Unit Lima

1450 Words
Raon mondar-mandir di ruang Komandan Sugi sambil memijit kepalanya yang pening. Dia terus saja protes tiada henti mengenai anggota baru di timnya. Sementara itu, Komandan Sugi hanya mengangguk sambil menyeruput kopi, minuman wajibnya di siang hari, lalu mengangguk lagi seolah mengerti akan kekhawatiran Raon, padahal dia tak peduli sama sekali. "Mas! pokoknya Gua gak mau. Apa-apaan coba, semua gak ada yang waras. Mas kira kasus kriminal buat ajang main-main? ajang coba-coba, gitu?" "Aduh, terima aja napa sih On, mereka itu cuman butuh pemimpin yang bener. Gua yakin mereka pada pinter-pinter, apalagi princess Gua si Roje dia udah berhasil disatu kasus, tau gak," "Justru Roje itu yang paling nyebelin. Oke, Gua terima yang dua. Tapi, si Roje tarik balik. Males Gua satu tim ama dia." "Eh bangsul, minta Gua turunin pangkat Lu jadi polisi lalu lintas?" Komandan Sugi mencoba mengancam Raon. "Ya ude turunin aja. Gak masalah tuh buat Gua. Kapan Gua bakal jadi polisi lalu lintas?" Raon malah menantang Komandan Sugi. "Aduh, On ..." "An On An On, Raon. Panggil yang lengkap!" "Galak bener ih, Gua kan atasan Elu." "Budu," Raon melengos kesal, sambil menghempaskan dirinya ke sofa di depan meja kerja Komandan Sugi. "Lu tolongin Gua donk, si Roje sering ngintilin Gua. Kasus, Kasus. Lu atur aja dah, gak usah kasih tugas yang berat-berat, suruh dia jaga markas kek, bikin laporan kek, apa kek. Pusing Gua denger dia minta kasus mulu tiap hari." "Ogah! yang bener aja, yang satu berisik banget nyanyi-nyanyi gak jelas. Yang satunya lagi nabrakin diri kemana aja. Mau nambah si Roje yang rempong ama nyebelin itu? No way. No!" "Kalau Lu terima mereka, Gua bakal ijinin Lu investigasi kasus empat tahun yang lalu." Raon terdiam mendengar pernyataan Komandan Sugi. Dia menatap atasannya tersebut dengan serius, lalu segera beranjak ke meja kerja Komandan Sugi, "A-Apa? Gua ... gak salah denger?" tanya Raon karena belum yakin. "Serius. Kasus terakhir Lu yang gagal, yang buat Lu kehilangan satu anggota tim. Gua bakal ijinin Lu untuk usut kasusnya, tapi ... syaratnya Lu harus kerjain sendiri. Jangan bawa mereka, mereka masih baru dan kasus itu terlalu berbahaya. Gimana, deel?" "Mas gak lagi mau bohongin Gua, kan? kasus itu dipaksa tutup oleh dewan komisaris tertinggi. Mana mungkin mereka membiarkan kasus itu diusut lagi?" "Makanya Gua suruh Lu nanganin diam-diam. Berkas kasus itu belum dihancurkan, lagian Lu pasti masih nyimpan berkasnya sebagian, kan?" "Mas gak boleh narik omongan loh, gak boleh berhentiin Gua di tengah jalan kayak empat tahun lalu." "Hmm, Gua anggap Lu setuju. Oke, selamat datang kembali, Unit Lima." *** Sementara itu di markas Unit Lima, tiga anggota yang baru pertama kali bertemu tersebut mulai untuk mengakrabkan diri. Bobby yang ramah mulai mendekati dua rekannya lalu melambaikan tangan dengan ceria, "Hallo guys, I'm Bobby, pake dua B, pake Y bukan I. Nice to meet you all," ucapnya dengan senyum polos. "Halo Bobby. Gua Oryza Sativa. Panggil aja Ory biar lebih akrab." "Wah, Padi donk. Nice to see you, Padi." Bobby mengulurkan tangannya kepada Ory. "P-Padi? ah iya, Oryza Sativa artinya padi ye, hehe Nice to see you too, Bobby," Ory mennyambut tangan Bobby, lalu tersenyum cerah, "Oh iya, Komandan Sugi bilang, Rose anaknya ya? aduh seneng banget Ory bisa satu tim ama Rose." "Well, begitulah. Hmm ... yuk kita pilih meja. Gua disini yes, soalnya nih meja yang paling cakep dari semuanya. Kuaci, Lu pilih meja yang pojok aja, agak jauhan dari Gua," ucap Rose kepada Bobby, sambil menunjuk meja yang ada di ujung. "Apaan sih, kuaci kuaci. Nama Gua Bobby, Bi Ou Bi Bi Way, Bobby Man ..." "Gitu? oke, Kuaci Lu meja pojok. Nah meja di depan Gua untuk Oryza Sativa yang syantik. Gimana cucok, kan?" "Siap Mak, laksanakan!" Ory bergegas merapikan meja yang ditunjuk Rose. "Buset nih cewe, Gua dikacangin. Apaan sih, pilih-pilih meja segala. Kek jaman sekolahan aja," batin Bobby sambil menatap Rose dengan wajah cemberut. "C'mon C'mon, kita dekor meja kita, yuk ah," Rose sangat menikmati mendekorasi mejanya. Dia mengeluarkan barang-barang unik dari tasnya untuk menghias meja yang seharusnya dia gunakan untuk bekerja tersebut. *** Setelah membereskan meja masing-masing, Ory berlarian di lorong sambil menenteng kotak makanan di tangannya. "Bobby, Bobby, Gua punya ... Aaa!" Tiba-tiba Ory tersandung kakinya sendiri. Gubrak! Ory menabrak Rion yang juga berada di lorong, mereka berdua berguling di lantai. "Sialan, nih bocah ... t-tunggu dulu, ini kenapa kenyal, kenyal ...." Raon terjatuh di atas Ory. Tanpa disengaja, tangannya ternyata nyasar ke d**a Ory. Ory terbelalak, Raon lebih terbelalak lagi. "Wuaaaa!" Ory mendorong Raon lalu bangun dari tempatnya, "Ngapain Lu pegang-pegang d**a Gua? m***m Lu ya? Waa detektif m***m!" Ory berteriak. "Woy! Gua gak sengaja, m***m? m***m pala Lu, ngapain Lu pake jatoh segala!" Ory mundur sambil menutup dadanya, "Jangan deket-deket, Gua tabok Lu ye," "Lu kira Gua gak ada kerjaan? minggir!" Raon mendorong Ory, dia berjalan cepat masuk ke markas Unit Lima. Ory mengikuti dari belakang sambil waspada. Begitu masuk ke markas, Raon bertolak pinggang sambil menatap Bobby dan Rose yang tengah asik masing-masing di meja mereka. "Perhatian semua, Unit Lima resmi dibuka. Gua detektif Raon G William, atasan kalian ..." "Intruksi Kapt, kenapa nama Kapten Raon? Kapten keturunan korea?" Bobby bertanya karena penasaran. "Emanknya penting?" Raon menatap Bobby tajam, Bobby tersenyum lalu menundukkan kepalanya. "Raon itu Sebenarnya berasal dari Rawon. Nah dulu tuh emak die ngidam nasi rawon pas hamil," bisik Rose, tapi bisikannya cukup kencang hingga Raon dan Ory bisa mendengarnya. "Ah, gitu ternyata," Bobby mengangguk mempercayai perkataan Rose. "Roje, Lu diam aja bisa? Gua gedeg denger Lu ngomong," Rose acuh, sambil memeriksa nail art-nya engan santai, "Gua gak main-main kalau soal kerja, jika kalian bikin rusuh, Gua bakal kasih sanksi!" "Intruksi Kapt," Bobby kembali mengangkat tangan, "G dinama Kapten, itu inisialkah? singkatannya apa?" Raon menghela nafas, lalu melempar laptop yang sejak tadi dia tenteng kepada Bobby. Bobby kelabakan menangkap benda tersebut, lalu memeriksa isinya. "Lu hacker, kan? ngapain Lu pajang speaker musik di meja Lu? ganti tuh sama laptop, kerja yang bener, standby. Tiap Gua butuh Lu udah harus siap!" "Aye Kapten!" jawab Bobby dengan kencang sambil memberi hormat kepada Raon. "Elu, Mak Rempong. Bapak Lu nitipin Lu ke Gua, jadi Lu duduk rapi aja di meja. Jangan bikin ulah, jangan banyak cingcong!" Raon menatap Rose. "Jadi Gua disuruh duduk disini aja gitu? is is kejamnya dikau ... padaku ...." Rose bernyanyi, Raon menutup kupingnya karena suara cempreng tersebut, "Lu tau kan, Gua ini ahli penyamaran. Bodo, kalau ada kasus, Gua ikut. Titik. Gua tau sih, Gua syantik, tapi Gua juga handal dalam nanganin kasus," Rose mengibas-ngibaskan rambutnya, lalu menatap Raon dengan wajah sombong. "Aish, pokoknya Lu jangan bikin rusuh! trus ... Elu," Raon menunjuk ory. Ory otomatis menutup dadanya, lalu agak mundur menjauhi Raon, "A-Apa ... mau apa Lu, ha?" "Awas aja Lu nabrak Gua lagi, ini yang terakhir. Lu ulangin sekali lagi, Gua tugasin Lu ngatasin kasus orang c***l. Ngerti!" Raon melotot pada Ory. Ory balas melotot, akhirnya mereka berdua main pelotot-pelototan. Tiba-tiba sirine bahaya berbunyi, "Unit Tiga, ada perampok melarikan diri. Kini berada di wilayah jalan Buluh Cina. Segera meluncur ke lokasi. Diulangi, seorang perampok melarikan diri ...." pengumuman dari call Center berlangsung kurang dari satu menit. "Asik, ada kasus. Kapten, kuy kita berangkat. Go, go!" seru Bobby dengan semangat, sambil mengambil rompi anti pelurunya. "Eh Oon, Lu gak denger? mereka minta Unit Tiga. Kalian duduk anteng aja disini, gak akan ada yang manggil kalian," Raon menggelengkan kepalanya, lalu duduk di meja kerja miliknya yang belum dibersihkan. "Unit Lima, pengedar narkoba beraksi di kawasan bandara. Segera tangani. Dari informasi tersangka membawa 1.5 kg narkoba. Tersangka memiliki empat catatan kriminal. Diulangi, Unit Lima segera berangkat ke bandara ..." Pengumuman yang tiba-tiba dari Call Center membuat Raon terbelalak. Raon bergegas mengambil HT sambil mengomel, "Hei, kalian gila? Unit Lima baru dibentuk, dan kalian nyuruh nanganin kasus narkoba? narkoba kasus berat Unit Lima gak bisa nanganin!" "Raon ya? Raon aku Maudy, ketua call center ..." "Iye, Gua tau, tapi tim Gua gak bisa nanganin kasus ini!" "Gak ada unit yang standby. Kalian harus bergegas sekarang, kalau tidak pengedarnya bakal kabur," "Oke, Gua atasin sendiri," Raon berbalik. Tapi tanpa diduga, para anggotanya sudah tak terlihat, "Mereka kemana!" Raon mengambil rompinya, lalu bergegas keluar. Sementara itu Bobby, dan Rose sudah berlari dan hampir tiba di mobil dinas mereka, "Asik, kasus pertama. Gua yang nyetir, ya?" ucap Bobby kepada Rose yang menenteng kunci mobil. "Enak aja, Gua yang nyetir, Gua lebih pro dari Elu," Rose berbalik, lalu melambaikan tangannya kearah Ory, "Padi ... cepetan say, kita gak bisa buang-buang waktu!" "Bentar Mak Ros, Ory kesandung pot bunga, tunggu Mak!" Ory berlari dengan kakinya yang pincang, sambil nyengir kuda. Begitu Raon tiba di luar, darah tingginya kumat karena para anggotanya sudah bersiap di dalam mobil, "Woy para Cecunguk! kalian mau kemana!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD