Bab 52

2524 Words
Malam hari tiba, keempat laki-laki sudah berkumpul di cafe` Dragon's untuk mengobrol santai atau sekedar berkumpul saja, mereka berempat juga sudah memesan cemilan serta minuman untuk menemani mereka bebrincang. "Van, Tia mana?" tanya Rega. "Nyusul nanti," jawab Revan yang membuat ketiga laki-laki tersebut hanya ber Oh ria saja. Bary berkata, "Siska, Rima, Rayna lagi otw kesini." Ketika melihat isi pesan grup yang membaut mereka bertiga hanya manggut-manggut sambil sesekali menyeruput minuman yang ada di hadapan mereka. "Lu enggak kerja Ga?" tanya Riko ketika melihat sahabatnya tidak memakai baju cafe` Dragon's tersebut, Rega tersenyum tipis lalu menyahut, "Gue libur, kesini ya karena nih orang mau ngumpul disini aja." Bary sontak menyela, "Lah gue ngajak kesini karena gue kira lu kerja, jadi biar sekalian gitu." "Makanya apa-apa mah nanya dulu," cetus Rega. "Yailah lagi juga untung-untung bantu usaha teman," balas Bary sambil menaikkan kedua alisnya membuat Rega yang melihat hanya terkekeh pelan sambil menggelengkan kepalanya. Hingga 30 menit berlalu, Revan melihat ke arah jam di tangannya lalu berkata, "Cewek-cewek sudah sampai mana? Coba tanyain." Bary yang mendengar baru saja ingin mengetik pesan untuk bertanya, pintu cafe` terbuka membuat mereka menoleh ke arah tersebut. "Nah itu mereka," kata Bary yang kini menaruh kembali ponselnya di atas meja. "Sorry, gue tadi jemput Rayna sama Rima dulu," kata Siska ketika sudah berada di depan meja keempat laki-laki tersebut. Rega berkata, "Duduk, duduk." "Loh, Tia mana?" tanya Rima ketika tidak melihat sahabatnya tersebut, kedua gadis yang lainnya sontak menatap dengan penuh tanda tanya. "Gue kira dia bareng lu pada," jawab Riko. Bary menyela, "Coba Van kabarin adik lu, dia mau kesini apa enggak." Revan lantas langsung mengambil ponselnya untuk mengabari sang adik, sedangkan ketiga gadis tersebut kini duduk denga santai. "Enggak usah," ujar Rega yang membuat mereka mengerutkan keningnya bingung. "Lah kok enggak usah?" tanya Rima dengan bingung. Rayna bertanya, "Dia udah ngabarin emang?" Rega menoleh ke arah mereka lalu menggelengkan kepalanya membuat mereka yang berada disana semakin dalam mengerutkan keningnya dengan bingung. "Tuh," ucap Rega dengan mata yang melihat ke arah pintu cafe` semua sontak menoleh dengan sorot mata yang penasaran. "Lah tub orang berdua kok bisa bareng? Lu nyuruh Van?" tanya Bary, Revan sontak menggelengkan kepalanya pelan yang membuat mereka yang melihat mengerutkan keningnya. "Kayanya Alex benar-benar jatuh ke pesona Tia," cetus Siska yang membuat mereka tanpa sadar mengangguk seraya setuju atas perkataan gadis tersebut. Tia melangkah dengan raut wajah sedikit kesalnya, hingga dimana gadis tersebut mengerutkan keningnya ketika ia menjadi pusat perhatian sahabatnya. "Kenapa lu pada nglihatin gue?" tanya Tia dengan sedikit jutek. "Lu kok bareng sama Alex? Habis jalan ya?" tanya Rima sambil menatap dengan raut wajah meledek, sedangkan yang lain sontak menatap seolah menunggu jawaban gadis tersebut. Alex kini tepat berada di samping gadis tersebut lalu bertanya, "Kenapa enggak duduk?" Dengan nada yang lembut membuat gadis tersebut mendongak sejenak lalu mendengus kesal sebelum akhirnya duduk disamping Rayna. "Lu berdua habis jalan ya?" tanya Bary dengan sorot mata ke arah Alex, laki-laki tersebut sontak menyahut, "Naik motor." Bary yang mendengar jawaban sahabatnya sontak menatap tidak percaya, ia menyenderkan tubuhnya ke kursi yang ia duduki. Bary nencetus, "Bodo amat, susah ngomong sama lu mah." "Daritadi bukannya udah ngomong?" tanya Alex seolah tidak mau menyudahi debat yang tidak penting tersebut, Revan terkekeh sejenak sebelum akhirnya, "Sudah. Lu juga jangan nanya mulu." Bary yang mendengar hanya menatap kesal saja ke arah Alex yang kini menyeringain tipis. Rega bertanya, "Kenapa muka lu? Kayanya bete banget." Gadis tersebut hanya terdiam, raut wajahnya emang tidak bisa disembunyikan kalau ia benar-benar bete, Alex yang melihat hanya terkekeh pelan. "Teman lu tuh tadi tiba-tiba ada dirumah gue," cetus Tia dengan nada kesal, semua sontak mengerutkan keningnya lalu melirik ke arah Alex yang dengan santai menatap mereka balik. "Disuruh Bang Rey," kata Alex yang membuat Revan kini mengenryitkan dahi kalu bertanya, "Bang Rey nyuruh lu jemput Tia?" Alex hanya manggut-manggut dengan santainya. "Kenapa lu punya nomor Bang Rey? Kenapa juga Bang Rey nyuruh lu?" tanya Tia dengan nada emosi yang tidak habis pikir, pasalnya abang pertamanya tidak akan semudah itu didekati apalagi soal menyangkut laki-laki. Alex menghendikkan bahunya, Revan sontak mencetus, "De kayanya lu bakal dalam pengawasan deh." Tia menatap heran ke arah abangnya sebelum bertanya, "Maksut lu dalam pengawasan?" "Maybe, Bang Rey percaya sama Alex untuk lebih ngejaga lu, jadi kemungkinan besar lu boleh pergi kalau ada Alex, ini diluar kalau lu sama gue dan Rega ya," jelas Revan yang membuat Tia lantas langsung menoleh ke arah Alex yang terdiam saja mendengarkan. Tia menghela nafasnya dengan frustasi. "Aish! Masa iya gue setiap mau pergi tanpa lu berdua tapi harus bawa dia si," cetus Tia dengan kesal, ia bersedikap menatap lurus ke arah Alex dengan sorot mata yang kesal. "Calon suami coy, makanya dipercaya," ujar Riko yang membuat Alex mengulumkan senyum tipisnya, Tia malah semakin menatap kesal. "Duh gue si enggak bayangin kau kalian benar sampai nikah," kata Siska dengan senyuman seraya mengkhayal indah. Rayna berkata, "Dulu lu enggak mau dijodohin terus mau jadiin Alex pacar bohongan, eh tahunya Alex malah yang dijodohin sama lu." "Hah? Seriusan? Gilaa kayanya takdir emang berpihak di lu berdua si," kata Bary yang terkejut akan perkataan Rayna. Revan bertanya, "Serius De?" Tia hanya terdiam sejenak sambil menyenderkan tubuhnya di kursi yang ia duduki. "Kan lu tahu gue enggak mau di jodoh-jodohin," jawab Tia dengan santainya yang membuat Alex kini terdiam menatap lurus ke arah gadis tersebut, perasaannya sesak seolah tidak terima kalau Tia berkata seperti itu. Rayna menyenggol gadis tersebut yang membuat Tia menoleh sambil memgerutkan keningnya bingung. "Apaan si Na?" tanya Tia dengan heran, Rayna mengkode melalui mata yang membuat Tia mengerutkan keningnya sejenak sebelum akhirnya mengikuti arah pandang sahabatnya tersebut. Alex beranjak berdiri lalu berkata, "Gue keluar dulu." Semua dibuat terdiam akan perubahan laki-laki tersebut, Tia yang melihat sontak memejamkan matanya lalu merutuki dirinya, "Ahh begoo banget lu Ti!" Revan berkata, "Mulut lu harus di kontrol De, lu harus lihat sikon biar lu enggak bikin sakit hati orang." Tia memasang raut wajah pasrahnya. "Tapi itu kenyataannya Bang," kata Tia yang seolah tidak mau disalahkan. "Ti walau itu kenyataannya lu enggak harus ngomong depan orangnya," ujar Siska. Rayna menimbrung, "Samperin sana." "Kayanya Alex terpukul banget si sama kata-kata lu," cetus Rima yang membuat Tia kini menghela nafasnya gusar, gadis tersebut menatap ke arah sahabatnya lalu ke arah empat laki-laki yang terdiam menatap sendu. "Gue sebenarnya enggak mau ikut campur, cuman Alex jatuh hati sama lu tanpa perjodohan tersebut," jelas Bary yang membuat Tia kini menatap diam sahabat Alex tersebut. Riko menimbrung, "Lu tahu? Alex pernah mukul Rega gara-gara Rega bilang mau mainin lu." Tia sontak menoleh ke arah Rega yang mengangguk pelan akan pernyataan Riko. "Ah lu pada malah semakin bikin gue bersalah!" seru Tia yang kini beranjak berdiri lalu melangkahkan kakinya keluar cafe` semua sahabatnya hanya menatap melongo akan kepergian gadis tersebut. "Lah dia malah ngambek," kata Rima. Rayna menyela, "Bukan, dia mau nyamperin Alex kayanya." "Udah biarin saja mereka," kata Riko. "Jadi kita mau bahas apa nih?" tanya Rega yang kini menoleh ke arah Bary yang masih menatap ke arah pintu cafe`tersebut yang membuat Bary tersadar lalu menyahut, "Kita bahas apa saja yang mau dibawa." Siska bertanya, "Gue bawa makanan deh." "Makanan mah pasti, jangankan lu. Gue juga pasti bawah maemunah," kata Rima yang membuat Siska mengerucutkan bibirnya, Revan yang melihat jelas hanya terkekeh pelan ke arah gadis tersebut. Sedangkan di sisi lain Alex kini berada di parkiran Cafe` Dragon's tersebut sambil membakar rokok yang seolah membuang rasa sesaknya melewati kepulan asap tersebut, sesekali ia memandang langit yang masih belum terlalu gelap. Tia keluar lalu celingka-celinguk mencari keberadaan laki-laki yang sudah terlebih dahulu keluar, sorot matanya kini terpaku ke arah sosok Alex yang sedang merokok. "Lex," panggil Tia yang membuat Alex sontak terkejut lalu ingin mematikan rokoknya namun ditahan oleh gadis tersebut. "Enggak papa ngerokok saja. Santai," kata Tia dengan lembut, gadis tersebut kini menghela nafasnya menatap laki-laki tersebut sambil bersandar di motor yang terparkir disana. Alex mengernyitkan dahinya lalu bertanya, "Lu ngapain keluar?" "Lu sendiri ngapain tiba-tiba keluar?" tanya Tia balik yang membuat Alex terdiam sejenak, laki-laki tersebut menatap langit dengan rokok yang masih berada di tangannya tanpa ia hisap. "Kenapa rokoknya di diamin saja?" tanya Tia dengan heran. Alex menjawab, "Kata lu enggak boleh dimatiin." Gadis tersebut yang mendengar sontak terdiam menatap melongo ke laki-laki tersebut, ingin sekali ia menjambaknya dengan rasa gregetan. "Ya lu ngerokok aja maksutnya, bukan lu diamin gitu," ujar Tia yang membuat Alex hanya melirik sejenak ke arah rokok yang berada di jemarinya namun tidak ia hisap. "Gue enggak mau lu kena asap rokok," kata Alex yang membuat gadis tersebut terdiam sejenak terlebih kini rokok yang berada ditangan Alex dibuang lalu di injak, setelahnya Alex mengambil putung rokok tersebut dan membuangnya ke tempat sampah. Tanpa disadari gadis tersebut tersenyum tipis karena perlakuan Alex tersebut. "Lex, gue minta maaf soal omongan gue di dalam tadi," kata Tia yang membuat laki-laki tersebut menatap dengan sorot mata yang serius. "Santai saja, gue mana bisa kontrol ungkapan hati seseorang," balas Alex yang membuat gadis tersebut terdiam menatap lurus ke arah laki-laki yang ada di hadapannya. "Masuk, enggak enak ama yang lain disangkanya nanti ada apa-apa lagi," cetus Alex. Tia menarik nafasnya dalam-dalam sebelum akhirnya melangkah masuk ke Cafe` Dragon's kembali, sedangkan Alex mengikutinya dari belakang. Sahabat kedua insan tersebut sontak melihat dan menghentikan obrolannya sejenak. "Kenapa pada diam?" tanya Tia dengan bingung ketika ia melihat mereka asik berbincang namun kita diam mendadak. "Lanjutin," kata Alex dengan nada datar dan dinginnya. Riko berkata, "Jadi gini, kita udah sepakat untuk pergi sore hari. Titik kumpulnya di rumah Rega saja karena emang searah juga, dan untuk kendaraan biar cowok yang bawa motornya cewek tinggal duduk manis dibelakang." "Menurut lu gimana Lex?" tanya Bary. Alex terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Tia sepertinya mau bawa motor sendiri, biar dia bawa sendiri saja." Tia terkejut akan perkataan laki-laki tersebut, bukan hanya Tia namun mereka semua terkejut. "De lu serius mau bawa sendiri?" tanya Revan dengan sorot mata yang terkejut. Siska menimbrung, "Ti jangan gitu, kita saja sudah sepakat buat dibonceng mereka." "Kita enggak tahu trecknya Ti." Rayna memperingati membuat Tia kini menatap ke arah Alex yang seolah mengalihkan pandangannya. "Apa dia benar-benar sakit hati sama perkataan gue tadi ya," batin Tia. Bary menyenggol Alex yang membuat laki-laki tersebut menoleh lalu bertanya, "Kenapa?" Sambil menaikkan kedua alisnya, Bary hanya mengkode melalui matanya yang dimengerti oleh laki-laki tersebut. "Kan kemarin Tia selalu kekeh buat bawa motor sendiri, jadi ya enggak papa. Jangan maksa kalau orangnya enggak mau," kata Alex yang membuat mereka saling memandang satu sama lain. "Iya gue bawa motor sendiri saja," ujar Tia memecahkan keheningan, Alex yang mendengar jelas mengulumkan senyum tipisnya menatap ke arah gadis tersebut. "Gue enggak bisa mastiin kalau lu di ijinin De," kata Revan. Tia menyela, "Ya lu bantu gue lah." "Kalau urusan sama Bang Rey sama Bubu, kulo pun angkat tangan," ucap Revan dengan nada bernyanyi di kalimat akhirnya sambil mengangkat kedua tangannya yang sontak membuat mereka menoleh lalu tertawa melihatnya. "Punya abang si ngeselin banget!" seru Tia dengan raut wajah yang cemberut. Rima berkata, "Mending lu bareng sana Alex aja." "Dia aja nyuruh gue sendiri," balas Tia yang membuat mereka semua kini terdiam kembali menatap satu sama lain. "Sudah, sudah, nanti diam-diaman keluar lagi dah," sindir Bary yang membuat Tia kini terdiam menatap kesal ke arah Bary. Alex berkata, "Lu bareng gue." "Eh udah diam, biar kelar ini," sela Rega ketika melihat Tia seolah ingin menyanggah atau menolak, gadis tersebut menghela nafasnya gusar lalu menyenderkan tubuhnya sambil bersedikap. Tia bergumam, "Tadi nyuruh gue sendiri sekaramg surug bareng, labil banget." Dengan nada ketusnya namun pelan, ketiga sahabatnya yang mendengar sontak terkekeh sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Berarti dia enggak mau lu kenapa-napa," bisik Rayna sambil menaikkan kedua alisnya membuat Tia yang melihat jelas menoleh dengan sorot mata yang heran. Tia mendekat ke arah Rayna tepatnya ia berbisik, "Dia emang enggak bisa jauh dari gue." Gadis yang dibisiki sontak menatap dengan terkejut, terlebih ketika Tia menaiki kedua alisnya dengan sangat pede. "Ampun gue, pede banget," ujar Rayna sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Tapi kenyataan kan?" tanya Tia. Rayna terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Iya juga si." Tia yang mendengar hanya terkekeh pelan membuat kelima laki-laki yang ada dihadapannya sontak menatap dengan heran. "Lu berdua ngomongin apasi? Segala bisik-bisik," ujar Bary dengan penasaran yang membuat Tia dan Rayna saling memandang satu sama lain lalu terdiam dengan sorot mata datarnya. "Kepoo banget si jadi cowok," cetus Rayna, sedangkan Tia hanya menyeringai tipis saja. "Yailah ketus amat si neng," ujar Bary yang membuat Rayna sontak menatap jengah ke laki-laki tersebut. Hingga tak terasa waktu semakin larut, semua berpamitan pulang. "Bang, gue bareng," kata Tia membuat Revan sontak menoleh ke arah sang adik lalu bertanya, "Lah lu enggak bareng Alex?" Sambil melihat ke arah sahabatnya. "Eh kamperet, gue kan sama lu serumah masa iya gue nyuruh ke Alex nganterin terus dia balik lagi. Kesian, peaa banget gue punya abang," cetus Tia sambil memukul pelan lengan Revan. Revan memegang lengannya yang perih karena tepokan sang adik. "Eh iya juga ya," kata Revan yang membuat Tia sontak memutar bola matanya dengan jengah. "Lex, Ga, duluan ya," ucap Revan sambil memberi klakson, setelahnya ia menutup helm fullface-nya. Revan melajukan motornya dengan kecepatan standar keluar dari perkarangan parkiran cafe` tersebut. Alex juga melajukan motornya setelah memberikan klakson kepada Rega seraga berpamitan. "Yoo, hati-hati Lex." Rega lalu menghela nafasnya dan kembali masuk ke dalam cafe` yang memang buka sampai jam 3 pagi. "Ga," panggil Husen yang langsung menghampiri Rega yang tengah duduk sambil menyeruput minumannya, Rega hanya mendongak melihat ke arah sahabatnya. "Kenapa?" tanya Rega. Husen terdiam sejenak lalu memberikan ponselnya kepada Rega yang membuat laki-laki tersebut mengerutkan keningnya sebelum akhirnya mengambil dan membaca pesan tersebut. "Buat kapan?" tanya Rega. "Malam minggu," jawah Husen, Rega yang mendengar sontak hanya manggut-manggut saja. "Gue yang turun,* ujar Rega. Husen menyela, "Dia mau Blacking yang turun." "Blacking? Tia maksut lu?" tanya Rega dengan sorot mata yang terkejut, Husen mengangguk lalu bertanya, "Apa kita batalin aja?" Laki-laki tersebut terdiam lalu menyenderkan tubuhnya di kursi yang ia duduki. Rega berkata, "Gue kabarin ke dia dulu, biar dia yang nentuin." Husen hanya manggut-manggut saja. Jawa bertanya, "Siapa lawannya emang?" "RB." "Bukannya dia pernah tanding sama kita juga?" tanya Rega ketika mendengar nama RB tersebut. "Setau gue pernah setahun yang lalu, tapi setelah itu nama RB enggak kedengaran lagi," jelas Jawa yang membuat Rega dan Husen terdiam sejenak menyimak. Rega berkata, "Cari tahu siapa anggota RB yang turun." Laki-laki tersebut beranjak berdiri lalu mencetus, "Gue balik duluan, kalau ada apa-apa kabarin langsung." "Hati-hati lu," kata Jawa dan Husen berbarengan, Rega hanya membentuk 'Ok' pada jarinya tanpa menoleh sedikitpun. Sedangkan di sisi lain Tia kini sudah berada di kamar tidurnya, ia merebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk sambil memejamkan matanya namun gadis tersebut membuka matanya kembali lalu memposisikan dirinya duduk. "Sebenarnya mau Alex tuh apasi," gumam Tia dengan bingung. Helaan nafas yang gusar sontak keluar begitu saja dari gadis tersebut sebelum akhirnya ia beranjak berdiri sambil ngedumel, "Ah bodo amatlah terserah dia." Tia melsngkahkan kakinya ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya dan tentunya ia berganti baju, setelahnya ia kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur king sizenya dan benar-benar memejamkan mata setelah mematikan lampu kamarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD