Bab 13

2224 Words
Keluarga besar dengan marga Ardiansyah kini bersiap untuk makan malam, kedua wanita yang menjadi ratu dan princess dirumah besar tersebut memakai gaun dress yang membuat mereka berdua terlihat anggun dan cantik, sebenarnya Tia menolak namun ancaman motor sport dilontarkan oleh abang pertamanya. "Lagi makan malam kenapa harus rapih banget si," cetus Tia. "Sekali-kali sayang," balas Rifan dengan senyum manis ke arah sang anak. Rey berkata, "Kamu sangat cantik." Tia hanya berdehem saja mendengarnya, ia jels menatap jengah ke arah keluarganya. Ketiga laki-laki tersebut memakai baku kemeja formal yang terlihat tampan dan sangat mempesona. "Sudah semua? Ayuk berangkat kita," ujar Caca. "Ayuk sayang," balas Rifan. Revan bertanya, "Kita satu mobil atau gimana nih?" "Kalian bertiga, Bubu sama Ayah," balas Caca. Tia menyela, "Kesempatan biar berduaan ya Bu, terus selfi-selfi deh." Caca menatap anak gadisnya lalu berkata, "Yeuh iri aja kamu." Wanita paruh baya tersebut langsung menarik lengan sang suami, ketiga anaknya yang masih terdiam menatap kedua orang tuanya hanya menggelengkan kepalanya pelan. Mereka melangkahkan kakinya menyusul kedua orang tuanya yang sudah berada didepan. Kedua mobil tersebut melajukan mobil keluar dari perkarangan rumah mereka. "Anak kita sudah besar-besar, gimana kalau kita nambah?" tanya Rifan to the point, Caca yang sedang berselfi ria menoleh ke arah sang suami yang kini tersenyum menggoda sambil menaikkan kedua alisnya. Caca membalas, "Kamu mah enak tinggal buat doang, kan aku yang ngelahirin, aku yang bertaruh nyawa, enak aja asal nambah-nambah." Sambil menatap kesal, Rifan hanya tertawa pelan saja. "Ya siapa tahu sayang kamu mau punya anak lagi," cetus Rifan. Wanita paruh baya tersebut menatap sang suami dengan jengah. "Ya Allah Mas, anak sudah besar-besar masa tiba-tiba mereka punya adik, yang ada nanti orang-orang bilangnya itu cucu kita," ujar Caca. Sedangkan disisi lain, keadaan mobil Rey sedikit rusuh karena pertengkaran dari Revan dan Tia yang berebut saling mengganti lagu. "Bang ngalah kek sama adiknya?!" seru Tia. "Gue udah sering ngalah sama lu," balas Revan tak kalah kesal. Rey menyela, "Kalian mau buat mobil abang rusak?" Kedua orang tersebut sontak terdiam saling memandang, kini Tia kembali duduk dengan rapih dibelakang, sedangkan Revan memposisikan tubuhnya agar duduk dengan benar, dan tatapan lurus ke depan. Abang pertama mereka bicara santai namun seolah itu ancaman untuk mereka berdua, jadi lebih baik diam dan menuruti dibanding menyuapi emosi abangnya. Rey menyetel lagu untuk menemani perjalanan mereka. Kurang lebih 20 menit kemudian mereka telah memarkirkan mobilnya di restauran yang mereka tuju, tentunya dengan mengikuti keda orang tuanya. Mereka berlima turun dari mobil, dan melangkah bersama memasuki restauran tersebut. "Mas, mereka sudah sampai?" tanya Caca. "Mereka si kabarin katanya sudah," balas Rifan sambil melirik kesana kemari mencari seseorang. Tia bergumam, "Bang, sebenarnya kita makan malam keluarga atau apa si ini." Rey tidak menjawab, ia merangkul pinggang sang adik sambil tersenyum tipis membuat Tia hanya mengerutkan keningnya. Tia kini menatap abang keduanya, Revan yang melihat sang adik hanya menghendikkan bahunya. "Mas, itu kayanya mereka deh," ucap Caca sambil menunjuk tempat duduk pojok yang berjejer beberapa kursi empuk. Rifan memicingkan matanya lalu mengangguk seraya mengiyakan, mereka lalu berjalan. Ketiga orang tersebut hanya mengikuti langlah kaki kedua orang tuanya, Tia melotot tak percaya ketika melihat orang yang ia kenal duduk di kursi yang di tuju orang tuanya. "Sorry, telat ya," ucap Rifan. Pria dan wanita paruh baya yang dihampiri kedua orang tuanya beranjak berdiri lalu menjabatkan tangannya. "Ah tidak apa-apa Fan, saya paham," balas Bion. "Apa kabar Ta?" tanya Caca sambil cipika cipiki. "KOK ADA LU DISINI?!" seru Tia sambil menunjuk Alex yang berdiri di hadapannya. Caca mengerutkan keningnya menatap raut wajah laki-laki sepantaran anak kedua dan ketiganya. "Loh, ini kan brondong yang pernah kamu bawa kerumah kan, Queen?" tanya Caca sambil melihat ke arah anak gadisnya. "Loh Alex pernah kerumah Tia?" tanya Bion dengan terkejut. Revan masih tidak paham dengan keadaan ini, kenapa ada sahabatnya yang ikut dalam makan malam keluarganya. "Lex, lu ngapain disini?" tanya Revan, Alex hanya menghendikkan bahunya. Rey menyela, "Lebih baik kita ngobrolnya sambil duduk saja biar lebih santai dan enak." "Ah iya sampai lupa, ayuk duduk," ucap Neta mempersilahkan. Mereka lantas duduk, Tia masih menatap ke arah Alex dengan bingung sedangkan laki-laki yang di tatap hanya diam saja dengan raut wajah datar. "Pelayan," ucap Bion sambil melambaikan tangan, satu pelayan datang dengan membawa buku menu. "Silahkan Pak, Bu," ucap pelayan tersebut sambil memberikan buku menu kepada mereka yang sudah dipastikan tamu VVIP restauran tersebut. Setelah memesan, pelayan tersebut beranjak dari mereka. "Gimana perusahaan kamu Fan?" tanya Bion. Rifan tersenyum tipis lalu berkata, "Perusahaan sekarang yang ngurus Rey, saya hanya membantu saja." Bion menatap Rey yang kini tersenyum tipis sambil mengangguk sopan. "Ah pantas saja di beberapa pertemuan, saya hanya melihat Rey saja," balas Bion. "Tolong bantu ya, kalau dia macem-macem kabarin saya," kata Rifan berbisik yang membuat Bion tertawa pelan. Caca bertanya, "Rendy mana, dia enggak ikut?" "Enggak, pacarnya lagi sakit makanya dia mau nemenin dan minta salamin saja," ucap Neta yang membuat Caca hanya manggut-manggut saja. Makanan mereka kini sudah di hidangkan dihadapan mereka, dengan berbagai menu yang menggoda selera. "Kita makan dulu, setelah itu kita lanjut," ucap Bion. "Iya benar kita makan dulu," ujar Rifan. Revan menyela, "Iya Yah, Tia katanya udah laper banget." Gadis tersebut yang mendengar perkataan sang abang kedua jelas menoleh dengan tatapan tajam. "Awas lu ya," bisik Tia lewat gerak bibirnya. Rey mengawasi mereka hanya lewat gerak matanya. "Tia, Revan," ujar Rey yang membuat mereka berhenti saling menatap tajam. Alex memperhatikan mereka berdua dan sesekali ke arah Rey yang seolah ditakuti oleh Revan dan Tia. "Oh iya kamu satu sekolah dengan Revan kan?" tanya Rifan menatap Alex. Alex lalu menjawab, "Iya Om." Sambil tersenyum tipis. "Berarti seringkan ketemu anak gadisnya Om?" tanya Rifan, Alex yang paham siapa yang di maksud lalu mengangguk. Beberapa menit kemudian, Tia sudah selesai dengan makannya ia meletakkan sendoknya di atas piringnya. "Yah, Bu, aku keluar sebentar ya," ucap Tia sambil beranjak berdiri. "Om, Tante, Tia keluar dulu ya," lanjut Tia dengan senyuman tipis. Rifan bertanya, "Kamu tidak mau nambah?" Tia menjawab, "Enggak Yah, Tia kenyang." Rey dan Revan hanya menatap, namun Tia hanya membalas dengan senyuman lalu memegang bahu kedua abangnya, gadis tersebut lalu beranjak keluar menjauh dari mereka tujuannya adalah taman restauran tersebut. "Ijin, saya mau keluar sebentar," ucap Alex yang membuat mereka saling memandang heran, namun setelah mengerti mereka mengangguk saja. "Modus dasar," gumam Revan sambil menggelengkan kepalanya. Tia kini duduk di bangku taman menatap langit yang gelap namun diterangi beberapa bintang dan bulan. "Ehem." Gadis tersebut yang mendongak ke langit, kini menoleh ke arah sumber suara. "Lah, lu ngapain keluar?" tanya Tia. Laki-laki tersebut tanpa ijin kini duduk bangku taman yang panjang bersama Tia. "Bosen di dalam," balas Alex yang membuat Tia hanya ber Oh ria saja. "Alasan klasik lu," ujar Tia yang membuat Alex tersenyum tipis, karena gadis tersebut mengetahui kata bosen hanya alasan saja. Terjadi keheningan di antara mereka berdua sebelum Tia bertanya, "Mereka orang tua lu?" Memecahkan keheningan, Alex yang mendengar jelas terdiam sejenak. Laki-laki tersebut menarik nafasnya dalam-dalam sebelum berkata, "Mereka Om dan Tante gue, ya udah di anggap kedua orang tua gue juga si." Tia yang mendengar hanya manggut-manggut saja. "Gue kaget si tiba-tiba ada lu tadi, ternyata dunia sesempit itu," ucap Tia sambil tersenyum tipis. Alex jelas melihat senyum tersebut, cantik bahkan sangat cantik, ia tertegun sejenak sebelum Tia menyadarkannya. "Woy! Lu kenapa ngelamun aja?" tanya Tia. "Eh enggak," balas Alex. Tia berkata, "Jangan kebanyakan ngelamun, nanti dirasukin syaiton tahu rasa lu." Lalu tertawa yang membuat laki-laki tersebut juga ikut tertawa. "Ti, kalau misalkan lu dijodohin gimana?" tanya Alex tiba-tiba, Tia yang mendengar jelas menoleh ke arah sumber suara. Tia tersenyum tipis lalu berkata, "Kalau ada alasan buat gue nolak tapi yang enggak ngerusak kebahagiaan orang tua, pasti gue tolak." Alex yang mendengar hanya tersenyum kecut saja. "Lagi lu kenapa nanya-nanya gitu?" tanya Tia. Alex tersenyum tipis lalu menjawab, "Enggak papa kok, gue nanya aja." Gadis tersebut terdiam sejenak, ia menatap langit lalu berkata, "Tapi gue enggak akan bisa nolak si kayanya, mereka udah ngatur perjodohan gue." Sambil tertawa yang membuat Alex menoleh ke arah gadis disampingnya. "Lu jangan bilang siapa-siapa, sekolahan jangan sampai tahu, gue di anter sama abang pertama gue aja digosipin kaya apa tahu, apalagi mereka tahu gue dalam hal perjodohan," kata Tia sambil tersenyum kecut, Alex menatap lekat gadis yang ia ketahui tersenyum dengan palsu. Alex berkata, "Tenang, rahasia lu aman." "Nah lu sendiri gimana kalau di jodohin?" tanya Tia sambil menaikkan kedua alisnya. "To the point aja, kalau dijodohin sama lu gue enggak akan nolak," balas Alex yang membuat Tia jelas tersontak kaget mendengarnya. Tia menyela, "Kalau gue enggaknya mau gimana?" "Gue tunggu sampai mau," balas Alex. Gadis tersebut tertawa yang membuat Alex mengerutkan keningnya bingung. "Lex, asli lu belum tahu gimana gue, masa iya lu mau dijodohin sama orang yang enggak lu tahu seutuhnya," jelas Tia. Laki-laki tersebut tersenyum tipis sebelum berkata, "Bukannya perjodohan emang gitu? Enggak kenal, terus kenal, enggak cinta, terus cinta," ujar Alex yang membuat Tia terdiam, gadis itu merasa perkataan laki-laki yang duduk disampingnya ada benarnya juga. "Iya si macem cerita n****+-n****+ aja," balas Tia. Alex menyela, "Jadi enggak masalahkan kalau kita yang dijodohin." "Pikiran lu terlalu jauh, kita masih sekolah Lex, masa iya main jodoh-jodohan," ungkap Tia dengan santai. "Gue mau ngelindungin lu," ucap Alex. Tia hanya menoleh sekilas ke arah laki-laki disampingnya, ia tersenyum tipis sebelum memgalihkan pandangannya kepda langit malam. Handphone Tia tiba-tiba berdering, tanpa pikir panjang ia mengecek siapa yang menelepon. "Siapa?" tanya Alex penasaran. Tia menoleh lalu menunjukkan layar handphonenya yang bertulis nama RegaGanteng, jelas itu membuat Alex mengeratkan genggamannya di kursi taman. "Halo Ga." "Heh bambank, lu dimana?" "Diluar, lagi makan malam." "Pantesan nih rumah sepi." "Lu kerumah?" "Iya, mau ngasih info." Tia melirik sejenak ke arah Alex. "Besok aja kita ketemu di sekolah." "Okey Queen." Gadis tersebut lalu mematikan teleponnya secara sepihak. Kembali terjadi keheningan di antara mereka, kedua insan tersebut menatap langit secara bersamaan. "Lu suka sama Rega?" tanya Alex tiba-tiba, Tia yang mendengar pertanyaan tersebut sontak terkejut. "Rega?" tanya Tia sambil mengerutkan keningnya, Alex menganguk membuat Tia kini tertawa lepas menatap laki-laki disampingnya. Tia menghentikan ketawanya lalu berkata, "Lu anggap gue suka sama Rega? Hahaha astaga Alex! Dia itu teman gue, udah gue anggap abang sendiri, mana mungkin gue ada perasaan lebih sama dia, jangan ngaco lu." "Kalau dia yang ada perasaan sama lu gimana?" tanya Alex yang membuat Tia kini terdiam sejenak. "Enggak Lex, pikiran lu jangan jauh-jauh apa." Alex hanya terdiam sejenak lalu menghela nafasnya gusar, sedetik kemudian ia menatap lekat gadis disampingnya yang sedang tersenyum tanpa sadar menatap ke arah kedua orang tuanya yang sedang berbincang. "Masuk, disini dingin," kata Alex. Tia manggut-manggut lalu beranjak berdiri, mereka berdua kini melangkah masuk kembali ke restauran dan ke arah mereka berenam yang sedang berbincang. "Nah itu mereka sudah kembali," ucap Bion. "Sudah ku duga," gumam Revan sambil tersenyum tipis. "Bang, Tia capek," bisik Tia dengan raut wajah lesunya, Rey yang melihat sontak hanya mengangguk seraya mengerti. Rifan bertanya, "Kenapa Bang?" "Queen, enggak papa kan?" tanya Revan, Tia hanya memanyunkan bibirnya dengan raut wajah seperti merajuk yang membuat Revan kini mengelus pelan rambut sang adik, bagaimanapun jahilnya ia Tia tetaplah adik tersayangnya. "Mau pulang?" tanya Rey, Tia hanya mengangguk pelan. Alex yang menyadari hal tersebut lantas membisik ke arah Bion - Omnya, "Pah, sebaiknya kita pulang karena sudah larut juga." Bion menoleh ke arah keponakannya, Alex hanya mengkode melalui matanya yang membuat pria paruh baya tersebut mengerti. "Fan, kayanya waktu sudah semakin larut, semoga kita bisa berkumpul lagi untuk membicarakan hal apapun itu, dan semoga rencana kita untuk menjodohkan keponakan saya dan anak gadismu berjalan dengan lancar," kata Bion, sontak Tia terdiam sejenak lalu melotot tidak percaya atas perkataan yang ia ketahui adalah Om-nya Alex. Rifan kini menyambut hangat jabatan tangan teman lamanya tersebut lalu berkata, "iya, sepertinya Queen juga sudah lelah, untuk itu pasti akan berjalan lancar." "Sampai ketemu lagi ya jeng Neta," ujar Caca sambil cipika cipiki. Neta menjawab, "Pasti, nanti kapan-kapan kita hangout bareng." Tia menatap Alex yang kini juga menatapnya, mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat dan seolah hanya tinggal mereka berdua saja disitu. "Jadi yang diobrolin di taman benar adanya," batin Tia. Rey mengerutkan keningnya ketika sang adik yang ia panggil tak menyahut. "Queen," ucap Rey sambil memegang bahu sang adik. Tia lantas tersadar dan reflek menoleh ke arah sang abang pertama. "Eh iya Bang," ucap Tia. "Kamy ngelamunin apa si, katanya capek. Ayuk pulang," kata Rey. Mereka kini melangkah keluar secara bersamaan, kembali berpamitan untuk pulang ketika sudah berada didepan restauran. Keluarga Ardiansyah tersebut lalu melangkahkan kakinya menuju parkiran dan mereka memasuki mobil masing-masing. "Bang, yang diucapin sama temannya ayah benar?" tanya Tia ketika sudah duduk di kursi belakang mobil. "Yang mana sayang?" tanya Rey sambil melajukan mobilnya secara perlahan. Revan menimbrung, "Soal perjodohan Tia sama Alex." Rey terdiam sejenak sebelum menjawab, "Iya benar, ayah yang mengatur semua, dan Alex tidak buruk juga." "Pasti lu udah mantau kan?" tanya Revan penuh selidik. "Queen harus mendapat yang terbaik, dan Alex hampir mendekati terbaik buat penilaian gue," jelas Rey yang membuat Revan manggut-manggut. Revan mencetus, "Not bad lah dia, menurut lu gimana Ti?" Tia hanya terdiam saja bersandar menatap lurus kedepan . "Entahlah, gue belum kenal seluk busuknya dia," jawab Tia. "Tapi lu setujukan dijodohin?" tanya Revan. Tia berkata, "Jangan sampai anak sekolahan tahu Bang soal ini, awas aja lu." Revan hanya membentuk jarinya seraya mengatakan 'Oke' yang membuat Tia bernafas lega.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD