Rosi dan Herman pun mulai gelap mata. Mereka berdua saling cumbu dan saling memberikan surga. Lupa dengan status mereka yang sudah memiliki pasangan masing-masing dan lupa dengan dosa. Menikmati setiap sentuhan hingga ke duanya menjadi lena.
“Bang, ke kamar yuk ...,” ajak Rosi yang sudah mulai memanas dan menegang. Wanita itu selalu tidak tahan setiap Herman mulai menyentuhnya.
Herman mengangguk. Pria itu menuntun tangan Rosi menuju kamar anak lelaki Rosi yang terdapat di bagian belakang. Mereka sengaja memilih kamar itu karena menganggap kamar itu lebih aman jika terjadi hal yang tidak mereka inginkan. Kamar belakang itu memiliki pintu khusus menuju salah satu kamar mandi. Herman sendiri yang membuatnya ketika mengerjakan renovasi rumah Rosis dengan alasan memudahkan anaknya jika ingin ke kamar mandi.
Herman menutup pintu itu kamar itu dengan perlahan, lalu mendorong tubuh Rosi dengan pelan hingga terjatuh ke atas ranjang tak berdipan. Suami Santi itu kembali melahap sadis bibir saudara sepupunya itu hingga Santi tidak sanggup lagi menahan erangan dan desahan yang melenakannya.
Dengan cepat, Herman menarik daster yang dikenakan Rosi. Daster tertarik, tubuh Rosi polos seketika karena wanita itu memang tidak mengenakan underwear apa pun untuk mengamankan asetnya. Di rumah, ia memang terbiasa tidak menggunakan pengaman apa pun untuk mengamankan bagian dalam tubuhnya.
Herman seketika memanas. Tubuh yang memang jauh lebih indah dari tubuh istrinya itu membuatnya tidak sabar untuk menikmati. Herman pun dengan cepat membuka semua pengaman tubuhnya hingga tubuh itu polos sempurna.
Herman tidak sabar, Rosi pun juga demikian. Tidak butuh waktu lama untuk ke duanya hingga tidak ada pembatas apa pun lagi. Penyatuan untuk ke sekian kalinya itu pun terjadi. Penyatuan haram karena ke duanya sama-sama sudah dikuasai oleh nafsu setan.
Semua terasa menyenangkan tanpa adanya rasa takut akan Tuhan. Mereka tidak sadar jika ada yang mengawasi, bahkan setiap sendi mereka selalu dibayang-bayangi aroma kematian. Namun mereka tidak paham, kesenangan itu terlalu melenakan. Hembusan angin surga itu, membuat sel otak mereka tertutup seketika. Yang terasa hanya rasa nikmat dan ketakutan seketika sirna.
-
-
-
Rosi terkulai lemas setelah melakukan beberapa kali pelepasan. Herman pun demikian, langsung terjatuh di atas tubuh sepupunya setelah memuntahkan semua lahar hangat ke dalam rahim terlarang itu. Rahim yang seharusnya tidak terisi oleh cairan haram yang ia semburkan secara sadar.
“Kamu masih pakai pengaman’kan?” tanya Herman dengan napas tersengal.
Rosi mengangguk, “Masih, Bang. Anak aku sudah tiga, aku belum mau menambah anak lagi,” lirih Rosi dengan d**a naik turun karena kelelahan.
“Hhmm ... baguslah ....” Herman mulai merebahkan tubuhnya ke atas ranjang. ia menatap langit-langit kamar putra Rosi dengan senyum penuh kepuasan. Langit-langit kamar yang ia kerjakan sendiri ketika Rosi dan suaminya meminta bantuan Herman untuk merenovasi rumah mereka.
Namun ada satu hal yang masih mengganjal di hati pria itu. walau ia sudah dapatkan kepuasan dari Rosi, tidak serta merta membuatnya melupakan Cici. Ia bahkan berhalusinasi tengah menggauli adik iparnya itu tatkala menggauli saudara sepupunya itu. Cici, sudah membuat Herman kehilangan akal sehatnya.
Rosi yang semula juga menatap langit-langit kamar, memutar tubuhnya hingga menghadap ke arah Herman. Ia menatap wajah saudaranya yang sudah menggaulinya beberapa kali semenjak Herman disuruh Rosi melakukan pengerjaan renovasi rumahnya beberapa bulan yang lalu.
Sudah satu tahun Herman memang beralih profesi menjadi buruh bangunan. Ia diberhentikan dari pekerjaannya karena kedapatan berbuat curang di sana. Beruntung suami Santi itu masih memiliki kemampuan pertukangan yang cukup mumpuni dan bisa diandalkan.
“Bang, sampai kapan kita akan seperti ini?” tanya Rosi seraya meletakkan tangan kirinya ke atas tubuh Herman.
“Maunya Rosi, bagaimana?”
“Bagaiman kalau bang Ceki tahu atau Santi tahu?”
“Palingan mereka marah dan kita akan beri mereka berdua ramuan lagi, hahaha ....” Herman menjawab tanpa beban.
“Abang ini ....” Rosi mencubit pinggang Herman.
Herman pun memutar tubuhnya, mendekap tubuh polos Rosi dengan erat, “Lalu kamu maunya bagaimana? Apa abang harus menjauh? Memangnya Rosi tega melihat abang uring-uringan setiap punya masalah dengan Santi? Apa Rosi sendiri kuat jauh dari abang?”
Rosi menggeleng, pelan, “Aku sudah candu sama rudal kamu, Bang,” lirih Rosi, manja.
“Terus, mengapa kamu memikirkan hal itu?”
“Entahlah, aku khawatir saja. Sebab sama bang Ceki, nggak ada enak-enaknya sama sekali.”
“Suruh saja Ceki minta ramuan sama pak Jonu.”
“Bang Ceki nggak mau, katanya haram. Makanya aku suka sebal sama bang Ceki. Sudahlah pulangnya hanya sesekali, pas mau gituan nggak ada rasanya sama sekali. Beda sama punya kamu, Bang. Baru saja masuk, eh udah bikin bergetar.” Rosi tersenyum manja.
“Tentu saja bikin bergetar, ada yang niup di bawah sana, hahaha ....” Lagi, jawaban Herman seakan tanpa beban. Rosi seketika bergidik mendengar jawaban itu.
“Abang jangan becanda, ah ....” Seketika Rosi merasa ada aura yang berbeda di rumah itu. ia mendekap tubuh Herman lebih erat lagi.
“Ngapain kamu takut? Mereka itu teman-teman kita kok. Buktinya kamu sampai kejang-kejang’kan? Selesai berapa kali tadi?” tanya Herman, nakal.
Rosi tersipu malu. Aura aneh itu seketika membuat tubuhnya kembali memanas. Miliknya terasa kembali meremang dan minta untuk dimasuki lagi.
“Tuh’kan, mau lagi? jangan takut sama mereka, Sayang ... mereka itu teman-teman kita.”
Herman kembali mendekatkan wajahnya pada wajah Rosi. Mencium wajah itu dengan penuh nafsu. Aura yang semula mulai panas semakin memanas. Rosi merasa tubuhnya tengah digelitik oleh tangan-tangan yang halus dan lembut.
Wanita itu lupa dengan rasa takutnya. Makhluk-makhluk tak kasat mata itu, terus memberikan sentuhan-sentuhan yang maha dahsyat ke tubuh Rosi. Mereka tidak hanya membantu Rosi mencapai surga, akan tetapi juga ikut terlibat dalam persetubuhan itu.
Tanpa disadari oleh Rosi, ia tengah di kelilingi oleh makhluk yang juga ikut menikmati keindahan tubuhnya. Ke-alpaannya terhadap sang maha pencipta membuat Rosi buta dan lupa bahwa kenikmatan yang diberikan Herman hanyalah semu belaka. Tanpa bantuan teman-teman gaibnya, milik Herman juga tak memiliki rasa apa-apa, bahkan tak ada hebatnya sama sekali.
Kamar itu semakin panas dan tubuh Rosi juga memanas. Permainan yang terjadi kali ini bahkan lebih dahsyat dari pada permainan yang terjadi sebelumnya.
Rosi menggelinjang hebat. Desahannya kali ini terdengar sangat kuat bahkan nyaris berteriak. Namun teman-teman gaib Herman seakan membuat kamar itu kedap suara layaknya kamar-kamar hotel berbintang. Teriakan Rosi sama sekali tidak terdengar di luar kamar yang sudah dipenuhi aura mistis yang kuat.
Herman dan teman-temannya terus memberikan surga kepada Rosi. Wanita itu pun kembali mencapai surganya beberapa kali sebelum kembali lemas tak berdaya dengan cairan yang sudah tumpah ruah ke atas alas ranjang.
-
-
-
Pagi yang sejuk kini berubah panas. kota Pekanbaru itu kini tampak sangat terik sebab matahari sudah hampir tegak di atas langit kota. Herman dan Rosi yang sebelumnya terlelap karena sudah menyelesaikan tujuan mereka, kini terjaga.
Rosi terbelalak ketika menatap jam dinding kamar. Beberapa menit lagi jam dinding itu sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Itu artinya, kurang dari satu jam lagi, anak-anak Rosi akan pulang sekolah.
”Bang, aku harus segera membereskan semua ini sebelum anak-anakku pulang sekolah. Kamu bisa kerjakan bagian dapur karena bagian dapur itu masih terbengkalai. Beberapa bahan bagunan masih tersisa. Kalau semennya kurang, kamu bisa tolong beli saja di toko bangunan dekat simpang Jambu.” Rosi langsug bangkit dan kembali mengenakan dasternya.
Herman dengan cepat menyambar lengan Rosi, “Kalau abang kerja di sini, gajinya beda lho ... karena abang’kan sudah memberikan pelayanan tambahan,” nyengir Herman bercanda namun hatinya mengatakan jika ia serius.
Rosi tersenyum manis, “Tenang saja, nanti akan aku kasih gaji tambahan.” Rosi pun memberikan kecupan ringan di pipi Herman sebelum benar-benar menghilang dari kamar itu untuk membersihkan dirinya.
Sebelum masuk ke dalam kamar mandi pribadi yang berada di dalam kamarnya, Rosi menatap tubuhnya lewat pantulan cermin besar yang terdapat di dalam kamar itu. Rosi merasa dirinya semakin cantik. Ia menyentuh sendiri beberapa bagian tubuhnya yang sudah digauli oleh Herman. Rasa itu masih berbekas di sana. Kenikmatan semu yang sudah membuat Rosi semakin lupa dan semakin jauh dari sang pencipta.
Setelah tertawa kecil membayangkan dahsyatnya permainannya dengan Herman, Rosi pun masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Wanita itu harus melakukannya dengan cepat, sebab ia juga harus membereskan kamar putranya sebelum anak bungsu berusia sepuluh tahun itu kembali dari sekolahnya.
***
***
***
Haduh ... kok aku yang bergidik ketika menulis cerita ini ya ... hahaha ...
Keknya mereka ikutan baca dibelakang aku, nah lo ...
mampus dah, wakaka ...
Nggak ah, aku hanya bercanda. Insyaa Allah, aku nggak pernah merasa aneh sich, kecuali jika nulis di jam 00-2 malam, dua jam terlarang keknya, hehehe