Part 10

1099 Words
"Aaaaahhhhhhhhhhhhh!!!!" Teriak Aina yang membuat Afnan terbangun dari tidurnya, dan sekarang Afnan bahkan ikut berteriak Bersama Aina. Tentu saja Mereka berteriak, karena posisi mereka sekarang bukan posisi seperti biasanya. Aina tidak tau kapan itu terjadi, yang dia tau malam itu dia tidur didalam dekapan Afnan. Karna malu, gerogi, takut dan semua rasa bercampur, membuat Mereka terdiam tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Afnan mulai membersihkan dirinya ditepi pantai, dan mulai membereskan peralatan yang dia bawa semalam. Sedangkan Aina hanya terdiam, duduk meratapi dan masih bingung dengan apa yang terjadi. "Pagi ini kita akan dijemput oleh kenalanku." Ucap Afnan tiba-tiba kemudian pergi meninggalkan Aina. Aina mengejar Afnan, mencoba untuk membawanya bicara. "Kenalan? Bukannya semalam kamu bilang gak punya kenalan makanya kita jadi nginap disini?. " "Pelan-pelanlah, kakimu masih terluka, kalau kamu lari seperti tadi, lukamu akan bertambah parah. " "Apa kamu sedang mengalihkan pembicaraan? " Tanya Aina kepada Afnan yang sekarang sudah berjalan didepan Aina. "Apa aku perlu menggendongmu?" Tanya Afnan dengan raut wajah seperti tidak terjadi apa-apa. Aina hanya diam dan berjalan meninggalkan Afnan. Karena tau Aina marah, Afnan berlari mendekati Aina, sedangkan Aina tidak menghiraukannya. "Ayo naik keatas punggungku, aku akan menggendongmu." Ucap Afnan. Tapi tentu tetap tidak ada jawaban dari Aina. Merasa frustasi karena Aina yang tak kunjung bicara. Tiba-tiba Afnan menarik tangan Aina dan membuat posisi Aina berada diatas punggungnya, Aina mencoba melawan berusaha tidak mau naik, tapi apa boleh buat tenaga laki-laki tetap lebih kuat dari pada wanita. Mau tidak mau Aina harus menerima digendong Afnan untuk sampai ke halte tempat mereka menunggu jemputan dari kenalan Afnan. Ternyata saat sampai dihalte, tumpangan mereka sudah menunggu mereka sedari tadi dan mereka langsung berangkat pulang menuju villa. "Bagaimana dengan mobilmmu?" Tanya Aina saat akan memasuki mobil. "Kenalanku akan mengurusnya." Jawab Afnan yang sudah duduk didalam mobil. *** Karena tenaga yang sudah terkuras semenjak kemarin, Aina hanya berbaring dikamarnya mencoba mengembalikan kembali tenaganya yang hilang. "Aina, keluarlah makan malam." Teriak Afnan dari luar kamar. Aina hanya diam, karna Afnan yang tadi membuat nya marah. Anehnya, dia tidak memanggil untuk kedua kalinya. Padahal Aina berencana berubah fikiran kalau dia memanggil Aina sekali lagi. Memang jujur saja perutnya tentu sangat lapar karena seharian tidak makan, dan seharian ini Aina hanya tidur dengan membiarkan perutnya kosong. Krekkk... "Kamu tidak makan?" Tanya Afnan yang membuka pintu kamar Aina. Aina tidak menjawab dan hanya melangkah keluar kamar. Nasi, ikan bakar, sambal terasi, rebusan daun singkong dan terong, sayur asam, dan sebotol fanta. Itu yang sekarang tersedia dimeja yang berada tepat didepan Aina. "Apa yang kamu lihat?Duduklah dan makan." Ucap Afnan. "Dimana kamu mendapatkan semua makanan ini? Bukannya selama ini kamu tidak tau bagaimana mendapat makanan yang enak?" Tanya Aina sambil menduduki kursi yang berada tepat di depan Afnan. Afnan tidak menjawab dan hanya melanjutkan makannya. *** "Aina bangunlah, kita harus pergi ketempat yang sudah aku rencanakan." Ucap Afnan sambil membangunkan Aina dari tidurnya. "Hmmmm, aku tidak akan pergi lagi kalau nanti harus menginap seperti kemarin, berhentilah bertingkah konyol Afnan." Jawab Aina kemudian menutup seluruh wajahnya dengan selimut. "Ayolah, ini permintaan terakhirku, kamu tidak akan menyesal ikut denganku, aku janji kita tidak akan menginap seperti kemarin, dan ini bukan pemandangan alam lagi yang letaknya terpencil seperti kemarin." Jelas Afnan. "Apa kamu tidak tau kalau kakiku masih terluka? Aku bahkan belum sembuh dan kamu sudah mengajakku pergi lagi." Jawab Aina dengan suara yang kurang jelas karena ditutupi selimut. "Aku akan menggendongmu." "Berhentilah bicara omong kosong." "20 menit lagi aku kekamarmu, kalau kamu belum juga siap, jangan salahkan aku kalau nanti aku akan menelpon orang tuamu." Ucap Afnan kemudian berjalan pergi keluar dari kamar Aina. "AFNANNNNNNNNN!!!!!!" "Dia benar-benar bertingkah semaunya, apa dia pikir aku ini benar-benar akan menurutinya seperti seorang istri? Jangan bermimpi, aku hanya melakukan ini untuk kedua orang tuaku dan juga orang tuanya." Gumam Aina dalam hati. Aina benar-benar tidak punya pilihan selain menuruti Afnan. Berdandan seadanya, mengenakan rok simple dan baju kemeja, Aina keluar kamar dan menghampiri Afnan yang duduk di bangku depan pintu sambil menunggu Aina. "Apa kamu bercanda? Apa yang kamu kenakan ini?" Tanya Afnan kepada Aina. "Kenapa? Bukankah aku selama ini terus berpenampilan seperti ini, dan ini bukan pertama kali kamu melihatku berpakaian begini." "Cepat naik mobil, kita akan cari baju untukmu dulu." Ucap Afnan sambil menarik tangan Aina untuk masuk kedalam mobil. 15 menit 3 detik, mereka tiba disebuah mall yang Aina pikir tidak akan ada tempat seperti ini di desa yang terpencil ini. Aina hanya mengikuti Afnan dan masuk kedalam. Afnan mulai berjalan mencari-cari mana yang akan cocok untuk Aina, sedangkan Aina hanya sibuk dengan ponselnya. Tiba-tiba 2 orang wanita datang menghampiri Aina dan membawanya keruang ganti. Aina tidak tahu kapan Afnan memerintahkan mereka berdua untuk melakukan itu kepada Aina. Mereka mulai mengenakan sebuah gaun berwarna merah maroon kepada Aina, dengan high heels berwarna hitam. Kemudian,mereka membawa Aina kesebuah meja hias dan mulai bermain dengan berbagai alat make up yang ada diatas meja dan perlahan menaburinya dan meletakkannya diatas wajah Aina. Jujur ini kali kedua bagi Aina setelah pernikahan, orang lain bisa menyentuh wajah Aina untuk mengenakan make up. Karena ya selama ini Aina hanya berpenampilan biasa dan tidak memakai make up terlalu banyak. "Sudah selesai Pak, silahkan lihat hasilnya."Ucap seseorang yang terdengar diluar ruangan dan kemudian kedua orang yang mengenakan pakaian dan make up kepada Aina tadi membawa Aina keluar dari ruangan. Aina hanya mengikuti mereka dan keluar ruangan. Namun yang ada dihadapannya adalah Afnan yang sudah berganti pakaian, yang tadinya hanya mengenakan levis dan baju kaos hitam oblong sekarang mengenakan setelan pakaian berjas yang berwarna hitam dan sepatu hitam, yang membuat dia tampak terlihat sangat tampan. Warna bajunya sangat cocok untuk kulitnya yang putih. "Wahhh."Ucap Afnan saat melihat Aina keluar. "Wahh? Kenapa? Apa aku tidak cocok? Eii aku sudah mengira ini, tunggu sebentar aku akan ganti bajuku yang tadi." Ucap Aina. "Tidak, kamu cantik, kenapa semua yang kamu kenakan tampak cantik dan cocok denganmu, kamu benar-benar cantik, bahkan aku tidak ingin melihat yang lain selain kamu." Goda Afnan sambil memegang tangan Aina. "Sakit nih anak." Gerut Aina. *** Pukul 20.03 saat Aina melihat jam tangan nya, ya memang tadi saat berangkat dari rumah sudah sore. Aina melangkahkan perlahan kakinya keluar dari mobil, disambut dengan Afnan yang sudah menunggunya dipintu mobil sambil menawarkan tanganya untuk menyambut Aina keluar mobil. Aina meraih tangannya dan berjalan menuju tempat yang sudah dia rencanakan. Lantai 5, itulah tempat yang mereka tuju yang Aina baru tau sekarang. Aina tidak tahu tempat seperti apa yang akan Afnan tunjukkan padanya. Aina hanya berharap ini bukan sesuatu yang buruk. Sudah mencapai lantai 5, mereka melangkah bersama. "Uwahhhhhh... " Hanya kata itu yang keluar dari mulut Aina.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD