chapter 3

1004 Words
Tanpa terasa sudah hampir satu bulan Lovita bekerja di flower butik. Lovita bekerja sebagai asisten desainer Acela. Dia akan mendesain baju terbaru, lalu akan ia serahkan pada Acela. Dan setelah Acela menyetujui desainnya, dia akan menyerahkan pada bagian penjahitan dan memulai untuk membuat pola. Dia sangat menyukai dengan modelnya. Acela juga memintanya untuk memperhatikan setiap penjahit, karena sering ada kesalahan dalam penjahit dan itu yang sering membuat Acela kesal. Sesekali Lovita membenahi pola yang terlihat salah. Jadi Lovita selalu berusaha agar tidak ada kesalahan dalam setiap pekerjaannya.   Usai mengecek ruang jahit, Lovita kembali keruangan pribadinya. Dia berjalan ke sofa empuk dan mengambil buku gambarnya. Dia memperhatikan gambar yang dibuatnya tadi. Beberapa desain terbaru yang harus ia serahkan pada Acela siang ini. Dia memperhatikan lima desain yang sudah dia buat dan menambahkan sedikit aksen pada beberapa desain yang dia buat. Ada lima baju atasan dan juga lima rok manis dengan model yang terbarunya. Rasa puas terpancar dari wajah Lovita setelah menyelesaikan seluruh pekerjaannya. Dia menaruh buku gambarnya di meja dan melirik jam.    Alarm jam di ponsel Lovita bordering. Dia pun mengambil ponselnya yang sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Dan itu artinya  ia harus menjemput Alvi dan Vendra. Dia segera merapikan barang-barangnya dan menaruhnya di meja. Dia akan memberikannya pada Acela sore ini, atau besok pagi. Dari sejak awal Lovita bekerja di butik ini, dia minta pada Acela untuk mengizinkannya menjemput kedua anaknya di sekolah. Karena dia ingin tetap menjaga kedua putranya dan tidak mengandalkan siapa pun. Walau pun Wisnu sudah menyediakan mobil dan supir untuk kedua putranya. Tapi menurutnya dia tetap harus mandiri. Dan beruntunnya Acela pun tidak keberatan. Bosnya itu sangat pengertian, bahkan beberapa kail dia meminta agar Lovita membawanya. Tapi dia sangat kasian jika harus membawa kedua putranya ke kantor. Mereka tidak akanbisa istirahat. Jadi dia hanya akan membawa mereka dihari weekend. Hanya untuk bermain sebentar, sambil mengecek penjualan dan kembali pulang. Dia tidak ingin kedua putranya itu menunggu terlalu lama.   Alvi dan Vendra adalah anak pintar, mereka bisa dengan mudah menghafal apa pun. Apalagi keduanya sudah sangat hafal angkutan umum yang akan langsung menuju rumah. Dan Lovita selalu menyediakan uang saku untuk keduanya. Mereka jarang menggunakan uang itu untuk jajan, karena Lovita selalu menyediakan bekal untuknya. Dan karena pekerjaan Lovita yang cukup padat membuatnya berani untuk pulang sendirian dari sekolah ke rumah. Lovita sangat panik karena mendapati Alvi dan Vendra tidak ada di sekolah. Ia memarahi beberapa satpam yang berjaga disana karena membiarkan anak kecil keluar gerbang sekolah sebelum di jemput. Dan saat ia menghubungi rumah, pembantu rumah Siska memberitahukan kalau mereka sudah ada di rumah. Dan semenjak itu Lovita selalu membuat alarm di ponselnya agar tidak terlambat menjemput mereka.   Bahkan saat itu Lovita sampai memarahi kedua putranya itu dan memberi memperingatan pada mereka untuk tidak melakukan hal itu lagi. Melihat Lovita menangis karena ketakutan. Alvi dan Vendra memeluknya erat. ” Maaf mom, kami janji gak akan ulangi lagi,” ucap keduanya bersamaan dengan rasa sesal. Lovita pun tak bisa berkata apapun lagi, ia hanya memeluk kedua putranya, ia takut untuk kehilangan lagi. Sudah cukup kehilangan yang ia rasakan. Jangan sampai Tuhan kembali mengambil apa yang ia miliki lagi. Melihat Lovita yang menangis membuat kedua putranya sangat menyesal dan menghapus air mata Lovita.   ****   Lovita memarkirkan mobil yang dibawanya dan langsung memasuki gerbang sekolah kedua putranya. Wisnu memaksanya untuk membawa mobilnya untuk memudahkannya menjemput kedua putranya itu dan kembali ke kantor. Pria itu sangat memperhatikannya, ia seperti seorang kakak yang melindunginya. Lovita selalu berdoa kebahagiaan untuk Wisnu dan Siska, mereka teramat baik dan tulus. Seorang satpam yang sudah mengenali Lovita memberi salam dan memanggilkan kedua putranya. Dia melihat putranya sedang bermain bola dengan beberapa temannya. Dengan lincah ia menggiring bola dan dengan sangat lihai menendang ke temannya. Hingga akhirnya temannya berhasil mencetak gol.   Permainan kedua putranya itu terhenti saat seorang satpam mendekati mereka. Mereka pun langsung mengambil tas yang mereka taruh sembarang tempat. Mereka beradu lagi mendekati Lovita dan memeluknya. Lovita pun tidak pernah bosan untuk memberikan ciuman di pipi kedua putranya. Dan dia berharap putranya tidak akan pernah malu, bahkan sampai nanti mereka besar. Lovita membawa mereka ke mobil dan kembali mengendarai mobilnya. Lovita menoleh pada kedua putranya, mereka terlihat lelah dengan aktifitas di sekolah dan membuat mereka tertidur di bangku belakang. Lovita hanya tersenyum dan kembali melajukan mobil saat lampu menunjukkan warna hijau.   Sampai di rumah Lovita memanggil pembantu di rumah untuk membantunya menggendong putranya yang tertidur. Lovita menggendong Alvi dan membawanya kekamar. Pembantu itu pun merebahkan Vendra di kasurnya. Dia juga membantu Lovita menggantikan baju santai untuk keduanya. Lovita menatap keduanya putranya, seakan ia masih sangat tidak percaya dengan adanya mereka dalam hidupnya. Banyaknya permasalahan disaat ia mengandung, bahkan dirinya yang hampir ingin membunuh dirinya sendiri beserta anak-anaknya. Membuatnya sangat tidak percaya mereka tumbuh menjadi anak yang sehat dan bahagia. Bahkan saat mereka lahir pun kondisi mereka sangat mengkhawatirkan.   Mereka lahir dalam keadaan prematur dan mereka harus berada di dalam inkubator selama satu minggu. Dan selama satu minggu itu Lovita hanya bisa berdoa untuk keselamatan mereka. Karena kondisi keduanya yang sangat-sangat tidak stabil. Banyak hal yang membuat Lovita merasa takut saat itu. Dia bahkan sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya jika Tuhan tidak menolong kedua putranya. Dia berpikir Tuhan sangat tidak menyayanginya, dia meninggalkannya dan tidak mempedulikannya. Sampai akhirnya dia sadar bukan Tuhan yang meninggalkannya, tapi dia yang menjauh dari Tuhan. Lovita berlutut setiap hari, meminta untuk keselamatan kedua putranya. Hingga akhirnya keadaan keduanya membaik dan dia bisa memeluknya.   Lovita mencium kedua putranya yang sedang tertidur. Sangat disayangkan ia tak memiliki waktu banyak untuk keduanya. Dia harus bekerja untuk memenuhi seluruh kebutuhan mereka. Walau pun Siska dan Wisnu memberikan semua yang dibutuhkan mereka, tapi Lovita tidak ingin terus menerus berpangku tangan. Apalagi dia sudah berniat untuk pergi dari rumah ini. dia ingin hidup dengan kedua putranya tanpa membuat orang repot. Dan karena itu dia selalu bekerja dengan keras, bahkan ia tidak lagi memikirkan dirinya. Dia tidak pernah melakukan perawatan yang sering Siska lakukan. Baginya uangnya hanyalah untuk kedua putranya. Dan yang penting putra-putranya bisa hidup dengan normal. Lovita keluar kamar dan kembali ke kantor.   *****                        
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD