Bab 27

1723 Words
Gelapnya malam kini sudah berganti dengan cerahnya sinar mentari, gadis tersebut bangun sebelum alarm berbunyi, suatu keajaiban untuk dunia jika melihatnya. Ia beranjak turun dari kasurnya, moodnya hari ini sedang dalam mode senang, ia bergegas ke kamar mandi. "Lagi lagi ku enggak bisa tidur, lagi lagi ku enggak bisa makan." Tia bernyanyi dibawah guyuran shower, raut wajahnya terus tersenyum. Setelah beberapa menit konser di kamar mandi, ia beranjak.keluar lalu ke arah lemari besarnya, ia mengambil seragamnya lalu memakainya, tidak lupa ia berdiri didepan kaca besar yang menampilkan pantulan dirinya. "Berhubung mood gue lagi bagus, kita pakai hoodie warna moca," gumam Tia lalu mengambil hoodienya, ia lalu memakainya. Gadis tersebut kini keluar dari kamarnya dengan menggaet tas di lengan kanan, ia beranjak menuruni anak tangga dengan berdendang, keluarganya yang mendengar sontak menoleh ke arah sumber suara tersebut. "Lagi kenapa tuh anak?" tanya Revan. Rifan tersenyum penasaran lalu bertanya, "Lagi senang banget kamu, ada apa?" Ketika melihat anak gadisnya mendekat ke arah mereka. "Ah Tia kan setiap hari senang mulu," balas Tia yang emmbuat kedua orangtuanya saling menatap satu sama lain lalu menggelengkan kepalanya pelan dengan senyuman tipis di wajah mereka. Reya bertanya, "Hari ini mau abang anter?" "Tia sama gue aja Bang," ujar Revan membuat Tia sontak menoleh dengan raut keheranan, begitu juga dengan kedua orang tuanya. Caca menyela, "Tumben banget kamu menawarkan diri." "Lu kesambet apaan?" tanya Tia bingung, Revan hanya terdiam saja tidak menggubris, namun selang beberapa detik kemudian Tia memgingat perkataan Rega kemarin. Revan berkata, "Gue kan abang yang baik." Tia yang mendengar sontak memutar bola matanya dengan jengah. "Yaudah, gue juga lagi males bawa motor," cetus Tia. "Gue mau bawa mobil," balas Revan. Gadis tersebut semakin mengerutkan keningnya lalu menyela, "Yaudah gue bawa motor sendiri aja." Revan yang mendengar perkataan sang adik lantas menoleh dengan raut tidak percaya, Tia hanya menaikkan kedua alisnya. "Tia." Rifan jelas memperingati anak gadisnya, Tia yang mendengar hanya menghela nafasnya pasrah saja. "Iya, iya Tia bareng bang Revan," ucap Tia sedikit lemas. "Lagi kamu emang alergi banget naik mobil," cetus Caca, Tia hanya memasang raut wajah cemberut saja tanpa berkata, ia kini mengambil sarapannya. Hanya dentingan sendok dan piring yang terdengar di ruang makan tersebut, mereka menikmati sarapannya bersama. Rey, anak pertama di keluarga Ardiansyah beranjak berdiri lalu mengambil jas yang ia taruh di sandaran kursi. "Sudah mau berangkat kamu?" tanya Caca. "Iya Bu, Rey hari ini akan kebandung untuk meninjau proyek taman hiburan," jelas Rey. Rifan berkata, "Kantor biar ayah yang handle, kamu jangan khawatir." "Bang oleh-oleh ya jangan lupa," ucap Tia dengan senyuman di bibirnya, laki-laki tersebut sontak mengelus pelan pucuk rambut sang adik. Rey membalas, "Baik Tuan Putri." "Gue juga bang," cetus Revan. "Sudah pasti," balas Rey. Rifan bertanya, "Kamu hanya bawa diri saja?" Rey melihat ke arah dirinya dan tersenyum. "Iya Yah, males bawa apa-apa ribet, tinggal beli disana nanti," kata Rey. Caca berkata, "Di bandung kan ada Vila kita, kamu pakai saja." "Iya Bu, emang Rey mau pakai vila itu di banding nyewa hotel," balas Rey, kedua orang tuanya hanya tersenyum tipis saja sambil manggut-manggut. Rey berkata, "Kalau gitu Rey berangkat dulu ya." Sambil melangkah untuk mencium punggung tangan kedua orang tuanya. "Kamu hati-hati di jalan, dan jangan lupa kabarin kalau sudah sampai," ujar Caca. "Siap laksanakan Nyonya," balas Rey sambil berlaga hormat ke arah sang Ibu. "Abang berangkat dulu ya," ucap Rey sambil mengelus kepala kedua adiknya, Revan dan Tia hanya manggut-manggut dengan senyuman di bibirnya. Tak selang berapa lama, waktu sudah semakin berlalu, matahari juga semakin meninggi. Revan dan Tia berpamitan untuk berangkat sekolah, seperti yang dibilang hari ini Revan akan mengendarai mobil. Mereka berdua masuk kedalam mobil, walau raut wajah Tia sedikit tidak terima. "Kenapa muka lu?" tanya Revan sambio menyalakan mobilnya. "Kesel aja, kenapa harus pakai mobil si lu?" tanya Tia sambil mengunci seatbelt-nya. Revan membalas, "Lagi males aja bawa motor. Lagi puls kayanya cuaca nanti bakal hujan." Tia sontak melihat ke arah langit lalu ia mengerutkan keningnya. "Cerah gitu juga," cetus Tia, Revan yang melihat sang adik hanya menggelengkan kepalanya dan tertawa singkat. Revan kini melajukan mobilnya dengan kecepatan standar keluar dari perkarangan rumahnya, Tia kini mengutak-ngatik untuk mencari lagu yang bagus untuk menemani perjalanan mereka menuju sekolah. "Lu enggak ada yang mau di ceritain gitu?" tanya Revan sambil menoleh singkat ke sang adik. Gadis tersebut yang sedang menatap ke arah kaca disebelahnya dengan jari yang seraya mengikuti alunan musik sontak mendadak berhenti lalu menoleh ke arah sang abang keduanya. "Apa yang harus gue ceritain?" tanya Tia. "Ya apa gitu, lu lagi jatuh cinta atau patah hati," ujar Revan. Tia tertawa pelan membuat Revan lantas mengerutkan keningnya. "Lu lagi kenapa si sebenarnya Bang? Khawatir sama gue?" tanya Tia. "Kelihatan banget emang?" tanya Revan. "Ya gimana enggak kelihatan kalau lu nunjukin banget, lu tuh bukan bang Rey," balas Tia, laki-laki tersebut hanya terdiam saja dengan mata yang masih fokus ke jalanan. Tia menoleh ke arah abang keduanya lalu berkata, "Bang, lu enggak usah khawatir sama gue, gue bisa jaga diri, tapi makasih udah khawatir sama gue." Revan lantas menoleh ke arah sang adik yang kini tersenyum sambil menaikkan kedua alisnya. "Tapi gue wajar ngelindungin lu, khawatir sama lu, gue abang lu, gimana pun lu adik yang gue sayang," jelas Revan. Tia terdiam sejenak dengan senyuman yang mengembang di bibirnya. "Iya abangku sayang," balas Tia yang membuat Revan hanya mendengus kesal saja, ia tahu balasan sang adik adalah ledekan untuknya. 20 menit kemudian, mobil hitam memasuki gerbang sekolah ternama di jakarta. Raut wajah terkejut jelas tercetak di wajah mereka semua ketika melihat siapa yang turun dari mobil tersebut, sontak semua berbisik karena tidak biasanya Revan membawa mobil, dan mereka kembali terkejut ketika sosok gadis turun dari mobil Revan. "Revan bareng Tia?" "Gila! Tuh cewek maunya sama siapa si sebenarnya." "Bisa-bisanya dia bareng Revan, duduk disamping Revan pula." "Vibesnya kaya pasangan populer." "Mukanya tebel banget itu dateng sama Revan." "Kok Revan tumben banget ya bawa mobil." Tia terdiam sejenak setelah menutup pintu mobil, Revan yang melangkah sontak menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arh sang adik. "Ayuk, malah diam aja," cetus Revan sambil memutar kunci mobilnya. "Duluan sana lu," ujar Tia membuat Revan mengerutkan keningnya heran, mata gadis tersebut sontak melotor dan ia berlaga ingin melempar sepatu ke arah sang abang, Revan lantas berjalan dengan perasaan bingungnya. Tia bergumam, "Salah nih gue pakai malas segala bawa si blcak." Lalu menghela nafasnya dengan gusar, ia melangkah perlahan menyusuri lorong sekolah, tak jarang masih banyak yang menyapanya terutama para adik kelas yang menganggumi sosok Tia, gadis tersebut hanya tersenyum tipis untuk menyapa balik. "Tia!" Ketiga suara berteriak sontak membuat Tia menoleh ke arah sumber suara, ia menatap jengah ke arah ketiga sahabatnya yang kini berjalan ke arahnya. Tia berkata, "Lu bertiga bisa gak? Enggak usah teriak gitu." Ketiga sahabatnya kini sudah berada di sampingnya sambil merangkul. "Ya enggak bisa lah, " balas Siska, mereka bertiga melangkah bersama sambil tertawa bersama entah apa yang lucu namun mereka tertawa saja. Rayna bertanya, "Mereka kenapa lagi? Ada gosip lagi kah?" "Kan temen lu ini biang gosip," kata Rima yang membuat Tia menoleh ke arahnya. "Nah kan kesindir dia," cetus Rima lalu tertawa pelan. Tia menyela, "Bukan biang gosip gue mah, tapi gue yang jadi bahan gosip mulu." Mereka lalu tertawa setelahnya, seolah tidak memperdulikan tatapan heran yang melihat mereka berempat. Suara notifikasi dari sosial media sekolahn tiba-tiba muncul, mereika lantas melihat apa pemberitaan hari itu, raut wajahnya jelas terkejut ketika melihat foto yang berada di sosial media sekolahan tersebut. "Kenapa? Berita apa lagi?" tanya Tia. Ketiga sahabatnya saling menatap satu sama lain membuat Tia menatap heran sambil mengangguk ke atas seraya penasaran. "Gue lagi?" tanya Tia dengan senyuman miringnya. "Gila kali nih mereka ya! Siapa si yang foto-foto kaya gini!" seru Siska dengan lantang. Rayna menyela, "Kalau berani tunjukin muka lu sini pada!" Tia berkata, "Udah lu berdua kenapa jadi lebay banget, santai aja." Sambil melangkahkan kakinya kembali menuju ruang kelas, ketiga sahabatnya terdiam sejenak lalu menyusulnya. "Ti, lu enggak papa kan?" tanya Rima, Tia menoleh lalu tersenyum lebar membuat ketiga sahabatnya bukannya tenang malah khawatir. Sedangkan di sisi lain kelima laki-laki tersebut berada di atap gedung sekolahnya, mereka dengan kompak melihat handphonenya ketika ada notifikasi sosial media sekolah. "BANGSATTT! SIAPA YANG BERANI NYEBAR FITNAH KAYA GINI KE ADEK GUE!" seru Revan sambil berdiri, keempat sahabatnya sontak khawatir terlebih Alex. "Kita harus cari tahu siapa yang nyebarin," cetus Alex dengan soeot mata yang tajam, tangannya terkepal membuat ketiga orang lainnya mengangguk. "Gue harus telepon bang Rey!" Rega menyela, "Jangan Van, jangan buat makin runyem." "Benar kata Rega, kita lacak sendiri saja," balas Alex. "Gila, ini yang nyebar benar-benar nyari masalah," kata Bary. Riko bertanya, "Tapi lu pada yakin ini bukan Tia?" Revan menatap tajam ke arah sahabatnya lalu menyela, "MAKSUD LU APA?! ADIK GUE ENGGAK MUNGKIN KAYA GITU." Revan hampir kalut ingin memukul Riko, namun untung saja dapat di halau oleh Rega dan Bary. "Kalau ngomong tuh di pikir dulu," ujar Alex dengan nada dingin. "Sorry, gue minta maaf ya Van," ujar Riko, Revan hanya menatapnya sekilas saja, ia kembali duduk dengan nafas memburu, Riko jelas merasa tidak enak hati ketika bertanya seperti itu. Alex kini fokus di roomchat ia dengan Tia, ia menatap saja dan sesekali mengetik namun di hapus kembali, Bary yang melihat raut wajah gelisah sahabatnya lantas menggelengkan kepalanya pelan. "Lu curiga ke siapa?" tanya Rega. Riko menyela, "Fiona atau Rika?" Revan lantas mendongak ke arah sahabatnya, ia terdiam sejenak ketika mendengar 2 orang tersebut. "Setau gue mereja yang paling sering mempermasalahin adik lu," lanjut Riko. "Kita harus cari tahu di antara mereka berdua," kata Bary. Rega menyela, "Gue bakal suruh teman gue ngelacak nanti." "Tia gimana?" tanya Revan dengan nada sendu, keempat sahabatnya lantas menoleh ke arah laki-laki tersebut yang kini menunduk dengan perasaan tidak terima atas fitnah tersebut. Alex berkata, "Gue yakin Tia akan baik-baik aja, dia pernah digosipin berulang kali, gue yakin dia enggak akan down." "Gue setuju sama Alex," balas Rega sambil manggut-manggut. Revan memandang lurus dengan tatapan tajam, sorot matanya jelas dapat di lihat oleh mereka, tatapan yang tidak pernah di keluarkan olehnya kini di keluarkan olehnya. "Gue bakal habisin siapapun orangnya!" ucap Revan pelan namun penuh tekanan. "Dia ganggu Tia, berarti dia ganggu gue juga," ujar Alex. "Tia princess The Boys, siapapun yang usik dia The Boys akan turun tangan," kata Riko, mereka berempat lantas menoleh ke arah Riko lalu mengangguk seraya setuju atas perkataannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD