BAB 5.

2097 Words
Hera memandang ke arah Cafe dengan pandangan takjub. Wanita itu berada di dalam mobil, memperhatikan dengan rasa penasaran yang cukup tinggi ke arah dua pasang kasmaran yang tengah berada di dalam cafe. "Uhhh.. imutnya"ucap Hera kelewat gemas pada Deren dan Luna yang tengah berbincang di dalam Cafe. Seolah-olah dia adalah ibu dari kedua anak-anak itu. "Heyy.. Wanita penasehat cinta, Apa kau tidak lelah menguntit pasangan yang sedang berkencan?"ucap Adrian yang kini berada tepat di sampingnya. Adrian menatap sang istri dengan pandangan heran, tingkah istrinya ini benar-benar membuatnya cukup bingung, masalahnya wanita ini jadi begitu terobsesi dengan berbagai persoalan cinta sahabatnya. Adrian terlihat bosan, sudah 1 jam dia memarkirkan mobilnya di pinggir jalan agar istrinya dapat memperhatikan Deren, dan mengirim pesan pada pria itu tentang berbagai jurus cinta. "tunggu saja"protes Hera saat Adrian menyalakan mesin mobilnya. "Hei,... Adrian, tidak. Hei.. jangan nyalakan mobilnya. Kita di sini dulu sebentar lagi saja"protes Hera pada Adrian, namun pria itu tidak menggubrisnya dan malah semakin bergerak maju untuk menjauh dari tempatnya dengan mobilnya. Pergi dari tempat itu. *** Adrian memarkirkan mobilnya di sebuah tempat parkir Swalayan, matanya melirik ke arah istrinya, wanita itu terlihat begitu jengkel. Kedua tangannya terlipat di depan d**a, wajahnya memberenggut nampak begitu kesal. Adrian menahan tawanya, Ia menyampingkan tubuhnya menghadap Hera, sebelah tangannya berada di atas stang mobil. Bibirnya mengulum senyum sebelum terkekeh. "Kau marah padaku?"tanya Adrian yang membuat Hera meliriknya tajam. Sebelah alis Adrian terangkat dengan ekspresi bingung. "Bukankah kau bisa melihatnya dari wajahku saat ini!" Adrian menyerngit, tangannya terulur meraih dagu Hera, lalu membolak balikan wajah wanita itu. Melihatnya seakan sedang memeriksa suatu hal. Seolah mencari sebuah noda pada wajah istrinya itu dengan seksama. "Aku tidak melihat apapun"Hera menarik wajahnya, membuat tangan Adrian terlepas dari sana. "jangan menyentuhku"protes Hera yang membuat Adrian terkekeh. "Aku tidak marah hanya kesal"ucap Hera seraya melipat kedua tangannya di depan d**a. Pandangannya lurus ke depan dan lagi-lagi membuat Adrian terkekeh. "Jangan bilang kau kesal karena tidak bisa melihat Deren berkencan"ucapan Adrian barusan membuat Hera meliriknya dengan tampang sinis, sebelum kembali mengalihkan wajahnya ke arah lain. "Ishh..., kau kejam sekali. Aku sedang membantunya, bagaimana bisa kau lakukan hal itu padanya!!”gerutu Hera kesal. Adrian hanya bisa menghela nafasnya lelah. Perhatian berlebihan yang Hera berikan seperti ini memang terkadang membuat Adrian kerepotan. "Bagaimana kalau kencannya tidak sesuai rencana, kau tahu dia begitu gugup"ucapan Adrian membuat Hera meliriknya. "Ayo kita kembali, aku tidak enak padanya" "tidak mau"tolak Adrian. "Adrian"gerutu Hera. "tidak boleh, pokonya tidak. Biarkan Deren yang berpikir tentang kencan yang sedang dilakukannya" "Kau kejam sekali"decak Hera kesal. Adrian mendesah frustasi, keras kepala wanita itu kembali,membuatnya harus ekstra sabar saat ini. "Kalau kita berkencan, segala perlakuan romantisku adalah ide dari seseorang yang memberitahuku, apa itu tidak menyakitkan untukmu?" Hera tertegun, pandangannya beralih menatap suaminya. "Aku rasa wanita itu juga akan merasa kecewa kalau tahu segala hal romantis yang dilakukan Deren adalah ide darimu" "Bukankah lebih baik Deren yang memikirkannya sendiri, hal-hal yang akan dilakukannya untuk Luna, wanita itu juga akan begitu senang pada Deren yang begitu bekerja keras untuk memikirkan semua hal romantis untuk dirinya" "hmm. Sepertinya... Kau ada benarnya "gumam Hera, merasa jika ada benarnya perkataan Adrian barusan. Ia jadi berpikir jika hal itu cukup benar dan masuk di akal. Ia juga pasti akan kecewa jika hal-hal romantic yang Adrian lakukan padanya adalah ide dari orang lain. Perintah orang lain, bukan dari pikiran dan hatinya sendiri. "Suamimu ini memang selalu benar"ucap Adrian yang membuat Hera mendecih mendengarnya. Inilah kenapa Hera selalu berpikir dua kali jika ingin memuji Adrian. Pria itu selalu merasa bangga pada dirinya sendiri. "Aku tidak mau memujimu, lebih baik kita cepat belanja. kasian mommy, nenek dan Allea di rumah"Hera melepaskan seatbeltnya, setelah itu keluar dari dalam mobil. *** Hera dan Adrian tengah berada di dalam pusat perbelanjaan. Hera berjalan di hadapan Adrian seraya melihat setiap rak, diikuti oleh Adrian di belakangnya seraya mendorong troli belanjaan. Hera menatap catatan kecil miliknya dan ke arah rak-rak di sana. Ia memasukan beberapa barang yang ia butuhkan dan yang tercatat di dalam catatan kecil yang dibawanya. Tiba-tiba Hera menghentikan langkahnya tepat di hadapan rak tempat shampo untuk anak kecil. Hera ingin membelikan shampoo untuk Allea. Hera mengambil salah satu shampo rasa jeruk, mendekatkannya pada indra penciumannya agar dapat menghirup aromanya. "Kau mau pilih yang mana?"tanya Adrian seraya menyandarkan dagunya di bahu Hera. "Aku bingung, menurutmu rasa jeruk atau strawberry?"Hera mengarahkan shampo yang terbuka ke arah bahu sebelah kanannya, dimana wajah Adrian berada. Pria itu mengendus kedua aromanya secara bergantian. "Aku lebih suka strawberry"ucap Adrian. "Bagaimana kalau jeruk" "Strawberry adalah hal yang paling anak perempuan sukai" "Jeruk juga"Hera membalikan tubuhnya menghadap Adrian. "Strawberry saja" "Jeruk" "Strawberry" "Jeruk " "Strawberry istriku"ucap Adrian yang berakhir dengan senyum hangat. "M.. M... M... M... Tidak, jeruk"ucap Hera seraya menggelengkan kepalanya. "Aishh... Strawberry" "Jeruk" "Strawberry" "Aku mommynya dan menurutku jeruk adalah hal yang cocok untuk putriku" "Dan aku daddynya... Putriku suka strawberry" "Jeruk" "Strawberry" "Jeruk" "Strawberry" Tanpa mereka berdua sadari ada seorang wanita paruh baya yang menatap bingung kedua pasang bodoh yang masih saja berdebat tentang hal tak penting itu. "permisi menurutmu rasa apa yang cocok untuk anak kecil berusia 3 tahun?"tanya Adrian pada seorang wanita yang tak sengaja melihat perdebatan bodoh diantara mereka saat ini. "Strawberry kan?"Lanjut Adrian. "Jeruk benarkan... Wanginya begitu menyegarkan" "Eunghh.. "Gumam wanita itu seketika bingung. *** Kini keduanya memasuki kasir, mereka berdua menyelesaikannya perdebatan bodoh itu atas nasehat wanita paruh baya itu dengan membeli keduanya.. "Halo Hera, sudah waktunya untuk berbelanja"sapa seorang kasir pria yang kini tersenyum begitu manis pada Hera. "Halo Rey, kau yang bertugas hari ini"balas Hera seraya mengeluarkan barang belanjaannya. "ya... Aku jadi bisa bertemu denganmu hari ini" "Ekhem"Keduanya menoleh pada Adrian, pria itu merasa terabaikan, dan dia sedikit merasa tidak suka pada pria itu. "Ahh... kau datang dengan seseorang kemari!"Tanya Rey ketika melihat Adrian berdiri di luar kasir, menatap mereka berdua dengan tatapan kesal. "Kenapa? Kecewa"ucap Adrian sarkatis yang membuat Hera menyenggol lengannya. "ya... Aku dapat diskon dengan sereal ini, aku dengar ada promo tentang ini"ucap Rey seraya terkekeh. "Ckck... Wanita memang selalu tahu tentang itu, kabar angin tentang promo memang begitu cepat tersebar di kalangan wanita"ucap Rey terkekeh. "Tentu saja... Itu adalah hal penting bagi kami" "Mau pakai cash atau kartu kredit?"tanya Rey seraya menatap Hera dengan senyum dibibirnya. Pria itu begitu senang tersenyum. "Kartu kredit saja"Adrian mengeluarkan kartu kredit dari dompetnya, lalu memberikannya pada Rey. "Aku jarang membawa uang cash, jadi pakai ini saja"sombongnya. "Aku bisa melihatnya"ucap Rey sarkatis. "Wanita ini terlalu tua untukmu!"ucap Adrian dengan smirk di sudut bibirnya, yang membuat Hera menatapnya protes, sementara Rey hanya tersenyum mendengarnya. "Aku suka yang lebih tua”ucapan Rey membuat Hera membulatkan kedua matanya, sementara Adrian mendesah dramatis. Ia mengalihkan wajahnya sebelum kembali menatap Rey dengan tatapan kesal. "Tapi dia sudah punya suami" "Aku tahu.. Silahkan pinnya"Rey tersenyum, membuat Adrian berdecak pada bocah pria dihadapannya. "Maafkan aku... Dia hanya bercanda"ucap Hera yang merasa tidak enak hati pada Rey. "Tidak apa-apa jangan khawatir, aku juga hanya bercanda"ucap Rey yang kemudian tesenyum hangat padanya, matanya beralih pada Adrian dan tersenyum namun sedikit tidak suka dari sorot matanya. *** Setelah selesai Adrian mengambil tas belanjaan tersebut dan berjalan cepat untuk pergi dari sana,  Hera berjalan mengekori Adrian ke arah parkiran. "Lucu sekali , haha.. candaanmu begitu lucu" "Entah bagaimana caranya aku akan belanja dan berhadapan lagi dengannya, rasa cemburumu itu berlebihan"gerutu Hera yang menatap Adrian dengan wajah memberenggut. Adrian mengehntikan langkahnya dan berbalik menghadap Hera yang berdiri di belakangnya. "Sejak kapan kalian akrab? Kau pasti begitu bahagia, sudah tua dan punya seorang anak tapi masih begitu ditaksir banyak pria"ucap Adrian sarkatis. "Apa katamu? Apa yang kau bicarakan sih.. Kau tahu itu Swalayan terdekat dari sini, aku sering ke sini karena lokasinya yang dekat dan juga cukup lengkap. Kalau kau hanya cemburu karena dia naksir padaku itu benar-benar konyol" "Kau juga banyak yang naksir, kau kira saat kita jalan berdua tidak ada yang melihatmu, sepanjang jalan aku menahan rasa kesal karena banyak wanita yang melirikmu dengan rasa Cinta di mata mereka. Tapi aku tidak cemburu karena aku tahu kau hanya mencintaiku" "Kenapa tidak cemburu, kau tahu aku begitu kesal setengah mati karena kau terlihat biasa saja ketika aku berdekatan dengan wanita" "Haruskah... Kau mau aku bagaimana? Marah-marah karena cemburu!" "Ya... Terserah, setidaknya aku jadi tahu kalau kau begitu mencintaiku"ucapan Adrian membuat Hera terhenyak. "Hah!... Yang benar saja"desah Hera frustasi. Lalu mengalihkan wajahnya kea rah lain. *** Hera dan Adrian terbaring di atas kasur, Adrian tidur membelakangi Hera. Hera berbalik menghadap punggung Adrian. Wanita itu merasa tidak nyaman dengan pertengkaran diantara mereka berdua. Sejak kembali dari Swalayan Adrian terus mendiaminya. Dan hal itu membuat Hera tidak nyaman dan merasa begitu bersalah. Hera bangkit menjadi terduduk, matanya melirik Adrian yang tertidur memunggunginya. "Adrian ...kau masih marah padaku?"Tidak ada sahutan, pria itu hanya diam. "Maafkan aku"ucap Hera kemudian. Terdengar suara Adrian mendesah, pria itu lantas bangkit menjadi ikut terduduk. Tangannya menggaruk kepala belakang rambutnya, lalu menautkan kedua tangannya. "Maafkan aku... Aku tahu aku berlebihan, seharusnya aku percaya padamu" Hera melirik Adrian yang berada di sebelahnya. Kemudian ia mendesah lelah. Tidak ada yang boleh keras kepala di sini. Hera tahu, apa yang di rasakan Adrian karena ia juga merasakannya. Dan dia harus mengerti, perasaan semacam itu. "Terima kasih, kau tahu aku hanya mencintaimu"Adrian menoleh pada Hera, tangannya meraih tangan Hera dan menggenggamnya erat. Ibu jarinya bergerak memutar di atas punggung tangan istrinya. "Aku lebih mencintaimu" Hera tersenyum begitu juga dengan Adrian. Adrian bergerak mendekat, lalu mencium bibir Hera, matanya terpejam diikuti oleh Hera. Keduanya saling melumat bibir satu sama lain. Kedua bibir itu saling melumat secara bergantian, menyesap dan melakukan gigitan kecil di sana. Kedua tangan Hera beralih pada leher Adrian, dengan perlahan merabat naik pada belakang bag. Belakang kepala suaminya. Tangan Hera masuk pada rambut Adrian, hingga membuat helaian rambut Adrian berada disela jemarinya, tangannya meremas sedikit kuat pada rambut suaminya. Sementara tangan kiri Adrian beralih menahan tengkuk Hera untuk memperdalam ciumannya. Dan tangan kanan Adrian merambat naik ke lingkaran pinggang Hera, meraih ujung piyama istrinya, perlahan mencoba menelusupkan tangannya ke dalam pakaian Hera. Tangannya mengelus tubuh bag. belakang istrinya, bergerak memutar, merasakan hangat kulit tubuh Hera yang begitu lembut. Adrian mendorong pelan tubuh Hera menjadi berbaring dan menindihnya. Kedua tangan Adrian merambat naik turun dipinggang Hera lalu berhenti. Hera merasakan birahi Adrian yang cukup besar, mengingat ciuman pria itu terasa begitu menuntut. Hera teringat, nenek dan sang ibu mertua ada di sini dan itu sukses membuat moodnya berubah. Hera menurunkan tangannya pada bahu Adrian. Mendorong pelan bahu pria itu hingga melepaskan tahutan bibir mereka. "Kenapa ?"ucap Adrian kesal. "Kita tidak bisa melakukannya, ada mommy dan nenek di sini, aku takut mereka mendengar kita" "Mereka tidak akan mendengarnya kau tidak perlu takut"Adrian kembali mencium Hera, mencium wanita itu dengan menuntut. Tapi lagi-lagi Hera mendorong tubuh Adrian menjauh. "aku rasa ini tidak bagus, aku benar-benar tidak nyaman kalau melakukannya, ada mommy dan nenek aku takut mereka mendengarnya" Adrian tak menggubris Hera, pria itu kembali mencium istrinya. "Adrian"protes Hera seraya mendorong tubuh Adrian. "Aku sudah bilang mereka tidak akan mendengar, kalaupun mereka mendengarnya. Mereka akan berpura-pura tidak mendengarnya, kau tahu ini begitu menyiksaku, aku begitu menginginkannya malam ini" Adrian berusaha kembali meraih bibir Hera, namun wanita itu bersikeras menjauh, membuat Adrian frustasi. Adrian tak kehabisan akal, pria itu beralih mencium leher jenjang Hera bahkan langsung menghisapnya kuat, namun Hera kembali menghentikan aksi sang suami. "Akhh.., Apa tidak apa?" Adrian mendesah kesal, digulingkan tubuhnya ke arah kanan Hera, dan kembali tidur memunggungi Hera. Hera kira dirinya akan merasa sedikit lega karena Adrian tak jadi meneruskannya, tapi melihat pria itu kembali merajuk malah membuatnya merasa bersalah. "Adrian  kau marah?"Hera mengetuk-ngetuk jarinya dipunggung Adrian. Pria itu tak menggubris, begitu kesal dengan istrinya. "Jangan sentuh aku" Hera menyerngit, sepertinya suaminya saat ini benar-benar marah. "Kenapa ? Kau begitu marah padaku"Tanya Hera seraya kembali menusuk jarinya ke punggung Adrian. "Aku bilang jangan.. Aku berusaha menghilangkan keinginan itu saat ini, kalau kau menyentuhku lagi, aku pastikan aku akan melakukannya" Hera tertegun, perkataan Adrian barusan malah membuatnya merasa bersalah. Hera mendesah frustasi. Dia menginginkannya juga, tapi di sisi lain dia takut mommy dan nenek mendengar mereka. "Mian... Aku hanya khawatir mereka mendengarnya, itu membuatku malu.. Mianhae" "Kau marah padaku?" ""Hera menyentuh lengan Adrian dengan jari telunjuknya. "Shitt! Kau baru saja membuat ku tak bisa menahannya lagi, selamat" Adrian kembali menindih tubuh Hera,  sebelah tangannya meraih remote yang berada di atas meja nakas,menyalakan TV yang berada dikamar mereka, dengan volume sedang. "Mereka benar-benar tidak akan mendengarnya, tidak ada lagi alasan" Hera tersenyum lalu mengangguk, membuat Adrian ikut tersenyum. Adrian kembali meraup bibir Hera, dan wanita itu dengan senang hati menyambut ciuman manis dan panas itu padanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD