir Lody, mengabaikan pikirannya yang tidak menentu gara-gara perbedaan suara tadi. Senyumnya pun berkembang ketika kata-kata “Sah!” menggema hingga ke ruangan tempatnya menunggu sebelum diantar duduk bersanding dengan mempelai prianya.
Tak lama kemudian Lekha dan Jasmine memasuki ruangan tempat Lody menunggu. Lagi-lagi Lody merasa ada yang aneh pada kedua wajah ibunya. Wajah kedua wanita itu sama-sama sembab bekas menangis. Lody merasa tangisan yang telah terjadi terlalu berlebihan untuk acara membahagiakan seperti pernikahan. Dia merasa kedua wanita yang disayanginya itu seperti baru saja menangis karena mendengar berita duka bukan karena tangis haru dan bahagia. Sebenarnya dia ingin bertanya apa yang terjadi pada mereka. Namun urung karena Caca mengingatkan agar mereka bertiga segera beranjak menuju meja pelaminan untuk menyelesaikan proses akad nikah selanjutnya.
Kedua ibunya membantu Lody berjalan menuju meja pelaminan. Lody berhenti melangkah ketika jaraknya hanya tertinggal beberapa meter saja dari meja pelaminan. Dia menatap tajam ke arah kursi yang pengantin pria. Bukan Nadip yang sedang duduk di kursi mempelai pria. Pandangan Lody lalu beredar ke seluruh penjuru lokasi acara. Namun dia sama sekali tidak menemukan keberadaan kekasih hatinya di manapun.
“Mah, yang duduk di depannya Ayah itu siapa? Kok, bukan Kak Nadip? Kak Nadip ke mana?” tanya Lody dengan suara berbisik kepada mamanya.
Baik Lekha maupun Jasmine merasa kesulitan menjawab setiap pertanyaan Lody. Lidah keduanya terlalu kelu untuk dibuat berkata-kata. Terlebih Levi sudah meminta kepada seluruh anggota keluarga Lody, bahwa dia sendiri yang akan menjelaskan kepada Lody tentang situasi dan kondisi yang terjadi dari kemarin hingga hari ini.
“Biar suamimu yang akan menjawab semua pertanyaan itu. Sekarang Kakak Lody temui dia dulu, ya,” ucap Jasmine akhirnya.
“Suami Lody? Tapi dia siapa? Dia bukan Kak Nadip, loh, Nda,” desak Lody tak ingin melanjutkan langkahnya. Beruntung Lekha berhasil menahan tangan Lody dan menggiring gadis itu agar segera melanjutkan langkahnya.
Lody mencoba menuruti arahan kedua ibunya untuk melanjutkan langkah. Ketika semakin dekat dengan meja pelaminan barulah dia bisa mengenali wajah laki-laki yang dikatakan oleh bundanya tadi sebagai ‘suami’.
“Levi?” ucap Lody dengan suara tertahan dan hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. Lody menatap lurus-lurus ke arah Levi yang kini sedang menatap ke arahnya. Detik itu juga derai air mata membasahi pipi Lody. Langkahnya semakin terasa berat bahkan dia merasa kesulitan mengangkat kakinya. Matanya tak putus memandang ke arah Levi. Dia terus merapalkan doa dan harapan bahwa dia telah salah lihat.
Lody memejamkan mata dan menggeleng beberapa kali sambil terus melanjutkan langkah. Dia menganggap dengan cara ini wajah pengantin pria itu berubah menjadi wajah Nadip. Namun usahanya sia-sia. Laki-laki yang ada di hadapannya saat ini tetaplah Levi. Bukan Nadip, pria berwajah kalem, menyenangkan dan telah mengisi hatinya selama beberapa tahun terakhir.
~~~
^vee^