MOMMY KITA

1125 Words
“Kami bercerai begitu Senja lahir,” lanjut Biru, dia sengaja menggunakan bahasa Inggris agar Senja tidak mengerti apa yang dia bicarakan. ‘Aku bahkan tak pernah menyentuhnya sejak menikah. Aku pernah kissing sebelum Banyu meninggal dan tahu dia kekasih Banyu dari pesan yang Banyu katakan bahwa Wangi hamil anak Banyu!” “Oh maaf Tuan, eh Pak, kalau saya melupakan hal tersebut. Saya hanya takut mengganggu rumah tangga orang. Bapak menolong saya seorang perempuan tentu nanti tidak enak terhadap istri Bapak. Itu saja maksud saya. Saya tidak mau ada salah paham. Padahal saya kan walau kejadiannya bukan seperti yang seharusnya, saya masuk sini kan karena bekerja untuk menemani Senja.” “Ya sudah tenang saja. Aku sudah mengerti kondisi kamu. Kamu bisa Hari Jumat siang sampai Sabtu dan Minggu menemani Senja full karena di rumah ini kamu nggak perlu masak atau mencuci kan?” “Hari Senin sampai Kamis kamu hanya bisa bertemu setelah makan malam hingga tidur, buat saya yang penting Senja ada temannya.” “Tapi saya tidak bisa selamanya Tuan, paling hanya beberapa lama sampai keinginannya dia menjauh.” “Dia tidak akan mereda dan menjauh. Bahkan mungkin nanti dia sengaja akan minta yayasan untuk bertemu atau menjadi mediator bagi percakapan kalian.” “Wah saya jadi tidak enak sama orang yayasan kalau seperti itu. Saya tidak mau Tuan. Nanti saya akan bilang sama orang Yayasan agar menolak permintaannya.” “Tidak perlu bicara seperti itu. Yayasan tentu tak akan memfasilitasi dia. Jadi pasti tak akan diterima atau dipenuhi oleh yayasan.” “Nanti tinggal saya yang hubungi ketua Yayasan, kamu tak perlu.” “Jangan Tuan, ini persoalan pribadi saya, Tuan jangan bicara dengan orang Yayasan,” tolak Pelangi. “Persoalan pribadi kalau terhadap pegawai saya tentu saya harus turun tangan kan?” jawab Biru. Pelangi tidak tahu yayasan tersebut adalah milik Biru. Dia tahunya yang dimaksud oleh Biru bahwa dia adalah pegawainya adalah karena sejak saat ini dia adalah pengasuh atau guru pembimbing dari Senja. Bukan karena dia mengajar di yayasan yang dimiliki oleh Biru. “Baiklah kalau Tuan mau seperti itu.” “Mengapa Tuan lagi?” “Maaf Tuan, eh Bapak. Saya belum terbiasa, saya biasa memanggil Tuan, akan saya ubah sedikit demi sedikit Tu eh Pak.” “Saya pamit dulu ke dalam kamar saya,” pamit Pelangi. “Iya, ikuti saja Senja. Nanti dia akan menemanimu ke kamar.” “Ayo Senja, kita ke kamar Miss Lala,” ajak Pelangi. “Bukannya kalau di luar sekolah aku boleh panggil Mommy sepuasnya? Kenapa kok harus manggil Miss Lala?” “Eh …,” kata Pelangi bingung sendiri. “Baiklah selama di rumah kamu boleh panggil Mommy. Tapi begitu bersiap berangkat sekolah kamu harus langsung ubah menjadi panggilan Miss Lala seperti panggilan di sekolah,” Pelangi mengalah, Biru tersenyum melihat kemenangan putranya. “Baiklah,” kata Senja. Yang penting dia sudah punya Mommy sekarang. Dia akan sangat senang karena mommy-nya ada bersama dirinya. Tentu saja Gerhana tersenyum begitu Senja menggandeng mamanya. Sekarang Senja bilang itu adalah MOMMY MEREKA, jadi Gerhana juga ikut mengubah panggilannya menjadi Mommy bila berbicara dengan Senja. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Bangsaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaat!” teriak Hasto. Dia kaget ketika motor Pelangi sudah berganti orang. Awalnya dia masih mengikuti ketika orang yang memakai jaket yang dikenali sebagai jaketnya Pelangi dan menaiki motor Pelangi mendekati motor itu. Tapi setelah dia lihat rambutnya kok pendek, walaupun pakai helm, tadi terlihat saat mau pakai helm rambut orang tersebut pendek, sedangkan rambut Pelangi adalah sedikit di bawah bahu dan akan terbang tertiup angin bila motor melaju. Akhirnya Hasto sengaja menyetop motor tersebut, dia halangi agar motor tersebut tak bisa jalan dan pengemudi motor Pelangi membuka helmnya tenang. “Ada apa ya Bang?” tanya lelaki tersebut tanpa merasa bersalah. “Di mana pemilik motor ini, kenapa kamu pakai?” teriak Hasto. “Lho motor ini tadi sudah saya beli Bang. Terus dikasih bonus jaket sama helmnya. Ini Bang kwitansinya. Memang saya beli motornya,” jawab pengemudi motor. Tentu saja Hasto tak percaya ternyata tadi Pelangi habis transaksi jual beli motor di mushola. Hasto memang tidak mengikuti ke dalam mushola karena memang dia tak pernah shalat, juga karena itu kan di lokasi perempuan. Jadi dia menunggu dari jarak jauh saja di area parkiran sambil menghisap rokok elektronik. “Lalu sekarang ke mana aku harus mengikutinya? Berarti besok aku harus mendatangi dia di sekolah. Aku harus bisa bertemu dengan kekasihku itu,” kata Hasto. Dia sangat kesal setelah menunggu dua jam lebih ternyata Pelangi malah sudah pergi dan ganti orang motornya. Hasto segera kembali ke pom bensin, jangan-jangan Pelangi sedang menunggu taksi atau menunggu ojek online. Hasto langsung mencari di daerah sekitar mushola kali-kali saja masih ada jodoh untuk bertemu Pelangi di situ. Tapi sampai lelah tak juga dia temukan sosok yang sangat dia rindukan. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Ngapain kamu datang?” teriak seorang perempuan pada Hasto. “Aku belum puas melihat kamu terkapar seperti itu. Tapi aku juga tidak ingin kamu mati. Kamu harus benar-benar hancur sehancur-hancurnya seperti perasaanku kali ini,” Hasto balas teriak. Rupanya karena marah ktidak menemukan Pelangi Hasto langsung melarikan motornya ke pinggir kota Jakarta. Di perbatasan Jakarta ~ Bogor di sana dia menyimpan Dwi Mrabawani, yang saat dia tiba di Indonesia sudah babak belur. Yang pasti dia tahu siapa yang menyuruh. Tentu saja Dwi makin kesal Hasto datang bukan untuk menjenguknya, apalagi membelainya dengan penuh kasih sayang. Sudah tiga kali ini Hasto datang hanya marah-marah. Kadang masih ditambah menendang atau meludahinya. Dwi tahu Hasto dan ayahnya sangat marah karena dua tahun lalu dialah yang sengaja menyebar video pergulatannya dengan Hasto agar Hasto menikahinya. Ternyata malah zonk karena Hasto dipenjara akibat membunuh anaknya sendiri dan juga membuat Pelangi minta cerai. Dipenjara tak apa bagi Hasto, tapi pukulan karena hakim mengharuskan dia menceraikan Pelangi itu ‘mematikan’ hidup Hasto. Sehingga begitu terkuak dalang penyebar video membuat Hasto dan Pridan kalap dan menghukumnya secara pribadi, tidak membiarkan polisi yang menangani. Pengadilan liar ini lebih menyiksa, karena taak aka nada habisnya sebelum penghukumnya meninggal. ‘Aku harus bisa lebih kuat, agar bisa membalas semuanya ini pada Pelangi. Gara-gara dia aku jadi terkapar begini.’ Bukannya sadar kalau semua yang dia dapat itu akibat perbuatannya sendiri, Dwi masih tetap menyalahkan Pelangi. Sejak SMA semua adalah salah Pelangi. Kenapa Pelangi lebih cantik? Kenapa Pelangi lebih popular? Kenapa Pelangi lebih pintar? Kenapa Pelangi lebih banyak teman? Dan semuanya sampai dia melihat Hasto dan mengapa Pelangi mendapat perhatian penuh dari Hasto, sedang dia yang sudah menyerahkan tubuhnya bulat-bulat tak pernah dianggap sama sekali oleh Hasto. Bahkan sering saat Hasto melemparkan cairan sperm4 yang di teriaki adalah nama Pelangi. Hasto tak pernah merasa dia bermain dengan Dwi atau siapa pun. Tapi yang dia sedang tiduri adalah selalu Pelangi. Jadi Dwi itu hanya sosok tanpa nyawa di depan Hasto!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD