Beberapa jam kemudian.
"Cie, yang habis dansa sama Reza."
Ani menoleh, menatap Haikal dengan mata melotot. "Ayah apaan sih? Lagian itu bukan maunya Ani loh, tapi Reza yang maksa," sahutnya ketus.
Haikal tertawa seraya mengusap kepala Ani. "Tapi, tadi Ayah lihat kalau kamu senang loh dansa sama Reza."
Wajah Ani sontak merona begitu mendengar ucapan Haikal yang memang benar adanya. Jujur saja, kalau ia benar-benar menikmati waktu dansanya dengan Reza, padahal ini baru pertama kalinya ia berdansa.
"Cie, pipinya merona," goda Haikal. Sejak pulang dari acara ulang tahun perusahaan, Haikal tak henti-hentinya menggoda Ani, membuat Ani malu dan ingin sekali pergi dari hadapan Haikal secepatnya.
"Ayah." Ani merengek, kesal karena Haikal terus-terusan menggodanya.
Haikal hanya tertawa, kembali mengusap puncuk kepala Ani. "Ya sudah, sana tidur. Besokkan kuliah, jangan lupa sikat gigi sama baca doa dulu ya."
"Siap Ayah," sahut Ani mantap.
Ani bergegas menaiki tangga menuju kamarnya, ia harus segera tidur, karena besok ia ada mata kuliah pagi dengan Dosen yang menurutnya sangat menyebalkan.
***
"Tok... Tok... Tok....Suara ketukan pintu yang terdengar sangat nyaring sama sekali tidak membuat tidur pulas Ani terusik.
Reza membuka pintu kamar Ani secara perlahan begitu ia tak kunjung mendapat sahutan dari sang penghuni kamar setelah kurang lebih 5 menit mengetuk pintu kamar Ani.
Pemandangan pertama yang Reza lihat saat pintu kamar terbuka adalah, Ani yang sedang tertidur pulas di bawah gulungan selimut putih tebal yang menutupi sebagian tubuhnya.
Reza menggeleng begitu melihat Ani masih terlelap, sama sekali tidak terganggu saat ia terus mengetuk pintu kamarnya, padahal 20 menit lagi Ani ada kelas pagi.
Dari mana Reza tahu jadwal kuliah Ani? Tentu saja Reza tahu semua hal tentang Ani. Mulai dari makanan apa yang Ani sukai dan tidak Ani sukai, olahraga apa yang paling Ani gemari, warna apa yang menjadi warna favorite Ani, dan hal-hal yang lainnya, termasuk tahu ukuran underware Ani dan merk apa Ani sukai.
Reza menutup pintu kamar Ani dengan sedikit kasar, ia ingin tahu, apa Ani akan merasa terganggu atau tidak? Dan jawabannya adalah, Ani sama sekali tidak terganggu dengan suara pintu yang sengaja ia tutup dengan kasar.
Entah Ani terlalu lelah karena pesta ulang tahun semalam atau memang Ani tipe orang yang sangat sulit untuk bangun di pagi hari. Tapi ada satu hal yang pasti, Ani akan terkena masalah atau hukuman kalau sampai ia tidak segera membangunkan sang tunangan.
Reza berbaring tepat di hadapan Ani, tangan kanannya terulur, menyampirkan rambut Ani yang menutupi sebagian wajah cantiknya ke belakang telinga.
Reza mengecup bibir tipis Ani yang sedikit terbuka, sekarang ia menyesal karena tidak membawa garam. Reza terkekeh begitu pemikiran jahil itu tiba-tiba melintas dalam benaknya.
"Ani bangun." Reza sengaja berbisik di telinga kanan Ani dan itu sukses membuat tidur pulas Ani terusik.
Bisikan Reza tidak sampai membangunkan Ani, Ani hanya mengerang dan malah berbalik memunggungi Reza, lalj malah menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
Reza terkekeh, begitu melihat tingkah laku Ani yang menurutnya sangat menggemaskan. Sekarang, ia semakin bersemangat untuk menjahili Ani sampai Ani terbangun.
Reza ikut masuk ke dalam selimut tebal Ani, lalu merapatkan tubuhnya pada tubuh Ani, dengan tangan kiri yang kini bertengger manis di pinggang ramping Ani.
"Sayang bangun." Reza kembali berbisik, kali ini ia sengaja meniupkan nafas hangatnya tepat di ceruk leher jenjang Ani yang sangat menggoda.
Ani mengerang, merasa terganggu begitu nafas hangat Reza menerpa kulit lehernya yang memang sangat sensitif.
Ani lantas berbalik dengan kelopak mata yang secara perlahan terbuka. Mata Ani sukses membola begitu melihat siapa yang kini ada di hadapannya.
"Akh!"
"Akh!"
Ani dan Reza sama-sama menjerit, Ani menjerit karena terkejut sedangkan Reza ikut menjerit karena ingin memastikan, apakah jeritannya lebih kuat dari pada jeritan Ani.
Jawabannya sangat mengejutkan, karena ternyata, jeritan membahana Ani benar-benar mengalahkan jeritannya.
Ani memukul bahu Reza, kesal karena Reza malah ikut menjerit. "Kenapa kamu malah ikut menjerit?" teriaknya kesal.
Reza tertawa terpingkal-pingkal begitu melihat bagaimana reaksi wajah Ani yang sangat lucu dan juga menggemaskan. Sialan! Seharusnya ia mengabadikan momen langka ini dengan kamera ponselnya.
Ani semakin bersemangat memukul bahu Reza begitu mendengar tawa renyah Reza lolos. Dasar pria menyebalkan!
Reza menahan pergelangan tangan Ani, membuat Ani tidak bisa lagi melayangkan pukulannya pada tubuh Reza.
Ani mendongak, menatap Reza dengan mata melotot. "Lepas Reza," desisnya dengan nada menyeramkan yang sama sekali tidak membuat Reza takut.
"Hari ini kamu ada kuliah pagi, kurang dari 20 menit lagi kalau kamu gak siap-siap, kamu bakalan terlambat dan bisa terkena hukuman. Kamu pilih mana? Mau mandi atau mau terus mukulin aku yang akan dengan senang hati menerima semua pukulan kamu,"
Ani mengerjap mencoba mencerna kalimat panjang yang baru saja Reza ucapkan. Ani lantas melirik jam di nakas, matanya sukses membola begitu melihat arah jarum jam.
"Mandi, aku pilih mandi," jawab Ani cepat.
Reza mengangguk, lalu melepas cekalan tangan Ani.
"Mau aku mandiin?" Reza menaik turunkan alisnya, sengaja menggoda Ani.
Ani mendengus begitu mendengar tawaran Reza. "Emangnya kamu pikir aku mayat sampai harus di mandiin segala."
Reza terkekeh, berniat mencium pipi Ani, tapi Ani yang sudah tahu lebih dulu menghindar dengan cara bergegas menuruni tempat tidur dan berlari menuju kamar mandi.
"Kenapa aku enggak di kasih kiss pagi?" tanya Reza dengan bibir cemberut. Padahal ia berharap kalau Ani akan memberinya ciuman di bibir.
"Cium aja tuh bantal!" Teriak Ani sebagai balasan.
Biasanya, Ani akan banyak menghabiskan waktu 1 jam lamanya untuk mandi, tapi karena waktu sudah sangat mepet, akhirnya Ani hanya bisa mandi hanya dalam hitungan menit saja.
Ani membuka pintu kamar secara perlahan, lalu menyembulkan sedikit kepalanya untuk melihat situasi dalam kamar.
Saat ini perempuan itu hanya memakai kimono, karena tadi tidak sempat membawa baju ganti ke dalam kamar mandi.
Jujur saja, Ani takut kalau Reza masih berada di kamar, karena tadi ia tidak sempat mengusir Reza keluar dari kamarnya.
Saat merasa situasi dan kondisi aman, Ani bergegas keluar dari kamar mandi. Baru saja kakinya melangkah 3 kali, suara Reza yang berasal dari balik punggungnya sukses membuat Ani terkejut.
"Hayo."
Lagi-lagi Ani menjerit seraya lari terbirit-b***t menuju walk in closet, dan itu sukses membuat tawa Reza berderai.
Ani langsung mengunci pintu walk in closetnya diiringi umpatan yang terus keluar dari bibirnya.
Reza sialan! Ani pikir Reza sudah keluar, ternyata Reza bersembunyi.
Dengan perasaan kesal, Ani bergegas memakai pakaiannya dan bisa ia pastikan kalau Reza masih berada di kamarnya karena ia bisa mendengar suara Reza yang kini sedang bersenandung merdu.
Tak berselang lama kemudian, Ani keluar dari walk in closet dan seperti dugaannya, kalau Reza masih berada di kamarnya.
"Enggak boleh cemberut jelek tahu."
Ani mendengus, enggan membalas ucapan Reza. Ingat! Ia masih kesal dan marah pada Reza.
Ani bergegas keluar kamar tanpa memperdulikan Reza yang hanya terkekeh begitu melihat bagaimana reaksi Ani.
Reza jelas tahu kalau Ani kesal padanya.
"Hari ini, kamu berangkat kuliah bareng sama aku."
Langkah Ani terhenti, Ani lantas berbalik, menatap Reza dengan mata memicing. "Kamu ke sini naik apa?"
"Jalan kaki."
Ani mendengus sambil memutar jengah matanya begitu mendengar jawaban Reza. "Aku tuh nanya serius, ya bukan bercanda," sahutnya ketus.
Reza terkekeh, menatap Ani dengan alis bertaut. "Aku juga serius loh, aku kesini jalan kaki tahu."
Ani menatap Reza dengan mata melotot dan itu membuat Reza sekuat tenaga menahan tawa yang ingin lolos dari bibirnya.
"Beneran?" tanya Ani memastikan.
"Bohong lah, ya kali aku ke sini jalan kaki. Jauh tahu. Kaki aku bisa encok kalau jalan kaki," sahut Reza seraya terkekeh. Puas saat melihat raut wajah Ani berubah kecut.
Dengan langkah lebar, Ani mendekati Reza, berniat memukul bahu Reza, tapi gagal karena Reza sudah terlebih dulu menghindar dengan cara berlari menjauhi Ani.
"Enggak lucu tahu gak!" teriak Ani menggelegar, kesal karena Reza lari sambil tertawa terpingkal-pingkal.
"Aku emang enggak lucu, yang lucu tuh raut wajah kamu tahu."
"Bodo!" teriak Ani penuh emosi.
"Aku pintar loh, enggak bodoh," sahut Reza tak mau kalah.
"Terserah." sahut Ani ketus.
Ani bergegas menyusul Reza yang sepertinya akan berpamitan dengan Haikal. Setelah berpamitan dengan Haikal, Reza dan Ani bergegas menuju halaman depan di mana motor Ani atau mungkin motor milik Reza sudah terparkir dengan sempurna.
Kening Ani berkerut begitu melihat motor yang terparkir tepat di hadapannya. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda, seperti bukan motornya.
"Itu motor aku, bukan motor kamu." Reza seolah bisa membaca pikiran Ani.
Ani menoleh, menatap Reza dengan mata memicing. "Terus motor aku di mana?" tanyanya penasaran.
"Di jual," sahut Reza santai. Reza melangkah mendahului Ani yang masih diam, mencoba mencerna jawabannya.
"Dijual!" Teriak Ani histeris.
Reza hanya terkekeh saat lagi-lagi mendengar teriakan membaha Ani. Reza menaiki motornya, mengulurkan jaket kulit milik Ani pada sang empunya.
Ani bergegas menghampiri Reza, menerima jaket kulitnya yang ada pada Reza. Entah kenapa jaket kulitnya bisa ada pada Reza.
"Ini motor punya aku beneran di jual?" tanya Ani memastikan, menatap Reza dengan raut wajah sendu.
Reza menggeleng. "Enggak sayang, motornya ada di garasi, mulai sekarang, berangkat kuliahnya bareng sama aku aja ya."
Tanpa bisa Ani cegah, wajahnya kontan merona begitu mendengar kata sayang yang keluar dari bibir Reza.
"Cie merona," ledek Reza dengan nada menggoda, membuat wajah Ani semakin merah padam.
"Apaan sih," lirih Ani seraya memalingkan wajahnya ke arah lain. Ani bergegas memakai jaket kulitnya yang senada dengan jaket kulit milik Reza.