Gadis tersebut kini berganti baju di bilik UKS, tentunya di jaga ketat oleh kelima laki-laki tampan disekolah tersebut. "Baju kotornta buang aja," kata Revan sedikit berteriak, Tia membuka bilik uksnya ketika telah selesai berganti baju.
"Gue udah ganti, balik badan," kata Tia, kelima laki-laki tersebut lantas membalikkan badannya kembali ke arag gadis tersebut.
Revan merasa tidak berguna ketika menatap sang adiknya, ia menatap dengan rasa bersalah membuat gadis tersebut kini mengerutkan keningnya lalu memegang tangan Revan. "Bang, it's okay, enggak papa kok, jangan ngerasa bersalah gitu," jelas Tia.
"Lu kalau mau bertindak pikir 2 kali apa Ti," cetus Rega dengan sedikit kesal menatap gadis yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri.
"Sakit enggak?" tanya Revan lembut.
Tia menatap abangnya lalu melihat ke arah tangan yang sudah diperban. "Enggak kok, maafin ya udah buat khawatir," kata Tia.
"Lain kali jangan gitu ya," ujar Revan sambil mengelus rambut sang adik.
"What de pak men," lanjut Bary yang membuat semua menoleh, sedangkan Bary hanya menyengir kuda mereka yang melihat lantas menggelengkan kepalanya lalu tertaw kecil melihatnya.
Riko menyela, "Si kamperet emang." Sambip menoyor kepala sahabatnya.
"Lu mau ijin aja?" tanya Alex.
"Enggak usah, gue baik-baik saja kok," balas Tia membuat Alex mengangguk saja dengan senyum tipis di bibirnya.
Riko bertanya, "Ti, lu mau kita bantu cari siapa yang fitnah lu?" Semua sontak lantas menoleh ke arah gadis tersebut seraya menunggu jawaban yang tepat.
"Enggak usah, lagi juga gosip kaya gitu bakal berlalu begitu saja kok," balas Tia dengan senyuman tipis.
Bary menyela, "Plis deh Ti jangan terlalu baik, kita semua ini udah anggap lu adik sendiri."
"Dia emang adik kandung gue anjrot!" seru Revan sambil menoyor kepala sahabatnya.
Alex berkata, "Dia calon istri gue!" Tia yang mendengar sontak menoleh ke arah sumber suara dengan raut wajah tidak percaya, semua yang berada jelas tidak terkejut yang membuat gadis tersebut semakin bingung.
"Iya iya ini calon lu, enggak perlu lu ingetin lagi," kata Riko.
Bary menyela, "Iya, norak lu ah."
"Kalian?!" Ketiga orang tersebut sontak melihat gadis tersebut sambil menggaruk tengkuk leher yang tidak gatal.
Rega berkata, "Kita sudah tahu kalau lu di jodohin sama nih kamperet." Sambil menunjuk Alex yang kini menatap datar ke arahnya.
Tia lantas menoleh ke arah Revan dan Alex secara bergantian, tatapannya jelas ingin menerkam kedua laki-laki tersebut. "Mereka sahabat gue, jadi enggak ada yang perlu di sembunyiin kan," kata Alex membuat Tia melotot tidak percaya.
"Siapa aja?!" seru Tia.
"Kita doang kok," balas Bary.
Riko menimbrung, "Iya benar, kita doang kok."
"Awas ya kalau ada yang tahu lagi, gue males kena gosip lagi, serasa artis tahu enggak!" seru Tia dengan kesal.
Rega menyela, "Berarti lu mengakui dong." Sambil menaikkan kedua alisnya jelas itu membuat Tia terdiam, ia jelas kini terdiam kikuk terlebih Alex melihatnya dengan sangat lekat sambil tersenyum tipis.
"Teman gue mah ganteng, duitnya banyak, jadi ya harus di akuin lah," kata Bary membuat Riko hanya mengacungkan jempolnya, sedangkan Alex hanya tersenyum saja mendengar penuturan sahabatnya.
Gadis tersebut kini beranjak turun dari kasur UKS semua jelas sergap seolah menjaga membuat Tia hanya memutar bola matanya dengan jengah. "Yang luka tangan gue bukan seluruh tubuh gue," cetus Tia, ia lalu melangkah keluar dari UKS jelas kelima laki-lali tersebut sontak mengikutnya.
Semua penghuni kembali di buat iri oleh keberadaan Tia di tengah-tengah kelima mostwanted sekolah, bagaikan ratu Tia berjalan didepan dengan lima laki-laki di belakangnya dengan posisi Revan-Alex, sedangkan terakhir ada tiga semprolnya The Boys yang berjalan bersamaan. Mereka berjalan seraya magnet yang membuat semua mata tertuju, dan lorong sekolah yang ramai seolah langsung diberikan ketika mereka lewat. "Tuh kurang baik apa kita, lu dijadikan ratu oleh 5 orang laki-laki tampan," cetus Bary dengan pedenya.
"Ratu apaan? Ratu bahan gosip iya," cetus Tia.
Kelima laki-laki tersebut menemani hingga gadis tersebut sampai di bangku tempatnya duduk dengan selamat, semua penghuni kelas Tia sontak terkejut akan keberadaan The Boys, semua sontak berbisik bahakn memfoto untuk dijadikan bahan berita. "Tia! Lu enggak papa? Luka lu gimana?" tanya Siska dengan raut wajah khawatir, Revan yang melihatnya menahan gemasnya kepada sahabat adiknya.
"Gue enggak papa Ka," balas Tia dengan senyuman.
Rayna bertanya, "Lu serius enggak papa?" Tia mengangguk dengan yakin kalau dia enggak papa.
"Udah gue perban," kata Alex membuat ketiga sahabatnya menoleh ke arah sumber suara.
Riko tertawa pelan melihat ketiga wanita yang terdiam melongo melihat sahabatnya berbicara. "Santai aja, ini benaran Alex kok bukan kloningan," ujar Riko.
"Saking jarangnya ya dengar dia bicara makanya pada shock," cetus Bary sambil menepuk bahu sahabatnya tersebut, Alex hanya melirik dengan raut wajah datar.
Revan berkata, "Jagain Tia ya, kabarin kalau ada apa-apa."
"Punya nomor lu aja enggak, gimana mau kabarin," kata Siska dengan santai, jelas semua yang mendengar sontak terkejut.
"Kode itu kode," kata Rega.
Bary menimbrung, "Peka apa Van, dia minta nomor lu tuh."
"Payah banget kaya si Alex," cetus Riko, Alex sontak menoleh ke arah sahabatnya dengan raut wajah tidak terima.
"Alez mah berani, cuman mintanya sama Revan," sindir Rega.
"Handphone lu mana?" tanya Revan membuat Siska terdiam sejenak sambil mengerutkan keningnya, Rima menyenggol sahabatnya agar tersadar dari diamnya.
Tia kini mengambil handphone sahabatnya dari kantong lalu ia berikan kepada sang abang. "Lu kelamaan, keburu dia berubah pikiran," cetus Tia dengan santainya.
Revan tersenyum simpul lalu mengetik nomor teleponnya tidak lupa ia juga menyimpannya, semua penghuni kelas lantas terkekut ketika Siska mendapatkan nomor ketua The Boys tersebut semua jelas dibuat iri atas kejadian tersebut. "Udah gue save," kata Revan lalu mengembalikan handphonenya.
Siska menerimanya jelas raut wajahnya masih tidak percaya dengan yang terjadi, ia menatap layar handphonenya yang tertera nama pujaan hatinya. "Kalau gitu kita ke kelas dulu," kata Revan sambil mengelus pucuk rambut Tia dengan gemas.
"Udah sana lu ah," cetus Tia dengan raut wajah cemberut.
Alex berkata, "Nanti gue jemlut di kelas, jangan pulang duluan." Revan sontak menoleh ke arah sang sahabat, namun ia tak ambil pusing.
"Bye," ujar Bary sambil seraya menebae pesona.
Rayna mencetus, "Sok ganteng." Namun ia tersenyum laki-laki tersebut sudah menjauh dari jangakuannya.
"Emang ganteng kali," kata Tia meledek.
Rima menyela, "Ganteng banget sampai di lihatin terus Ti." Mereka bertiga lantas tertawa membuat Rayna tersadar dari lamunan menatap Bary.
"Udah ngelihatinnya?" tanya Siska sambil menaikkan kedua alisnya.
Rayna lantas menatap secara bergantian ke arah ketiga sahabatnya yang kini tersenyum sambil menaikkan kedua alisnya. "Ish apaan si lu bertiga, siapa yang ngelihatin coba," kata Rayna dengan raut wajah yang mengelak, ia lalu duduk membuat ketiga sahabatnya semakin melihatnya untuk meledek.
"Muka lu kenapa? Habis makan matahari?" tanya Rima.
"Makan matahari?" tanya Rayna bingung sambil memegang wajahnya.
Rima membalas, "Soalnya merah gitu."
"Ah Rima bisa aja, itu tandanya Rayna malu," cetus Siska lalu tertawa, membuat Rayna memandang kesal namun beberapa detik kemudian ia juga tertawa malu.
Bell masuk kita berbunyi semua para siswa-siswi yang masih berada d luar kelas lantas berhamburan untuk mencapai kelasnya, sedangkan yang berada di kelas membenarkan posisi duduknya walau masih ada saja yang bergosip sebelum guru masuk. Pelajaran di mulai kembali, semua mengikutinya dengan serius dan fokus ketika guru menjelaskan di depan kelas.
Rayna yang duduk di samping Tia sontak melihat ke arah sahabatnya yang sesekali meringis ketika menulis, karena mungkin tekanan tenaga yang dikeluarkan membuat luka perih dan nyeri. "Ti, enggak usah di paksain, lu bisa nyalin kalau udah sembuh," kata Rayna.
"Gue enggak papa," balas Tia dengan senyuman.
Rayna mengambil pulpen sahabatnya membuat Tia menoleh dengan raut bingung. "Kalau di bilangin tuh nurut, cewek bilang enggak apap berarti enggak baik-baik aja," kata Rayna.
"Teori dari mana itu?" tanya Tia.
Rayna menyela, "Dari kamus gue." Tia hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis.
"Tiara, kamu tidak menulis?" tanya sang Guru.
"Maaf Bu, Tia tangannya lagi sakit," balas Rayna yang membuat Tia tersenyum tipis melihat sahabatnya, gadis tersebut mengangkat tangan kanannya yang diperban membuat sang guru hanya mengangguk saja, sedangkan seisi kelas hanya memandang saja karena mereka tahu kejadiannya dan kenapa tangan gadis tersebut sampai di perban.
Guru tersebut berkata, "Baik, kamu bisa menyalin nanti setelah sembuh."
"Terimakasih Bu," kata Tia, Guru tersebut kembali melanjutkan menulis materi yang tidak ada di dalam buku.
Waktu cepat berlalu, bell pulang kini telah berbunyi guru juga keluar dari kelas setelah berpamitan kepada para siswa dikelasnya. Keempat sahabat tersebut melangkah keluar kelas, dan raut wajah mereka sontak terkejut ketika kelima laki-laki sudah berjajari di samping pintu kelasnya. "Lu ngapain si suka banget si kelas gue?" tanya Tia dengan malas.
"Mau jagain lu lah," cetus Bary.
Riko menimbrung, "Sebagai sahabatnya Revan dan Alez kita harus jagain lu juga."
"Betul, betul, betul," kata Rega meniru nada kartun upin dan ipin.
Alex berkata, "Lu bareng gue."
"Tap–"
"Gue udah ijin sama Revan," cetus Alex lalu mengambil tas gadis tersebut untuk di bawanya.
Tia menyela, "Gue bisa bawa sendiri ish!" Sambil menarik kembali tasnya, namun sangat si sayangkan laki-laki tersebut tidak melepasnya.
"Oke, tapi gue enggak mau bareng sama lu," cetus Tia dengan raut wajah kesalnya, Alex yang mendengar sontak tersiam sejenak membuat Revan mengkode untuk mengikuti saja perkataan sang asik.
Laki-laki tersebut lalu mengembalikan tasnya, Tia mengambilnya dengan kasar, ia lalu melangkah pergi meninggalkan mereka semua yang menatap melongo. "Gue duluan," kata Alex lalu sedikit berlari menyusuk gadis tersebut.
Mereka bertujuh hanya menatap sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Gemes banget sama mereka berdua," kata Siska, Revan tanpa sadar menoleh ke arah sahabat adiknya yang berada di sampingnya ia tersenyum tipis ketika melihat gadis tersebut juga tersenyum.
"Nah sekarang kita nih yang gemes sama lu berdua," cetus Riko.
Bary menyela, "Nasib jomblo gini amad si."
"Rim, pulang bareng yuk," kata Bary sambil menaikkan kedua alisnya.
Rega menoyor kepala sahabatnya lalu berkata, "Terus aja, Rima pulang bareng gue." Rima yang mendengar sontak terkejut mendengaenya, ia menoleh ke arah sumber suara sambil menunjuk dirinya seraya meyakinkan, Rega mengangguk dengan pelan.
*Yaudah Rayna mau enggak pulang sama abang?" tanya Bary.
Rayna terdiam sejenak menatap laki-laki tersbeut yang kini menaikkan kedua alisnya, tampan memang namun terlalu gengai untuk Rayna ungkapkan. "Gak!" seru Rayna lalu melangka meninggalkan mereka.
"Udah emang nasib lu jomblo kali," cetus Riko.
Rega berkata, "Kayanya Rayna tahu buaya kaya lu harus di jauhin."
Siska berteriak, "Ray, tungguin gue!" Gadis tersebut lantas sedikit berlari untuk menyamai jalannya dengan sahabatnya.
"Ayuk," kata Rega membuat Rima tersipu malu lalu mengangguk.
Kini tinggal mereka bertiga yang masih berdiam diri didepan kelas Tia, mereka saling menatap satu sama lain terlebih ketika melihat Bary yang seolah ingin menggoda, Revan dan Riko sontak bergidik merinding. "Ish, amit-amit," kata Riko.
Sedangkan di sisi lain Alex dan Tia audah berada di parkiran, laki-laki tersebut memberikan helm yang membuat Tia jelas mengerutkan keningnya. "Pakai, buat keselamatan lu," kata Alex.
"Lu bawa 2 helm?" tanya Tia.
Alex menyela, "Iya, dan setia hari harus gue bawa sekarang."
Tia lantas mengerutkan keningnya dengan heran lalu bertanya, "Kenapa?"
"Karena lu enggak akan tahu kapan aja gue bisa jemput dan anterin lu," kata Alex.
"Jadi maksud lu ini helm emang dipersiapin buat gue?" tanya Tia, Alex menatap gadis lalu mengangguk untuk menjawabnya, ia juga memakaikan helm gadis tersebut.
Alex berkata, "Gue suruh pakai buat di tenteng." Gadis tersebut hanya terdiam saja diperlakukan seperti itu, jelas banyak paparazi dari sekolahan mereka yang memotret kejadian tersebut.
"Gue bisa sendiri," kata Tia, baru saja ingin mengambil alih untuk mengunci helm namun Alex sudah lebih dulu melakukannya.
Alex mengkode untuk gadis tersebut naik terlebih dahulu di motornya. "Kenapa?" tanya Tia.
"Naik, gue bantu, tangan lu kan sakit," kata Alex, Tia mengerutkan keningnya dengan bingung, laki-laki tersebut sontak memutar bola matanya dengan jengah lalu menggendong gadis tersebut hingga duduk dengan sempurna di jok belakang motornya.
Tia menyela, "ALEX! ISH!"
"Lu kelamaan gue gregetan," cetus Alex.
"Tapikan enggak digendong juga, nanti kalau ada gosip yang enggak-enggak gimana?" tanya Tia sambil melirik kesana kemari.
Alex menyela, "Biarin, selama di gosipinnya sama lu enghak masalah buat gue." Gadis tersebut yang mendengar sontak terdiam, kini Alex menaiki motornya dengan perlahan agar kakinya tidak mengenai gadis tersebut.
"Pegangan," kata Alex ketika sudah menaikan standaranya dan menyalakan motornya.
Tia lantas memegang hoodie yang dikenakan laki-laki tersebut dengan perlahan. "Jangan ngebut," kata Tia memperingati.
"Siap Tuan Putri," balas Alex, ia kini melajukan motornya dengan perlahan keluar dari gerbang sekolah mereka. Kecepatan standar, tidak kencang tidak juga terlalu pelan itu yang di pilih laki-laki tersebut untuk membuat nyaman gadisnya ketika melajukan motornya.
Tia tersenyum tipis, terlebih ketika wangi harum parfum yang dikenakan Alex terciun olehnya ketika angin berhembus. "Kita makan dulu ya," kata Alex.
"Enggak mau," balas Tia, namun laki-laki tersebut sudah membelokkan motornya ke warung bakso dan menghentikan laju motornya di pinggir jalan.
Alex berkata, "Turun."
"Gue enggak mau," cetus Tia dengan raut wajah cemberut, Alex lalu turun dari motornya dengan perlahan.
"Mau turun sendiri atau gue turunin?" tanya Alex yang berlaga ingin menggendong gadis tersebut.
Tia jelas terkejut lalu berkata, "Stop, gue turun sendiri." Laki-laki tersebut sontak tersenyum kemenangan, namun tetap saja ia membantu gadis tersebut turun dari motornya namun tidak menggendongnya hanya memegang tangannya.
"Gue enggak mau makan," kata Tia.
Alex tidak menggubris perkataan gadis yang kini mengikuti langkahnya. "Bang bakso urat 2 ya, sama es teh manis 2 juga," kata Alex, ia lalu kembali melangkah untuk duduk di bangku yang kosong, membuat Tia hanya memandang kesal ke arah Alex.
"Kenapa? Lu enggak biasa makan dipinggir jalan kaya gini?" tanya Alex ketika sudah duduk.
Tia terdiam sejenak lalu duduk di bangku yang tadi di bersihkan oleh Alex. "Bukan, cuman enggak laper saja," balas Tia.
"Lu belum makan kan?" tanya Alex, Tia menggelengkan kepalanya pelan.