Part 3

1063 Words
"Cukup menarik bukan mendengar cerita menyedihkan orang lain?" Tanya Afnan. "Apa maksudmu?" "Kenapa Mama bisa cerita sama kamu tentang ku? Kamu yang mencoba mencari tahu bukan? Dengar, jangan berfikir karena kamu tinggal dirumah ini kamu juga termasuk kedalam keluarga kami, kamu hanya orang asing dan tetap menjadi orang asing!" Ucap Afnan. "Kamu sudah gila? untuk apa aku mencari tahu tentang pria gila seperti mu? Jangan terlalu kepedean, jika bukan karena orang tuamu, aku juga tidak sudi hidup serumah dengan orang seperti mu." Jawab Aina yang nada suaranya tidak kalah tingginya dengan Afnan. Memang sulit bagi Aina berbicara dengan Afnan, karena postur tubuhnya yang tinggi dan Aina hanya setinggi dadanya, tapi karena emosi Aina menguras seluruh tenaganya untuk berbicara dengan Afnan, walaupun dengan menjinjut kaki nya. "Kamu!!! Jangan pikir karena Mama ku menyukai mu, kamu bisa berbuat semaumu. Aku ingatkan, jangan berfikir terlalu jauh dan berharap menjadi bagian dari keluargaku. Dan jika ada orang lain yang menanyakan aku, anggap kamu tidak mengenalku." Ucap Afnan dengan tatapan nya yang seakan membunuh Aina. "Hah!!! Siapa juga yang mau jadi keluarga lu idiot." Jawab Aina dengan singkat sambil meninggalkan Afnan sendirian di balkon belakang rumah. Afnan langsung menarik tangan Aina dan membawanya ke hadapan nya, Afnan menatap dalam dalam wajah gadis itu. "Kenapa? Kamu ingin aku pergi? Baik aku akan pergi, aku akan kembali ke rumahku, tidak usah khawatir aku gak butuh bantuan mu untuk mencari pekerjaan ku." Ucap Aina kemudian pergi meninggalkan Afnan tanpa menghiraukan bagaimana reaksi Afnan. Aina kemudian mengemasi barang barangnya dan memasukkan nya kedalam koper, kemudian Aina berjalan untuk meninggalkan rumah itu. "Lahh Aina kamu mau kemana sayang?." Tanya Tante Anggi kepada Aina yang sedang menarik koper isi pakaian. "Ah Tante, Aina masih ada yang harus dikerjakan dirumah, ini tugas kuliah. Kalau Aina tunda tunda terus yang ada nanti malah gak selesai selesai." Jawab Aina sambil tersenyum. "Tapi Aina kamu itu perempuan, ini juga sudah malam, akan bahaya kalau kamu berjalan seorang diri pulang kerumah. Orang tuamu sudah tidur, nanti kalau mereka terbangun dan sadar kalau kamu tidak ada bagaimana? Tunggu besok saja kalau kamu memang harus pulang ya." Ucap Tante Anggi. Aina berfikir keras dan merasa apa yang dikatakan Tante Anggi ada benarnya, Aina kemudian mengikuti ucapan Tante Anggi dan menarik kembali kopernya ke dalam kamar. Aina merebahkan tubuhnya diatas kasur sambil menatap langit langit kamar. "Tukk tukkk tukk." "Masuk." Jawab Aina tanpa menoleh kearah pintu. "Kenapa? Apa kamu terlalu takut untuk kembali sekarang?" Ucap Afnan. Mendengar suara itu, Aina langsung menoleh kearah sumber suara dan tentunya itu Afnan yang sedang membawa sepiring makanan dan secangkir air di tangan nya. "Aku tidak tahu apa masalahmu dan siapa kamu sebenarnya sampai Ibuku sangat menyukaimu, aku mengantarkan ini bukan karena keinginanku, tapi karena dipaksa Ibu ku." Ucap Afnan sambil meletakkan nampan berisi makanan diatas meja. Aina menatap kesal kepada Afnan, merasa ingin membunuh pria yang ada di hadapan nya itu. Aina akui kalau pikirannya menjadi kacau saat Afnan memarahinya tanpa sebab, Aina bahkan tidak tahu kalau dia akan marah jika ada yang tahu tentang masa lalunya. Karena api beradu dengan api, tidak ada yang mengalah satu pun diantara mereka. Karena hal itu juga Aina memutuskan untuk kembali malam itu kerumahnya. *** Setelah pagi tiba menyapa dunia, mereka sudah siap siap untuk sarapan, mereka sarapan bersama layaknya sebuah keluarga. Setelah sarapan, semua orang terlihat saking berbincang satu sama lain, Karna Aina pikir suasana sudah mulai tenang dan pas untuk bicara, Aina mencoba membuka suara didepan Ayah,Ibu, Tante Anggi, dan Afnan saat mereka selesai dari sarapan. "Bu Aina harus pulang kerumah deh sepertinya, soalnya masih ada tugas kuliah yang belum selesai yang Aina kerjakan. Nanti takutnya karna gak dikerjain jadi terbengkalai gitu dan gak selesai selsai." Jelas Aina kepada Ibu yang duduk disamping nya. Ibu menatap Aina sinis begitu pun dengan Ayah, sedangkan Tante Anggi hanya menatap Aina kasihan karena dia mungkin berfikir itu benar. Namun, Afnan terlihat sibuk sendiri dan tidak menghiraukan ucapan Aina. Padahal Aina berharap kalau pria itu akan meliriknya, setidaknya mengaku salah setelah apa yang terjadi kemarin malam. Aina akhirnya fokus saja untuk membujuk kedua orang tuanya agar diizinkan pulang. "Tante, Afnan pinjam Aina bentar ya, ada yang mau Afnan omongin sama dia." Ucap Afnan kepada Ibu kemudian Afnan langsung menarik tangan Aina. Entah apa yang ada dipikiran nya, Aina benar benar tidak tahu. Dia tidak pernah memikirkan perasaan orang lain, dan dia tidak pernah memikirkan bagaimana sakitnya tangan Aina yang terus ditariknya dengan keras dari kemarin malam. "Kamu itu benar benar keras kepala ya, apa tidak cukup aku membujukmu semalam?" Tanya Afnan. "Kenapa? Kan kamu hanya mengantarkan makanan dan bukam membujukku, dan karena hal yang kamu lakukan itu bukan berarti aku bisa tetap tinggal dirumah mu." Jawab Aina dengan suara yang semakin rendah. "Aku tidak mengerti bagaimana pikiranmu tapi aku tidak suka kamu mempersulit masalah ini. Jangan pernah berfikir untuk pulang kerumah lagi, kamu tetap disini, dan nanti siang kita akan pergi cari pekerjaan sambilan yang kamu mau itu. Aku tidak mau kalau Mama marah padaku, karena dia akan curiga jika kamu bersikeras untuk tetap pulang." Ucap Afnan. Aina hanya diam dan merasa ketakutan saat Afnan mulai memarahinya, Afnan kemudian pergi tanpa mengatakan apapun lagi. *** Pagi pagi sekali, Afnan sudah membawa Aina untuk pergi mencari pekerjaan. "Wah Nan tumben kesini bawa cewek, kenalanmu? atau pacaramu?." Tanya seorang pria yang berdiri tepat dihadapan Afnan sambil menyambut mereka masuk kedalam cafenya. "Selera ku tidak seburuk itu, dia anak dari kenalan orang tuaku dan aku hanya membantunya untuk mencari pekerjaan. Aku harap kamu bisa menerimanya." Jawab Afnan. "Hah, apa kamu pikir kamu adalah tipe pria ku? Bermimpi." Gumam Aina kesal dalam hati. "Oh Bagus juga sih, dia cantik dan menarik jadi bisa kerja ditempatku, tentunya dengan tubuh mungilnya dia akan terlihat lebih unik disini karena kebiasaan mereka menerima yang tinggi ,hehe." Jawab temannya yang tidak Aina tahu siapa namanya. Tapi mulutnya terlalu banyak bicara hal yang tak penting. "Jadi gimana aku bakal kerja disini atau enggak? kalau enggak aku pulang." Ucap Aina. "Tunggu,aku bakal nerima kamu kerja kok, kamu bisa kerja sekarang atau besok atau kapanpun kamu mau." Jawab temannya yang Aina tahu hanya wan yang dipanggil oleh Afnan sambil memegang tangan Aina seakan menahan Aina untuk pergi . "Oke kalau begitu kami pulang dulu, dia akan mulai kerja besok." Jawab Afnan dan melepaskan genggaman tangan temannya dari tangan Aina. "Ingat namaku Ridwan, datanglah besok aku akan menunggumu." Teriak Ridwan dengan penuh semangat
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD