Part 8

1148 Words
Setelah seharian berada dikantor memang terasa membosankan, walaupun memang kebanyakan waktu Aina dihabiskan nya dengan tidur. Aina merasa kasihan melihat Afnan yang harus mengurusi semua urusan peninggalan Ayahnya sendirian. Saat melihat Afnan berjuang sendirian, sempat terpikir di kepala Aina bagaimana keren nya Afnan. Diperjalanan pulang Afnan tiba-tiba membawa Aina untuk membeli beberapa makanan untuk mengganjal perut mereka yang mulai terasa lapar. Saat Aina melihat-lihat apa yang ada dipinggir jalan, akhirnya matanya berhenti setelah melihat tujuannya. "Mau makan mie ayam bakso? Aku pikir akan bagus makan itu saat cuaca seperti ini, ini sudah malam dan juga sedikit dingin."saran Aina pada Afnan "Oke." Mereka memutuskan untuk memakan mie ayam bakso yang terletak dipinggir jalan. Walaupun Afnan orang yang kaya, Aina pikir dia tidak terlalu pemilih dengan lokasi makanan yang akan dimakannya. "Apa perutmu terbuat dari karet?bagimana kamu akan menghabiskan mie ayam yang ditambah bakso seperti itu,dan juga lihat sambal mu,apa kamu tidak takut perutmu akan meledak?" "Berhentilah mengkhawatirkan aku,makanlah makanan mu,buat dirimu senyaman mungkin,oke." Benar-benar kenyang,kulit perut Aina bahkan seperti akan sobek dari posisinya. Aina pikir lelaki yang bertubuh besar akan mempunyai nafsu makan yang besar,tapi tidak pada Afnan,dia bahkan tidak menghabiskan sebagian dari isi makanannya. Karna sudah terlalu larut mereka memutuskan untuk pulang kerumah. *** Sesuai rencana yang Afnan buat sebelumnya, mereka akan pergi berbulan madu selama seminggu di lombok. Afnan bahkan memesan villa yang terletak di tepi pantai. Entah dia bisa membaca pikiran atau tidak, entah bagaimana dia tau Aina sangat menyukai pantai. Aina pikir ini bukan ide yang buruk untuk berlibur sebelum masuk kuliah. "Hati-hati lah dijalan, ingat jangan berantam disana, Ibu tau kalian belum terlalu akrab. Afnan kamu tolong perhatikan Aina baik-baik, dia sangat liar kalau sudah berjumpa dengan pantai." Ucap Ibu. "Tenanglah Bu, Aina sudah sangat liar bahkan sebelum bertemu dengan pantai, aku akan menjaga nya bagaimana pun itu."Jawab Afnan genit Yaa Aina tau dia hanya mencoba menggoda Aina, jadi Aina tidak terlalu memperdulikannya. Mereka berangkat ke bandara diantar oleh sopir rumah. *** Aina tidak terlalu menikmati perjalanan, karna dia hanya tidur disepanjang perjalanan. Mereka sampai di villa yang dipesan Afnan, membawa semua barang masuk, dan Aina mulai mencari dimana kamar tidur untuknya. Afnan seakan mengerti isi kepala Aina dan membawanya ke dalam sebuah ruangan yang yang terletak sangat dekat dengan pantai. "Ini kamarku?"Tanya Aina kepada Afnan "Iya, aku akan tidur di kamar sebelah, kalau ada yang kamu perlukan hubungi aku. Ah satu lagi jangan membuat suara saat malam. " "Kenapa?" "Aku benci suara berisik saat malam." "Aaahh benarkah? Bagaimana kalau aku punya hoby berisik saat malam?" "Kau bahkan sudah sangat berisik di setiap saat, jadi tolong mengertilah karna aku butuh waktu untuk berfikir."Jawab Afnan dan pergi meninggalkan kamar Aina. "Apa hanya dia yang memiliki isi kepala? Kenapa hanya dia yang bisa berfikir? Apa dia tidak pernah tau kalau aku lebih banyak berfikir dari pada dia sebenarnya."Gerutu Aina sambal menarik tasnya menuju lemari. *** Seperti yang diharapkan, suasana pantai tidak pernah mengecewakan. Keindahan yang luar biasa, sangat memanjakan mata siapa pun yang melihatnya. Aina sangat ingin hidup disana sepanjang usianya. Ya memang rumah Aina juga terletak ditepi pantai, tapi pantai yang berada dirumah Aina hanyalah berisi perahu nelayan, dia tidak bisa menikmati suasananya seperti suasana yang dirasakannya saat ini. Aina mulai mengembangkan kedua tangannya, seakan menandakan bahwa sayapnya akan segera terbang. Aina menutup matanya, menghirup dalam-dalam udara yang masuk melalui rambut kecil yang berada didalam hidungnya. Saat yang paling Indah Aina mulai mengangkat perlahan tubuhnya untuk mendapatkan udara lebih, tapi yang didapatnya... Plakkk...!!!!! "Aakkhh!!" "Apa yang kamu lakukan? apa kau tidak mendengar aku memanggilmu dari tadi?" "Tidak!! Kuingatkan ya untuk kedepannya jangan berani masuk kekamarku tanpa izin dariku." "Oke, pergilah ke warung didekat pantai, pesankan beberapa sarapan, aku rasa kakiku sedikit kram jadi tidak bisa berjalan terlalu jauh." "Kakimu tidak akan patah jika hanya berjalan kesana, kau sudah menghancurkan halusinasi pagi ku dan sekarang meminta ku untuk membawakan sarapanmu, iisshhhhhh!!!!!!!!!"Jawab Aina kesal sambil beranjak dari tempat tidurnya. "Aku tau itu, aku tidak akan menyusahkanmu lain kali, maaf aku tau memang sangat sulit bagi kaki kecilmu melangkah dengan jarak yang bahkan bagiku itu sangat dekat." "Kamu ingin memulai peperangan sekarang?" "Kenapa? apa yang salah dengan ucapanku, bukankah aku benar kalau tubuhmu benar-benar mungil?" "Aishhh apa yang salah dengan tubuh mungil, buktinya kakiku lebih kuat dari kakimu." Karna kesal Aina langsung pergi tanpa melanjutkan pembicaraan tidak masuk akal itu. Apa dia memang suka menghina kekurangan orang lain? Aina pikir dia bukan hanya seseorang tidak punya hati, tapi dia juga tidak pernah mempunyai sopan santun pada orang lain. "Dekat? dekat sikilku, aku mengira jarak warung yang dikatakannya dekat adalah sebuah kebenaran. Tapi nyatanya, butuh waktu setengah jam untukku sampai ke warung yang dikatakannya dekat itu. Bahkan tidak ada orang yang berjalan sepertiku untuk mencapai warung, kupikir dia benar-benar berniat membunuhku namun membuat alasan bulan madu agar niat nya tidak terlalu kelihatan." Gumam Aina sambal mencoba melangkahkan kakinya. "Kenapa lama sekali? apa kamu merangkak kesana?" "Berhentilah bicara sebelum kulempar mulutmu dengan sendalku, aku benar-benar percaya kalau ucapanmu benar dan berjalan menuju warung, tapi apa? 5 km kamu bilang dekat? aku bahkan mengira aku akan mati dijalan." Ucap Aina kesal. "Kamu benar-benar berjalan kaki kesana?" "Lalu? untuk kedepannya aku tidak akan mempercayaimu lagi." Ucap Aina sambil meninggalkan Afnan yang masih duduk di meja makan. "Aina, makan sarapan mu." "Aku bahkan sudah tidak punya tenaga untuk memasukan makanan ke dalam mulutku." Seharian Aina hanya berbaring ditempat tidurnya, kaki nya seperti mati rasa, Aina pikir minyak gosok yang diusapnya dikakinya sudah hampir habis satu botol tapi kakinya masih belum bisa digerakkan. Aina seharusnya tidak pernah mengikuti kemauan manusia itu, dia hanya menyiksa dirinya disini. "Aina, keluarlah kamu sudah seharian tidak makan, makan malam sudah kubelikan untukmu." Ucap Afnan dari ruang makan. "Makanlah sesukamu, aku bahkan sudah kenyang melihat kondisi kakiku." Gerutu Aina. Krekkkk..... "Kenapa? Apa kakimu bengkak?" tanya Afnan sambil mendekati Aina. "Aah lupakan, ini bukan apa apa, makanlah duluan, nanti aku akan makan saat perutku lapar." "coba kulihat." Ucap Afna sambal menarik kaki Aina. "Eishhh apa yang mau kamu lihat? Keluarlah, aku butuh istirahat." Siapa yang mengira kalau dia benar-benar akan keluar, wahh Aina rasa dia memang manusia yang terkena penyakit anti sosial. Dia bahkan tidak mengerti apa maksud Aina, apa dia benar-benar harus pergi setelah membuat kaki Aina begitu? "Lupakan saja, biarkan dia melakukan apapun kemauannya." Gumam Aina dalam hati. Entah kapan itu,tapi ternyata Aina sudah ketiduran diatas kasurnya. Namun, saat Aina terbangun, sudah ada seseorang duduk disampingnya. "Harusnya katakan sakit bila memang merasakan sakit, jangan menahan nya seorang diri, aku bisa mengobatimu jika kau mengizinkanku."Ucap Afnan sambil mengurut kedua kaki Aina. Dengan secepat kilat Aina menarik kakinya menjauh dari Afnan, tapi Afnan malah menarik kembali kakinya dan meletakkannya diatas pangkuannya. Aina kembali menarik kakinya dan jawaban yang dikeluarkan dari mulut Afnan membuat Aina terdiam. "Apa aku perlu mengikatmu agar kamu diam? aku hanya akan mengobati kaki mu, diamlah, aku akan bertanggung jawab atas apa yang aku lakukan." Ucap Afnan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD