Rahul membawa Anjeli ke dalam sebuah rumah berukuran mewah, untuk seorang Anjeli Sharma. Ketika sudah sampai di sana, sang dokter kandungan dengan cepat mematikan mesin mobil dan ia pun bersiap untuk keluar, “Turun sekarang juga!” namun ia masih sempat memberi perintah pada wanita yang tadi duduk tepat di sampingnya.
Dua kaki sang dokter kandungan terbuka lebar dan melangkah masuk menuju ke dalam rumah, namun Anjeli tak segera ikut di belakangnya.
“Rumah ini besar sekali. Rasanya sudah seperti berada di dalam istana saja!” karena ibu dua anak itu masih takjub dengan apa yang ada di depan pandangan matanya.
Sadar akan hal tersebut, tentu saja Rahul cepat menoleh ke belakang dan ia pun berang seketika, “Apa yang kau tunggu di situ, hah? Cepat ikuti aku ke dalam!” pekik Rahul, membuat Anjeli tersentak dari barisan monolog dalam hatinya tadi.
Ia mengekori sang dokter kandungan itu dari belakang, “Maafkan aku, Dokter. Tapi rumah Tuan Manoj Pratab Singh bukan di sini,” dan mengucapkan dua kalimat yang membuat Rahul berhenti melangkah.
Dengan serta merta tubuh tegap adik kandung dokter Kanna Maholtra itu berbalik, dan dua bola mata besar dari Rahul pun Anjeli dapatkan.
“Aku tahu, Anjeli Sharma! Otakku ini masih berfungsi dengan baik, dan aku juga tidak gila!” kesal Rahul melipat dua tangannya di d**a, “Tapi apa kau menyuruhku menebus anak-anak itu dengan tangan kosong, tanpa membawa uang untuk membayar semua hutangmu?” lanjutnya mulai mendekat ke arah Anjeli.
“Egh, itu...”
“Itu apa, hem? Aku masih perlu membebaskan kedua anakmu atau tidak, Anjeli?” bisik Rahul tepat di telinga Anjeli, bahkan ia sengaja ia merapat ke tubuh ibu dua anak itu.
“Ma..masihhh...” gugup Anjeli lalu melangkah mundur, “Ku mohon tolong bebaskan anak-anakku dari rumah Tuan Manoj, Dokterrr... Akan kulakukan apa pun perintahmu tentang rahimku yang harus di isi deng—”
“Bagaimana bila aku menginginkan yang lain selain rahimmu? Apakah kau akan memberi apa yang aku mau?” sanggah Rahul, terus melangkah maju.
Telapak kaki Anjeli tak berhenti dan ia terus melangkah mundur akibat ulah sang dokter, sampai pada akhirnya jarak pun mulai terkikis akibat kakinya tidak dapat lagi melangkah akibat terbentur tembok.
“Ap..apa yang Anda inginkan, Dokter? Tolong jangan melecehkan harga diriku karena—”
“Apa katamu? Harga diri?” kekeh Rahul terkejut, saat mendengar penuturan wanita itu, “Kau ingin aku membebaskan kedua anakmu dengan uangku dan kau berkata tentang harga diri? Memangnya berapa harga dirimu? Bagaimana jika kau tukar saja harga dirimu dengan uangku, Anjeli? Kau mau?” kekeh Rahul sudah hampir seperti raja durjana yang berhasil memenangkan pertarungan dengan sang ratu kebajikan.
“Dokter aku...”
“Aku apa, Anjeli? Kau ingin uangku berhasil menyelamatkan kedua anakmu, bukan?” tanya Rahul sekali lagi dan Anjeli mengangguk cepat, “Jika begitu puaskan aku sekarang juga, Anjeli. Berikan aku harga dirimu itu, dan gunakan uangku demi kebebasan kedua anakmu!”
“Tapi, Dok— Hemphhh...” dan Rahul segera melumat habis bibir manis Anjeli, setelah selesai berkata demikian.
Sang dokter kandungan itu bahkan dengan sigap menaikkan kedua lengan mangsanya ke atas, lalu semakin merapat ke tubuh ibu dua anak tersebut.
Anjeli yang tak kuasa menolak permintaan Rahul demi kedua buah hati, hanya bisa pasrah dengan keadaan. Namun air mata tak dapat ia bendung dan terlepas begitu saja membasahi pipinya yang putih.
“Tidak ada yang gratis di dunia ini, Anjeli! Jadi berhenti menangis, demi keinginanmu yang akan segera tercapai,” bisik Rahul dengan suaranya yang terdengar parau.
Setelah itu Rahul menggendong Anjeli, dengan maksud membawanya menuju ke lantai dua. Dan setelah pintu kamar terbuka, ia dengan cekatan mengunci pintu tersebut.
“Aku mohon tolong sadarlah. Jangan lakukan ini, Dokter. Bukankah aku sudah bersedia memberikan rahimku untuk mengandung bayi dari pasangan kaya itu?” lirih Anjeli beringsut mundur, saat sudah berada di atas tempat tidur.
“Itu tidak cukup, Anjeli! Kau terlalu sayang untuk dilewati!” tegas Rahul mulai membuka seluruh kain yang menempel di tubuhnya, “Jadi puaskan aku sekarang, dan jangan membantah apa pun jika kau ingin anak-anakmu selamat!” lalu kembali bertitah sesukanya.
Ia lantas naik ke atas tempat tidur dengan keadaan tanpa busana, menarik paksa Anjeli yang masih berkeras hati tak ingin melayaninya dan mencengkeram rahang halus wanita itu dengan telapak tangan kirinya.
“Sebenarnya aku juga tak suka bercinta dengan cara memaksa, Sayanggg...” lirih Rahul membuat tubuh Anjeli meremang, “Tapi entah apa yang kau lakukan padaku, sampai aku harus memaksamu seperti ini!”
“Hemphhh...” pekik Anjeli yang tercekat di tenggorokan, karena kaget dengan b***************n Rahul sudah berada di dalam rongga mulutnya.
Air matanya semakin deras mengalir, tapi sang dokter kandungan terus saja memacu pinggulnya maju mundur, bersama rambut Anjeli yang ia kumpulkan di kelima jarinya.
“Oughhh... Fuckkk...! Bibirmu ternyata sangat nikmat, Anjeliii...! Ughhh... Yesss...! Terus... Sayanggg... Terus puaskan akuuu... Oughhh...!” kemudian ia meracau dengan kepala Anjeli yang ikut digerakkan maju dan mundur.
Anjeli yang sesekali hampir tersedak lelehan saliva di rongga mulut, berusaha terus menolak perbuatan panas dan liar itu. Namun semakin lama rasa panas pun timbul juga dari dalam tubuhnya, terlebih lagi Rajesh Kapoor sudah sangat lama tidak memberi nafkah batin karena penyakitnya. Sehingga penolakan itu pun lambat laun sedikit berkurang, dengan air mata yang tidak lagi mengalir di pipinya.
Anjeli memainkan lidahnya pada rongga mulut yang terisi oleh kejantanan keras Rahul, saat rasa mual itu datang mendera. Namun bagi seorang Rahul Khan Maholtra, hal tersebut terasa sangat nikmat hingga membuat kejantanannya semakin merekah.
“Oughhh... Shittt...! Kau memang pintar, Anjeli! Yeah! Mainkan lidahmu lagi, Sayang! Ughhh... Ini sangat nikmat! Oughhh...” sampai-sampai ia terus meracau tak karuan di sana.
“Maaf, Rajesh. Maafkan aku yang tidak bisa menjaga kesucian perkawinan kita ini,” batin Anjeli bergemuruh, hingga membuatnya kembali meneteskan air mata.
Tapi Rahul masih tidak peduli dengan tangisan tersebut, karena saat ini ia merasa dunianya semakin mengerucut di sana, “Oughhh... Anjeliii... Aku sangat suka dengan mulutmu ini, Sayang! Sebentar lagi dia akan kelu—” Oughhh... Kau benar-benar menakjubkan. Ughhh...!”
Racauan demi racauan terus terjadi sekitar lima menit lamanya dari mulut sang dokter kandungan. Sampai saat pelepasannya akan tiba, racauan pun berubah menjadi teriakkan panjang dan terdengar begitu sangat menggairahkan.
“Anjeli, Oughhh... Aku akan sampai, Sayanggg... Ach yes, Ach ssttt... Anjeliii... Fuckkk...!”
Cairan hangat akhirnya menyembur keluar dari ujung lubang kejantanan Rahul, namun sayangnya sang dokter kandungan enggan untuk melepaskan miliknya dari mulut Anjeli. Sehingga sekali lagi Anjeli pun pasrah atas perbuatan Rahul padanya, dengan menelan habis cairan hangat itu hingga tak tersisa.
“Kau sangat nikmat, Anjeli! Aku yakin mulutmu yang di bawah itu, pasti lebih menakjubkan dari bibir dan rongga mulutmu ini. Cup,” ujar Rahul merunduk dan mengecup sekilas bibir Anjeli yang masih berlumuran cairan kental.
“Ku mohon, Dokter. Jangan lakukan itu lagi. Aku akan—”
"Kau tidak punya pilihan apa pun, Anjeli! Aku menginginkanmu lebih dari yang tadi, jadi berikan itu padaku! Ughhh...!” sanggah Rahul menarik tubuh Anjeli ke tengah ranjang, lalu mulai menindihnya.
Dengan sisa tenaga Anjeli berusaha melawan apa yang dokter itu lakukan padanya, namun ia seakan lemas tak berdaya, ketika kejantanan Rahul sudah menembus masuk ke dalam lubang nikmat miliknya.
Tangisan bersama perlawanan dari Anjeli yang hadir di sana, seolah menjadi saksi bisu dari aksi b***t seorang Rahul Khan Maholtra. Dan entah apakah ini hukuman atau tak bagi Anjeli Sharma, “Ough, Rahulll...!” ketika nyatanya Rahul berhasil membuat Anjeli ikut meracau nikmat pada permainan panasnya.