Flashback.
"Bu, apa Alva tahu ya, kalau sebenarnya selama ini aku bohong sama dia."
"Bohong gimana?"
Mutia menggigit kukunya karena merasa gugup. Apakah dia siap untuk menceritakan semuanya kepada sang ibu. Tetapi kalau dia tidak cerita, rasanya dia hidup dalam kebohongan dan Mutia merasa selalu dikejar rasa bersalah.
"Sebenarnya selama ini bukan Aluna yang mengirimkan gambar-gambar itu, tapi aku."
"Gambar apa?"
Mutia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan napas perlahan. Sebenarnya dia sendiri tidak yakin apakah memang Alva sudah tahu atau belum karena pria itu sikapnya benar-benar berubah. Tidak ada kata-kata manis yang selalu keluar dari mulutnya seperti saat mereka pacaran dulu, tidak ada perlakuan mesra yang dilakukan oleh Alva meskipun pria itu sejak dulu memang tidak pernah bisa mesra.
Alva ini tipe cowok kaku, jadi hubungan mereka saat pacaran ya biasa-biasa aja. Paling cuma gandengan tangan saat kencan dan paling jauh Alva cium kening Mutia doank. Itu saja, belum pernah tuh Mutia ngerasain bibir Alva seperti apa rasanya, hangatnya, dan sensasinya. Berharap saat nikah nanti Mutia bisa menjamah Alva sesuka hati karena mereka sudah sah menjadi pasangan.
Akan tetapi, sekarang ini Mutia jadi negatif thinking. Takut jika Alva memang mengetahui semua rahasianya karena sikapnya yang benar-benar dingin tidak tersentuh.
"Gambar apa yang kamu maksud, Nak?" Mutia menatap ibunya dengan suara bergetar dia pun menjawab.
"Ga-gambar nggak senonoh Luna, sebenarnya itu hanya editan dan aku kasih kirim ke email Alva. Maksudnya biar Alva jadi ilfeel sama Luna," jelas Mutia membuat ibunya menutup mulut dengan kedua tangan.
Tentunya Trias sangat terkejut dengan kelakuan anaknya itu, sungguh Trias tidak menyangka jika Mutia melakukan hal kotor demi mendapatkan Alva. Maksudnya kotor di sini bukan kotor dalam tanda kutip, tetapi Mutia selalu memanipulasi Alva agar tidak menyukai Aluna. Bahkan mengirimkan gambar Aluna pada Alva agar pria itu tidak suka, mungkin Alva akan bisa jijik pada Aluna.
"Aku nggak suka kalau Luna selalu berada di atasku, Bu. Jadi, aku bikin semua orang nggak suka sama dia. Apalagi Luna dekat banget sama Alva, aku nggak suka Bu liat mereka selalu bersama. Aku selalu membuat Alva sibuk denganku, apalagi saat aku bekerja menjadi sekretarisnya. Aku berhasil menggodanya. Aku seneng akhirnya bisa membuat Alva jatuh cinta sama aku. Padahal selama ini aku selalu bergaya mirip Aluna, biar Alva suka dan ternyata dia memang tertarik sama aku."
"Astaga, Mutia! Kenapa kamu lakukan semua itu? Padahal kamu tahu sendiri kalau Luna udah bantu kita, dari awal kamu kuliah dia selalu bantu kamu belajar dan kadang kasih uang jajan. Seharusnya kamu nggak seperti itu?"
"Itulah Bu, aku jadi pengen seperti Luna, aku ingin bisa di atasnya dan aku juga mau sama laki-laki yang dicintainya. Akhirnya selama setahun penuh aku berusaha mengambil hati Alva, akhirnya dia bisa jatuh cinta sama aku, Bu. Ini sebuah keberhasilan yang luar biasa. Akhirnya aku bisa mengalahkan Aluna."
Dan saat itulah, semua yang telah dia dapatkan dengan cara licik terbongkar, Alva yang sudah merasa murka langsung membuka pintu kamar itu dengan wajah yang memerah menahan amarahnya. Sejak tadi Alva sudah berada di luar pintu dan mendengar semuanya.
"Jadi seperti ini muka asli kamu? Hahaha, ternyata selama ini aku hanya dibodohi dan dimanipulasi?" Alva tertawa sambil menahan air disudut matanya yang sudah akan tumpah. Sesak dan perih hatinya rasakan saat mengetahui sosok wanita yang dia nikahi itu ternyata membuatnya menghindari Aluna. Memanipulasi agar dia tidak mau berlama-lama dengan Aluna. Jahat, jahat sekali. Jika seandainya tahu kalau semua ini adalah rekayasa Mutia, ucapan wanita itu yang mengatakan jika Luna wanita buruk, suka menggoda laki-laki, suka tebar pesona, suka mencari perhatian di tempat kerjanya. Semua hal-hal buruk yang diucapkan Mutia selama ini hanyalah omong kosong belaka.
Alva benar-benar tidak menyangka jika dia bisa terpengaruh dengan ucapan wanita licik seperti itu.
"Hahahaha!"
Dia menertawakan dirinya sendiri yang ternyata selama ini dibodohi oleh wanita yang sudah menjadi istrinya saat ini. Semua perasaannya pada Mutia langsung lenyap begitu saja. Rasa itu berubah menjadi benci yang langsung mengakar di hatinya. Alva bahkan saat itu berusaha menjaga perasaan Mutia dengan mengatakan hal buruk pada Aluna ketika wanita itu meminta pertanggung jawaban atas benih yang dia tanam di rahimnya. Mengatakan jika dia tidak menginginkan benih itu karena kekalutan di hati. Saat itu hati Alva benar-benar bimbang, tetapi dia tetap memilih Mutia karena tidak ingin wanita itu kecewa.
Akan tetapi, apa yang dia dengar tadi? Sungguh Alva merasa menjadi manusia paling bodoh sedunia karena telah berhasil membuat wanita yang mencintainya dengan tulus berakhir membencinya.
"Alva? A-aku bisa jelasin!"
"Udah lebih dari jelas! Ternyata selama ini gue ditipu mentah-mentah oleh wanita kayak elu! Dasar wanita sialan!" Teriak Alva menggelegar di seluruh ruangan.
"Nak Alva, tolong maafkan Mutia, dia seperti ini karena terlalu mencintai nak Alva. Tolong jangan sampai kalian ribut besar."
"Bu, anak Bu Trias udah bohongi saya selama ini. Dia ternyata melakukan hal yang sangat keji bahkan sampai saya menjaga jarak dari Aluna karena kiriman foto-foto itu ucapan fitnah yang dia katakan. Jujur, saya nggak pernah jijik sama Aluna, tetapi saya diam dan menghindar dari Aluna selama ini karena tidak ingin Aluna malu jika saya koar-koar dan memarahinya dia tentang masalah foto tidak senonoh itu. Tapi untung saja saya tidak marah sama Aluna secara langsung, hanya dalam hati dan itu hanya untuk saya sendiri," ujar Alva kali ini dengan nada tajam dengan pandangan menyoroti mertuanya itu.
"Padahal yang sebenar Aluna tidak tahu apa-apa, dia bahkan tidak tahu jika selama ini seorang wanita yang sudah dia anggap sahabat sendiri tega sekali menghancurkannya!"
Saat itu juga Mutia langsung bersujud memeluk kaki Alva saat pria itu ingin mengucapkan kata sakral, bahkan Bu Trias ikut bersujud untuk menahan Alva agar tidak mengucapkannya. Alva bergeming di tempat. Dia tidak suka melihat Bu Trias yang menangis dan memohon. Akhirnya Alva langsung pergi meninggalkan kamar itu dengan kemarahan yang luar biasa.
Akan tetapi, hubungan itu tetap tidak akan bertahan lama karena memang sejatinya Alva menunggu sampai setahun pernikahan baru mengurus perceraian karena dia juga tidak ingin keluarga besarnya malu jika ada perceraian diantara mereka di mana usia pernikahannya baru berjalan beberapa hari.
Mau ditaruh di mana muka ayahnya Alva yang seorang pebisnis handal yang sudah dikenal banyak orang itu jika perceraian pernikahan anaknya yang baru seumur jagung itu menjadi viral. Bisa sangat mempengaruhi saham perusahaan dan Alva sangat berpikir matang untuk itu.
Alhasil, Alva mengajukan gugatan cerai ke pengadilan setelah setahun pernikahan mereka yang tidak pernah ada hangatnya itu. Alva yang jarang pulang ke rumah karena muak pada Mutia dan juga Mutia yang masih selalu berusaha mengemis maaf pada Alva, bahkan jika Alva pulang ke rumah, Mutia akan memakai pakaian seksi berharap Alva akan berhasrat.
***
Alva tersentak dari lamunannya di masa enam tahun lalu, saat di mana akhirnya dia mengetahui semuanya tentang kebusukan Mutia dengan segala akal liciknya.
Menyesal? Sangat! Dan karena hal itulah dia sangat gencar mencari Aluna untuk meminta maaf pada wanita itu. Alva bahkan dengan terang-terangan mengatakan pada Mutia jika dia sangat mencintai Aluna. Berkali-kali bahkan entah sudah ribuan kata yang dia katakan pada Mutia jika hatinya hanya untuk Aluna. Satu yang tidak Alva katakan yaitu tentang kehamilan Aluna karena Alva tidak ingin jika Mutia tahu, wanita licik itu akan menyakiti Aluna dan anak mereka.
Hari ini weekend, rencananya Alva akan pergi ke rumah Om Bima untuk menemui Aluna. Cukup sudah dia kemarin menjadi pengecut karena tidak sanggup memperlihatkan dirinya pada Aluna Ketika di rumah sakit. Kini sekarang Alva bertekad untuk benar-benar menampakkan diri.
"Pakai ini aja, ya? Ini kemeja yang dibelikan Luna, cakep banget gue," gumam Alva melihat penampilan di depan cermin. Narsis sendiri melihat penampilannya yang tengah memakai kemeja berwarna abu-abu muda pemberian Aluna.
Jika dulu Alva jarang memakai pemberian Aluna karena eman–takut jika nanti cepat pudar atau rusak, tetapi tidak dengan sekarang. Alva suka sekali memakai semua barang yang diberikan oleh Aluna. Seperti jam tangan, dasi, kemeja, sepatu, bahkan beberapa barang yang menurutnya dulu tidak begitu penting, sekarang menjadi barang yang paling berharga.
Alva datang ke rumah Aluna sekitar jam 9, dia sudah izin pada ayahnya dan ibunya, minta restu dari kedua orang tuanya agar bisa meluluhkan hati wanita yang sangat dicintainya itu.
Saat ini dia sudah berada di depan rumah besar bergaya eropa tersebut. Pintu gerbang yang terbuka lebar membuat Alva langsung memasukkan mobilnya ke halaman depan.
"Bismillahirrahmanirrahim." Alva merapalkan doa dalam hati. Dia begitu grogi dan gugup saat keluar dari dalam mobil.
"Mudah-mudahan aku nggak ditendang sama Aluna. Tapi nggak apa-apa deh, ikhlas aku kalau yang nendang dia," gumam Alva senyum-senyum sendiri.
Akhirnya Alva melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Beberapa penjaga sudah sangat hapal dengan Alva karena pria itu selalu datang meskipun kadang diusir oleh sang majikan.
Alva mengucapkan bismillah terus-menerus dalam hatinya, semoga dia tidak ditampar oleh Aluna. Tangannya terulur mengetuk pintu, suara ketukan itu terdengar begitu nyaring.
Setiap detiknya membuat Alva merasa begitu gugup. Suara kunci diputar terdengar dari dalam dan perlahan pintu pun terbuka.
Jangan ditanya bagaimana ekspresi Alva, bahkan hatinya saat ini sudah tidak karuan rasanya. Bagaimana nanti dia akan bersikap, seperti apa rupa anaknya, sungguh Alva merasa grogi dan tidak sabar.
"Paman siapa?" suara anak kecil dengan bahasa inggris yang fasih menyapa indra pendengaran Alva dan mantannya langsung membulat sempurna ketika melihat sosok anak laki-laki tampan di depannya ini.
Bersambung.