Bab 9

2255 Words
Sinar mentari masuk begitu saja melalui celah jendela kamar gadis yang masih tertidur pulas, ia bergusar mencari posisi nyaman untuk tertidur. Karena hari minggu ia ingin berpuas dalam tidur nyenyak, namun impian tersebut seolah sirna ketika ketukan pintu mengusik tidurnya. "Siapa?!" seru Tia sedikit lantang. "Abang." "Masuk." Mata gadis tersebut masih terpejam dengan nyaman, yaps laki-laki tersebut kini membuka pintu kamar sang adik ketika sudah mendapat ijin. Rey melangkahkan kakinya sambil tersenyum tipis ketika melihat sang adik masih setia di atas kasur dan semakin nyaman memeluk guling. "De, kamu enggak mau bangun?" tanya Rey. "Ngantuk Bang," balas Tia dengan malas. "Ini udah siang sayang, udah jam 11," ujar Rey, Tia sempat terkejut namun matanya seolah tidak mau terbuka. Rey mengelus pelan rambut sang adik dengan lembut. "Bangun Queen, kita belanja yuk," ujar Rey. Tia yang mendengar perkataan sang abang pertamanya lantas membuka matanya dengan segar, ia langsung menoleh ke arah Rey yang kini tersenyum sambil mengangguk, ia juga melihat penampilan sang abang sudah rapih. Gadis tersebut beranjak untuk duduk dari kasurnya. "Serius Bang? Emang hari ini abang enggak keluar negeri?" tanya Tia. "Enggak, Abang mau quality time sama kamu," balas Rey sambil mengacak-ngacak pelan rambut sang adik. Tia berkata, "Kalau gitu aku mandi dulu, Abang tunggu di bawah aja." Rey tersenyum lalu mengangguk dengan senyuman. "Yaudah, Abang tunggu di bawah ya Queen," ucap Rey yang membuat Tia berlaga hormat sambil tersenyum. Laki-laki tersebut kini beranjak keluar dari kamar sang adik, sedangkan Tia kini melangkah ke kamar mandi untuk menyegarkan dan membersihkan tubuhnya. "Kebetulan banget parfum gue abis," gumam Tia. Rey kini melangkah menuruni anak tangga. "Queen belum bangun, Rey?" tanya Rifan ketika melihat sang anak pertamanya. Laki-laki tersebut kini melangkah mendekat ke arah keluarganya yang berada diruang keluarga. "Lagi mandi Yah," ucap Rey. "Pasti mau kamu ajak shopping ya?" tanya Caca sambil bersandar di bahu sang suami. Revan menyela, "Bubu nanya apa mau pamerin kemesraan?" Caca yang mendengar hanya menyengir kuda dan semakin memeluk sang suami, Rifan yang melihat hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Iya Bu, mumpung aku enggak ada jadwal ke luar negeri," ujar Rey. Rifan berkata, "Nanti malam kita ada acara makan malam bersama." "Revan juga ikut, Yah?" tanya Revan. "Semua Van, kamu kalau mau main dari sekarang, sore nanti pulang," cetus Caca. Rifan menyela, "Benar, kalau mau main dari sekarang." Revan melirik ke arah jam di tangannya. "Yaudah kalau gitu Revan pergi main dulu," ucap Revan sambil beranjak berdiri lalu berpamitan kepada kedua orang tuanya, dan bertos kepada sang abang. "Uang jajan masih adakan?" tanya Rey. Revan yang sudah melangkah jelas menghentikan langkahnya lalu berbalik badan dan berkata, "Tenang bro, masih aman di Atm." "Jangan boros-boros kamu," cetus Caca memandnag jemgah ke anak keduanya. Revan memandang manis ke sang ibu lalu menjawab, "Tenang Bu, abang Rey enggak akan bamgkrut sekalipun kita belanja satu mall." Sambil tertawa pelan yang mdmbuat kedua orang tuanya hanya menatap jengah. "Itu uang Bubu juga tahu enggak!" seru Caca lalu melempar bantal sofa yang dapat dihindari oleh Revan, laki-laki tersebut lalu melanjutkan langkahnya sambil melambaikan tangannya. Caca mengadu, "Anak kamu tuh Mas." "Yakan anak kamu juga, bikinnya aja berdua masa anak alu doang," ujar Rifan yang membuat sang istri tersipu malu, sedangkan Rey hanya menggelengkan kepalanya melihat kedua orang tuanya. Tidak lama kemudian Tia menuruni anak tangga setelah selesai dengan rapih-rapih. "Ayuk Bang," ucap Tia sambil membenarkan topi putih yang ia kenakan, semua menoleh ke arah sumber suara. "Udah selesai? Handphone? Powerbank?" tanya Rey untuk meyakini, sedangkam Tia hanya menunjukkan saja yang disebut oleh abang pertamanya. Rey lalu beranjak berdiri dan berkata, "Kalau gitu Rey sama Tia berangkat dulu ya." Sambil berpamitan. "Ingat untuk janji makan nanti," ucap Rifan. "Iya Yah," balas Rey. Tia kini menghampiri kedua orang tuanya lalu memeluk dari belakang lalu mengecup singkat pipi kedua orang tuanya. "Tia berangkat dulu ya Yah, Bu," ucap Tia. "Jangan bikin bangkrut abang kamu ya," ujar Caca. Tia tersenyum singkat lalu berkata, "Iya Bu, tenang aja." Wanita paruh baya tersebut tersenyum tipis lalu mengangguk. "Jangan ngebut bawa mobilnya Rey," cetus Rifan sedikit lantang ketika melihat kedua anaknya sudah melangkah menjauh dari pandangan mereka berdua. Rey kini melajukan mobilnya dengan kecepatan standar keluar dari perkarangan rumahnya. "Bang, emang kita mau ada makan maldm di luar?" tanya Tia sambil menyalakan lagu untuk menemani perjalanan mereka. "Iya," singkat Rey. "Tia enggak ikut kan?" tanya Tia. Rey menoleh singkat ke sang adik lalu menjawab, "Semuanya ikut, termasuk kamu Queen." Tia jelas menghela nafasnya, pasalnya ia paling malas jika ada makan malam diluar karena ia tahu itu bukan makan malam keluarga sesungguhnya. "Tia enggak usah ikut deh Bang," ujar Tia dengan rautbwajah cemberut, matanya membinar menatap sang abang seraya memohon. Rey berkata, "Enggak boleh gitu dong Queen, Ayah bilang semuanya harus ikut. Jadi kamu juga harus ikut." Raut wajah Tia cemberut yang membuat laki-laki tersebut menatap sendu. "Abang harus beliin apa biar kamu ikut?" tanya Rey yang membuat Tia menoleh dengan senyuman jahilnya. Tia menjawab, "Mau motor sport." Sambil mengedipkan kedua matanya. "Motor sport?!" Tia mengangguk, ia yakin abangnya tidak akan setuju atas apa yang ia pinta. Rey berkata, "Okeh. Kamu kirim gambar dan mau yang mana." Tia jelas menoleh dengan mata yang melotot tidak percaya. "Hah?! Abang setuju mau beliin? Ini motor sport loh Bang," ujar Tia seolah memprovokasi sang abang untuk tidak menurutinya. "Ya itukan emang kemauan kamu dulu," jawab Rey. Tia kembali menghela nafasnya kecewa yang membuat laki-laki tersebut menoleh singkat lalu berkata, "Kok malah kaya enggak seneng gitu kamu." "Yaiyalah, kan niatnya mau minta itu biar abang enggak nurutin dan Tia enggak ikut makan malam bareng," jelas Tia sambil memanyunkan bibirnya. "Bagaimana bisa abang enggak nurutin kemauan adik kesayangan abang ini," cetus Rey sambil menurunkan topi sang adik yang membuat Tia semakin cemberut. 30 menit kemudian mereka telah sampai di mall terbesar yang perusahaan Rey kelola juga, laki-laki tersebut tanpa pikir panjang langsung memarkirkan mobilnya setelah mengambil karcis parkir. "Abang mau belanja apaan emang? Tumben banget," cetus Tia. "Mau beli baju sama sepatu palingan," balas Rey yang membuat Tia ber Oh ria. Mereka berdua turun dari mobil lalu melangkah masuk ke dalam mall tersebut. Rey dan Tia berkeliling melihat-lihat, tak jarang mereka banyak yang melihat karena dianggap sebagai pasangan serasai, terlebih karena cantik dan tampannya mereka. "Bang, Tia mau beli parfum disana," ucap Tia sambil menunjuk toko parfum dengan merk terkenal. "Yaudah ayuk," ucap Rey, barubsaja beberapa langkah teleponnya berdering yang membuat ia melihatnya. Rey berkata, "Kamu duluan saja ya, abang mau angkat telepon dulu." Tia yang mendengar mengangguk lalu melepas rangkulan tangannya di sang abang, tanpa pikir panjang gadis tersebut melangkah perlahan sendiri menuju toko tersebut. "Selamat datang Kak, silahkan mau cari apa?" Tia melihat ke arah wanita tersebut sambil melihat nametag dengan nama Nina Rewinda. Tia berkata, "Parfum kak." Dengan senyum manisnya, pegawai toko tersebut melangkah dan menyuruh gadis tersebut mengikutinya. "Ini parfum untuk keluaran terbaru Kak," ucap Nina. Tia manggut-manggut saja ketika di arahkan dan ditunjukkan parfum-parfum yang berjejer rapih, tentunya dengan harga yang tak murah. "Saya mau ini 2 kak," ujar Tia sambil menunjuk parfum berbentuk kotak. "Tidak mau dicoba dulu Kak?" tanya Nina seraya meyakinkan sebelum ia mengambilnya. "Tidak usah, parfum saya emang yang ini," ucap Tia. Pegawai yang berparas cantik dengan sopan tersebut mengambil parfum pilihan Tia lalu membawanya ke kasir. "Totalnya 5 juta 500 ribu, mau cash atau debit?" tanya kasir tersebut dengan nada sedikit jutek. "Debit aja," balas Tia, gadis tersebut lalu mencari dompet di tasnya, raut wajahnya panik ketika tidak menemukan dompetnya. Kasir tersebut dengan nametag bernama Putri memandang sinis. "Sebentar Kak," ujar Tia, kasir tersebut menghela nafasnya dengan memutar bola matanya dengan jengah. "Kak, parfumnya simpan dulu ya, saya mau cari abang saya dulu," jelas Tia. Putri menyela, "Modus lama, kalau enggak mampu bilang aja." Tia yang tadinya mau melangkah keluar mencari Rey, mengurungkan niatnya setelah mendengar perkataan kasir tersebut. "Apa susahnya nunggu saya? Apa pantas anda berbicara seperti itu kepada customer?" tanya Tia dengan nada dinginnya. "Customer tuh beli bukan ngambil terus modus lupa bawa dompet, lupa bawa duit, mau panggil ini mau panggil itu," cetus Putri yang membuat Tia menatap tajam. Nina berkata, "Put, enggak kaya gitu caranya. Siapa tahu dia benar mau mencari abangnya dulu." Tia memandang sendu ke arah pegawai cantik yang pertama menyambutnya. "Halah, ini anak kecil modus Nin, gue yakin niatnya juga mencuri," cetus Putri dengan mata sinisnya. Tia mengepalkan tangannya lalu menunjuk ke arah Nina yang membuat semua orang terkejut. "Gue ingetin sama lu, tangan gue enggak bisa untuk mencuri tapi kalau untuk menghancurkan lu gue bisa saat ini juga!" seru Tia dengan sorot mata yang merah karena amarah. "Berani-beraninya lu nunjuk gue!" Putri menampar kencang pipi gadis tersebut hingga membekas merah, Nina jelas memeluk gadis tersebut yang kini memegang pipinya. Nina menyela, "PUTRI! LU KETERLALUAN!" Tia yang baru saja ingin membalasnya lagi, namun Nina memeluknya dengan sangat erat. "Sudah, kamu jangan emosi, saya akan bertanggung jawab nanti," ucap Nina, Tia hanya mendongak menatap pegawai tersebut. "Lu ngapain si ngebela dia?! Enggak guna, udah usir aja, kotor-kotorin toko aja," cetus Putri yang membuat Tia semakin geram. Reyfan yang sudah selesai menelepon dan sekalian ke toilet lalu berjalan ke arah toko yang tadi di tunjuk oleh sang adik, raut wajahnya kebingungan ketika melihat toko tersebut sudah ramai. "Apa emang selalu ramai seperti itu?" tanya Rey sambil memasukkan tangannya kedalam saku celananya, namun beberapa detik kemudian ia memicingkan matanya. "Queen!" Laki-laki tersebut berlari sambil menerobos keramain yang ada, semua terpana sejenak ketika melihat ketampanan Reyfan. "Ada apa ini?" tanya Rey sambil memandang semua yang ada disana, terutama memandang Tia yang kini di peluk oleh sosok wanita yang ia pahami dia adalah pegawai toko tersebut. Tia kini melepas pelukannya perlahan dan menampilkan raut wajah yang memerah karena tamparan, Rey jelas terkejut. "Kenapa kamu? Siapa yang melakukan ini pada kamu?" tanya Rey dengan rasa khawatir. Rey kini menatap pegawai yang tadi memeluk sang adik. "Kenapa dengan gadis ini?" tanya Rey. "Dia enggak mampu bayar, ngambil sampai 2 minyak wangi, mungkin niatnya mau mencuri," jelas Putri yang membaut Rey menatap tajam wanita tersebut, lalu ia beralih menatap sang adik yang menggelengkan kepalanya. "Putri! Dia tidak mencuri, kalau dia mencuri juga barangnya sudah di tangan dia, inikan saya yang memberikan ke kamu," jelas Putri yang membuat Rey memandang sejenak wanita tersebut. Putri memutar bola matanya dengan jengah. "Nin, lu enggak ngebelain dia deh! Dia itu penipu," cetus Putri yang membuat Tia menatap geram. "Berapa total belanjaan dia?" tanya Rey sambil mengeluarkan dompet dari kantong celananya. "5,5." Tia menahan sang abang untuk membayarnya. "Aku enggak jadi belanja disini," ucap Tia. Rey memandang sambil mengerutkan keningnya. "Kenapa Queen?" tanya Rey lembut, membuat mereka semua heran atas perlakuan tersebut, tak jarang ada yang iri karena melihat mereka begitu sweet. "Enggak suka," balas Tia. Putri kembali memandang sinis tanpa sadar ia berhadapan dengan siapa sebenarnya. "Emang dasarnya enggak mampu kok belaga mau belanja di toko mahal," ujar Putri, kali ini Rey yang dibuat geram ia mengeluarkan smirknya dan menataptajam wanita tersebut. "Perlu saya beli tokoknya? Agar membuktikan ketidakmampuan saya dan adik saya?" tanya Rey dengan sarkas, Tia yang mendengar merangkul lengan sang abang agar tidak semakin kalut. Laki-laki tersebut mengeluarkan kartu black card yang resmi, jelas membuat mereka melongo tidak karuan. "Mahal kan tokonya? Saya bayar pakai kartu ini," jelas Rey sambil mengangguk ke atas lalu kembali berkata, "Ambil." Putri yang mengetahui bahwa kartu BC jelas terdiam seketika. Rey lalu memegang wajah sang adik dengan raut marah ia menatap wanita yang ia ketahui adalah pelaku yang membuat bekas merah di pipi cantik sang adik. "Anda lihat? Pantas anda menampar adik saya? Sudah bersih tangan anda menyentuh kesayangan saya?! saya sebagai abangnya saja tidak berani menamparnya, tapi anda siapa berani menampar adik saya?! Putri Treyan, besok akan ada panggilan untuk mengusut tuntas kekerasa ini," jelas Reyfan yang membuat Putri jelas menatap memohon. "Enggak usah drama! Anda melakukannya secara sadar dan dengan sengaja," ujar Rey dengan lantang ketika melihat Putri akan memohon kepadanya. Tia yang melihat menghela nafasnya, ini kenapa ia tidak ingin sang abang terlibat dalam hal apapun tentang dirinya. "Bang, udah, aku enggak papa kok," ujar Tia dengan lembut. "Pipi kamu merah kaya gitu kamu masih bilang enggak papa?" tanya Rey yang membuat Tia hanya mengangguk pelan dengan senyuman. Tia merangkul sambil mengelus pelan tangan sang abang. "Bang, serius Tia enggak apap, jangan di perpanjang, oke?" Rey menatap tidak percaya, ia menghela nafasnya pasrah. Laki-laki tersebut kini mengambil kartu debit lainnya dan memberikan kepada Nina yang terdiam terpaku. "Ini apa Pak?" tanya Nina, Tia tertawa pelan ketika sang abang di panggil 'Pak' oleh pegawai tersebut. "Pak Rey, ditanya tuh," cetus Tia meledek sang abang, Rey yang mendengar jelas menatap tidak percaya. "Untuk kamu, pinnya sudah ada di belakang." Nina jelas menatap heran. Nina menyela, "Enggak usah Pak, saya sudah mempunyai cukup gaji, dan kalau niat anda untuk membalas perlakuan saya kepada adik anda, tidak perlu. Saya membantu dan membelas sebagai manusi, dan teman saya sudah salah akan sikapnya. " Rey yang mendengar memandang lekat ke wanita tersebut dan tanpa sadae mengulumlan senyumnya. Tia yang melihat jelas menyenggol sang abang yang membuat Rey menatap sambul mengerutkan keningnya seraya bertanya. "Yasudah kalau gitu, kita akan bertemu lagi nanti," ucap Rey, ia lalu merangkul samg adik dan keluar dari toko tersebut. "Bang, jangan sampai Bubu Ayah tahu ya," ucap Tia. "Kamu itu masih saja memikirkan orang lain, lihat pipi kamu sampai merah gitu, pasti sakitkan, coba kalau abang enggak tahu kejadian ini," jelas Rey. Tia hanya tersenyum, yaps Tia masih mengontrol emosinya jika orang tersebut hanya mencari bermasalah dengannya namun jika sudah keluarganya, emosinya akan lebih daripada Reyfan dan hanya Rega yang tahu soal itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD