29. Kakak Beradik Pasangan Mafia

992 Words
Sebuah ruangan gelap bisa terlihat samar-samar seorang wanita berpakaian seksi tengah duduk di kursi kebesarannya. Jemari lentik yang dihiasi kuku palsu cantik itu tampak menggenggam tiang gelas pesta di tangan kirinya. Beberapa lelaki berpakaian serba hitam berdiri dengan berderet rapi menatap lurus bersama salah satu telinga mereka terhubung komunikasi earpiece. Hal tersebut membuat salah satu dari pengawal itu tampak memegang telinga kirinya, sebelum ia melangkah mendekati seorang wanita yang mulai menekuk salah satu kakinya dengan anggun. “Bos, ada email,” ucap pengawal tersebut memperlihatkan sebuah kotak masuk email yang berada di ipad pegangannya. Sejenak wanita itu menerima ipad dengan gerakan mulus, kemudian mulai menyentuh pesan yang belum dibuka. Domain yang terlihat di sana bukanlah dari lokal membuat wanita itu terdiam sesaat, sebelum akhirnya membuka pesan tersebut. Setelah selesai, wanita itu mengembalikkannya pada seorang pengawal dan bangkit melenggang keluar dengan gerakan begitu anggun. Kedua sepatu heels-nya bergemeletuk mengisi kekosongan ruangan gelap, hanya ada sinar samar-samar berwarna merah yang begitu berani. Wanita itu tampak membuka salah satu pintu yang ada pada lorong ruangan tersebut, dan melenggang masuk melihat ruangan kerja pada umumnya. Belvyah Visolela Adsila, seorang mafia perempuan yang memiliki gen half bred Amerika, Korea, Italia dan Indonesia. Seorang wanita dengan wajah memikat, postur tubuh tinggi, rambut rulus yang cantik, dan memiliki sepasang bola mata biru. Tanpa ada yang menduga sama sekali pekerjaannya berbanding balik dengan fisik begitu sempurna, layaknya bidadari. Nyatanya memiliki fisik sempurna menjadi nilai tambah wanita itu melakukan semua pekerjaannya. Selain wajah yang sering kali membuat orang menjadi luluh, Belvyah memiliki kebiasaan buruk terhadap keinginannya dalam berhubungan intim dengan banyak lelaki. Terkadang tidak sedikit wanita itu berhubungan tiga kali dalam sehari. Entah itu malam ataupun siang, Belvyah tidak pernah bisa melewatkannya sama sekali. Membuat wanita itu dijuluki sebagai hypersex yang menjadikan kedua orang tuanya ingin sekali menikahkan putri mereka pada seorang lelaki, agar kebiasaan buruknya bisa menghilang. Namun, dalam pekerjaan sebagai seorang mafia, jelas saja tidak ada yang bisa jatuh cinta. Apalagi memperlihatkan kelemahan di depan seseorang yang tidak bisa ditebak sebagai kawan ataupun musuh. Karena kebanyakan dari mereka sering kali menganggap semua orang adalah musuh yang seharusnya segera diberantas. “Kamu sudah melihatnya, bukan?” celetuk Belvyah mendudukkan diri di pangkuan seorang lelaki tampan yang tengah sibuk memaca dokumen di hadapannya. Lelaki yang awalnya tengah fokus membaca dokumen pun mulai mengalihkan perhatian dengan memeluk pinggang Belvyah. Wanita itu tampak mengalungkan kedua tangannya pada leher lelaki tampan yang dengan tangan tidak sopan mulai meraba-raba paha mulus milik Belvyah. Namun, Belvyah langsung menahan tangan itu tepat hendak meraih tepat bagian bawah hot pants yang menjadi dalaman gaun pendek miliknya. “Jangan bermain-main,” ucap wanita itu dingin. “Astaga, Belvyah, ayolah gue cuma bercanda!” balas lelaki itu tertawa lepas, kemudian menarik tangannya dari paha mulus yang menggugah selera tersebut. “Kalau urusan ini udah selesai, gue langsung urusin semuanya. Lo tenang aja.” Belvyah mengangguk acuh tak acuh, kemudian bangkit dengan tatapan kecewa terlihat jelas dari wajah sang lelaki tersebut. Diam-diam membuat wanita itu tersenyum miring, kemudian berbalik mengecup bibir lelaki itu dengan menggigitnya sedikit. “Itu aja buat hari ini,” ucap Belvyah singkat, sebelum akhirnya wanita itu benar-benar melenggang keluar dari ruangan. Sejenak wanita itu tampak melangkah dengan santai menuju toilet. Ia mengembuskan napas panjang ketika menyadari lipstick-nya sedikit acak-acakan akibat perbuatan yang dilakukan dirinya tadi. Belvyah mulai memberikan sedikit touch up pada wajahnya agar terlihat lebih sempurna. Tepat menyelesaikan kegiatan tersebut, wanita itu pun melenggang keluar. Ia mengembuskan napasnya panjang menyadari lorong toilet benar-benar kosong. Kemungkinan besar memang para karyawan di sini tidak ada yang berani berdampingan dengan Belvyah ketika berada di toilet. Bukan karena tidak menyukai wanita itu, melainkan terlihat lebih sungkan dan tetap menjaga kesopanannya. “Bel, ngapain lo di sini? Ayo, balik!” Seorang lelaki bertubuh kekar dengan wajah tampan itu tampak menarik pergerakan tangan Belvyah hingga wanita cantik itu nyaris terhuyun akibat menyamakan langkah. “Bang, ini masih di kantor. Jangan malu-maluin gue dong!” protes Belvyah berusaha menutupi wajahnya menggunakan dompet mahal yang bisa digunakan untuk membeli salah satu mobil mewah. Wajah wanita itu tampak berbanding balik ketika pertama kali menampakkan diri, seakan ia adalah pribadi yang berbeda. Walaupun pada kenyataannya, selama ini Berlvyah memang selama memasang tatapan dingin di depan para bawahannya, agar tidak ada dari mereka yang meremehkan wanita tersebut. “Masuk!” titah Vernon tegas. Seorang lelaki dengan ketampanan khas dewa itu tampak berdiri menjulang tinggi tepat di hadapan Belvyah. Adik kandung yang begitu sulit diatur. “Bang, kita mau ke mana?” tanya Belvyah dengan menggeleng keras menolak perintah kakaknya sendiri, meski tatapan lelaki itu mulai terlihat menyeramkan. “Apartemen gue,” jawab Vernon mengembuskan napas panjang. “Mau masuk sendiri atau gue yang masukin?” Belvyah memutar bola matanya malas, lalu menarik dasi yang melingkari lehr sang kakak dan berbisik, “Sorry, gue enggak minat kalau sama saudara sendiri.” Kedua mata Vernon membulat sempurna melihat tingkah sang adik yang menjadi-jadi. Akan tetapi, respon telat dari lelaki itu membuat Belvyah memanfaatkan situasi dengan langsung masuk ke mobil sang kakak. Ia meninggalkan lelaki tampan dengan ekspresi terbengong tidak percaya. Kemudian, lelaki itu tampak menggeleng pelan sambil memijat pangkal hidungnya yang terasa lelah. Ternyata tingkah sang adik sebagai perempuan tidak menjadikan wanita itu memiliki sifat yang lebih malu-malu. “Bang, kapan kita pulang? Ayo, buruan! Gue lapar,” keluh Belvyah menurunkan kaca mobil menatap sang kakak masih saja terdiam di tempat. Vernon mengembuskan napasnya beberapa kali, sebelum lelaki itu ikut menyusul mendudukkan diri di jok kemudi sambil menatap Belvyah yang terlihat asyik memainkan ponsel. “Ngapain lihat-lihat gue?” tanya Belvyah dengan nada sedikit menyindir tanpa menoleh sama sekali, sebab ia bisa melihat tatapan sang kakak melalui ekor matanya. Vernon tersenyum paksa, lalu menjawab, “Gue masih enggak percaya ternyata adik perempuan yang selama ini gue kira bakalan malu-malu. Ternyata salah.” “Emang gue harus malu gitu?” Belvyah menggeleng tidak percaya. “Ini bukan zaman kuno yang harus jaga diri, Bang. Tenang aja. Semua orang juga sama."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD