39. Penyamaran Yang Gagal Akibat Mike

2061 Words
Suasana pesta perusahaan tampak sangat ramai. Ballroom hotel yang dihias sedemikian rupa menariknya tampak mempercantik ruangan dengan bunga berwarna-warni dan panggung kecil terletak tepat di depan kumpulan kursi tampak memperlihatkan spanduk cukup besar. Arkanio menyambut seluruh tamu undangan dengan gaya yang begitu khas dan ramah. Lelaki itu ditemani oleh seorang wanita cantik di sampingnya tampak sesekali melempar senyuman tipis. Menyapa banyak penguasaha dan pebisnis yang datang ke acara ulang tahun perusahaan sekaligus menyatukan seluruh kantor cabang. Seorang lelaki tampan terlihat membuka pintu mobil dan beranjak turun sembari membenarkan letak kancing jas formal nan mahal miliknya. Disusul seorang gadis berpakaian gaun mekar yang begitu cantik sebatas lutut. Ternyata kedua orang yang baru saja datang itu adalah Alister dan Jenny. Mereka berdua tampak menarik perhatian beberapa orang di sekitarnya. Tidak sedikit dari mereka mulai mengagumi ketampanan dan kecantikan dari keduanya, menjadikan Alister dan Jenny menjadi pusat perhatian. Namun, Jenny yang terlalu gugup tampak tidak mengindahkan tatapan dari mereka. Sesekali gadis itu membenarkan letak rambutnya yang terurai panjang membentuk kepangan melingkari seluruh kepalanya hingga memuncak. Sedangkan penampilan Alister tampak lebih simple nan berkharisma kuat. Lelaki itu menyisir rambutnya rapi ke belakang dengan sedikit menggunakan minyak rambut agar dapat diatur dengan mudah tanpa berjatuhan seperti biasanya. Terlebih lelaki itu menyamar menjadi seorang pengusaha harus tetap totalitas. “Jen, apa kamu baik-baik saja?” tanya Alister menyadari gadis yang baru saja turun itu tampak kesusahan. Jenny mengangkat kepalanya, lalu menggeleng pelan. “Cuma sedikit kesulitan aja ngancing heels-nya.” Mendengar hal tersebut, tatapan Alister pun turun ke arah kedua kaki jenjang putih nan mulus milik Jenny dengan salah satunya tampak pengait kancing tidak terpasang dengan benar. Tanpa disangka sama sekali lelaki itu pun mulai menunduk dan berjongkok tepat di bawah Jenny dengan mulai memasangkan kancing milik gadis tersebut. Hal itu membuat Jenny spontan melebarkan kedua matanya terkejut dan memegang bahu berotot agar ketika Alister membantu dirinya memasangkan kancing, Jenny tidak terjatuh dengan sangat memalukan. “Sudah selesai,” ucap Alister mendongak menatap Jenny yang langsung mengalihkan pandangannya. Lelaki itu pun bangkit dan melenggang masuk meninggalkan Jenny yang terlihat berdebar dengan wajah memerah menahan gugup. Kali ini Jenny gugup akibat perlakuan manis dari Alister membuat gadis itu tampak sedikit malu untuk berada tepat di sampingnya. Namun, gadis itu menggeleng keras berusaha untuk tetap bersikap profesional mengingat dirinya hendak menyelidiki sebuah kasus yang selama ini terbengkalai tanpa keputusan apa pun. “Selamat siang! Dengan Tuan dan ....” Alister menoleh singkat, lalu menjawab, “Alister dan sekretaris saya bernama Jane.” Kening Jenny spontan berkerut bingung menatap ketua timnya yang mulai dipasangkan sebuah pin oleh pelayan hotel tersebut. Kemudian, Alister menerima bingkisan kecil dan dimasukkan ke dalam kantung jasnya. Sedangkan kali ini giliran Jenny yang mulai dipasangkan pin sama persis dengan milik Alister. Akan tetapi, pelayan hotel tersebut tampak memandangi dirinya dengan wajah sedikit berbeda, membuat alis kanan Jenny terangkat tidak mengerti. “Welcome, Miss Jane,” ucap pelayan hotel tersebut dengan senyuman ramah dan terlihat manis. Jenny mengangguk singkat. Ia memilih untuk tidak bersuara dan berkata dengan seperlunya saja. Mengingat jati diri mereka sebagai pengusaha dari Amerika sehingga memerlukan aksen dengan sedikit logat kebule-bulean yang kental, sama seperti yang dilakukan oleh Alister tadi. Dengan berjalan tepat di belakang Alister sembari menggandeng lengan lelaki itu anggun, Jenny pun mengikuti setiap langkah kaki mengitari seisi ruangan hotel tersebut. Sampai kedua langkah kaki Alister berhenti tepat di depan seorang penguasa yang terlihat tidak asing membuat Jenny ikut menatap dengan penasaran. Akan tetapi, orang tersebut langsung melewati Alister dan Jenny begitu saja. Tatapannya terlihat acuh tak acuh membuat Alister kembali melanjutkan langkah kaki menuju meja yang tidak terlalu ramai. Sesampainya di sana, Jenny pun tidak bisa menahan diri untuk mempertanyakan seseorang yang sempat membuat ketua timnya mendadak berhenti. Apalagi mereka berdua sempat bertatapan selama beberapa detik, sebelum akhirnya orang tersebut memutuskan pergi. “Siapa dia?” tanya Jenny penasaran sembari mengambil dessert yang kelihatan begitu manis, agar tidak terlalu ketahuan dirinya sedang mempertanyakan semua orang di dalam ballroom. “Apa kamu ingat dengan tujuh orang yang berada di foto?” bisik Alister tepat di telinga Jenny. Tanpa sadar gadis itu menahan napas ketika merasakan embusan dari mulut dan hidung Alister terasa begitu hangat di leher jenjang nan mulus miliknya. Jenny berusaha untuk tetap fokus, walaupun kepalanya mulai dipenuhi dengan hal-hal aneh. “Yang mana?” Jenny menggeleng pelan. Ia tidak bisa mengingat letak siapa pun di foto tersebut, karena memang ketika penemuannya Jenny sulit untuk membedakan mereka semua. “Dia mirip dengan seorang lelaki yang bernama Fauzan Andriano. Kala kejadian masih menjadi Direktur PDAM,” jelas Alister mengembuskan napas panjang. Seketika Jenny pun mengangguk mengerti dan melebarkan matanya terkejut. Kemudian, gadis itu mulai menoleh ke arah keberadaan Fauzan yang terlihat keluar dari ballroom. Hal tersebut membuat Jenny semakin penasaran dengan tujuan salah satu dari ketujuh orang itu datang. Saat keduanya asyik berbincang menghadap ke arah meja kue, tiba-tiba terdengar suara lantang dari Arkanio yang melangkah mendekat. Lelaki itu tampak memberikan kode ke arah Alister untuk bersikap selayaknya penguasaha. “Welcome to my party, Sir!” sapa Arkanio tertawa pelan dan memeluk tubuh Alister singkat. “Oh, no! Ini pasti sekretarismu yang sangat cantik. Benar, bukan?” Alister tersenyum lugas, lalu membalas, “Seperti yang kamu lihat, Arkan. Saya datang kemari untuk meramaikan pesta kamu. Tidak keberatan, bukan?” “Of course not! Saya sangat senang dengan kedatangan Anda ke sini di tengah kesibukan bisnis,” ucap Arkanio tertawa sembari menepuk-nepuk pelan, lalu mulai berbisik, “cepat berbaur dengan orang-orang yang lo cari! Di sini enggak akan ada yang mengekspos informasi pribadi.” Tepat selesai berbicara dengan pelan, akhirnya Arkanio pun menepuk singkat puncak Alister kembali sebelum akhirnya lelaki itu benar-benar melenggang pergi. Jenny yang merasa informasi telah didapatkan pun ikut melemparkan senyuman tipis. “Kalau ada waktu lebih panjang, aku akan menemuimu lagi! Nikmati pesta ini dengan baik. Aku ingin kembali menyapa para tamu,” pamit Arkanio dengan nada terselubung. Tidak dapat dipungkiri perkataan dari Arkan sukses membuat Alister dan Jenny yang berada di meja paling sepi itu pun saling berpandangan. Jelas saja hanya Alister yang mengetahui rencana dari Arkanio menjalankan pesta sebesar ini tanpa memedulikan motif jelasnya. Memang tanpa Jenny sadari, sebenarnya Alister dan Arkanio sudah bertemu sejak semalam. Keduanya memutuskan untuk berbincang di kafe tertutup dan hanya orang-orang pengusaha besar bisa masuk sekaligus menggunakan fasilitas dengan mudah. Kedua lelaki itu membahas apa pun yang akan dilakukan ketika pesta mulai digelar, terlebih akan ada banyak orang hadir di sana, termasuk beberapa orang pencarian polisi. Sebab, kebanyakan dari buronan tersebut adalah orang-orang besar, sehingga sulit untuk ditaklukan. “Jen, kamu tetaplah di sini jangan pergi ke mana pun. Saya ingin mendekati beberapa orang,” ucap Alister pelan, sebelum akhirnya lelaki itu melenggang pergi menyapa beberapa penguasaha dan mulai mendekati mereka secara alami. Sedangkan Jenny yang mendapatkan pekerjaan untuk menunggu tampak sangat bosan. Gadis itu mulai terasa penuh menikmati seluruh makanan di hadapannya. Walau tidak dapat dipungkiri semua dessert ini benar-benar menjadi kesukaannya. Tanpa sengaja ketika asyik menikmati kue manis tersebut, tatapan Jenny pun terpaku menatap punggung seorang lelaki yang terlihat tidak asing. Sampai lelaki itu mendadak membalikkan tubuh dengan berbincang ke arah orang lain, tetapi tidak dapat menutup kemungkinan Jenny bisa melihat lelaki itu dengan jelas. Jenny pun terkejut sekaligus tersedak hingga terbatuk-batuk membuat seseorang menyodorkan segelas minuman jeruk. Tanpa melihat tangan seseorang itu, Jenny pun langsung mengambilnya dan mulai menandaskan hingga gelas tersebut kosong seiring kerongkorngannya terasa lega. Jenny menghela napas lega sembari tersenyum ringan menikmati hidupnya seakan kembali lagi setelah beberapa saat terancam. Gadis itu pun menoleh ke arah seseorang yang terlihat masih berdiri di sampingnya dengan menatap ke arah beberapa kue dan mengambil salah satu potongan cukup besar. “Terima kasih minumannya,” ucap Jenny tersenyum manis ke arah lelaki tampan dengan dasi kupu-kupu berwarna hitam yang begitu manis. Lelaki itu menoleh, lalu mengangguk pelan. “Hati-hati. Tidak akan ada yang merebut makananmu.” Setelah mengatakan hal tersebut, lelaki tampan dengan dasi kupu-kupu itu pun melenggang santai membawa sepiring kue yang berisikan beberapa jenis dan membawa segelas minuman soda. Membuat Jenny tampak memperhatikannya yang ternyata mengarah pada sepasang suami-istri, mereka terlihat seperti sedang melakukan perjodohan, sampai tiba-tiba lelaki tampan itu kembali berbalik menatap ke arah Jenny membuat gadis itu spontan berpura-pura menatap ke arah lain. Namun, kebodohan Jenny benar-benar tidak menyadari bahwa sejak tadi ada sepasang tatapan tajam tepat mengarah pada dirinya. Seorang lelaki yang sempat mengejutkan Jenny itu pun tampak tepat berada di belakang sang adik tengah menunduk dalam. “Jenny, sedang apa kamu di sini?” tanya Debian terdengar berat nan dalam. Spontan kepala gadis itu pun terangkat dengan kedua matanya nyaris keluar dari tempat. Ia berbalik dengan memasang senyuman manis ke arah sang kakak yang terlihat menatap dengan tajam. “Bang Bian,” panggil Jenny berusaha tenang. “Abang ngapain di sini?” “Gue? Hadir di ulang tahun perusahaan rekan bisnis,” jawab Debian tersenyum paksa membalas senyuman sang adik yang terlihat cukup lebar hingga matanya ikut menyipit. “Kalau lo sendiri, ngapain di sini, Jenny?” “Aaah ... gue?” Jenny menunjuk dirinya sendiri sembari mengangguk pelan. “E ... gue ... gue ... gue lagi ikut acara ulang tahun teman, Bang!” “Teman?” Alis tebal sebelah kanan milik Debian pun terangkat tidak percaya. “Lo kenal sama pemiliknya?” Jenny mengangguk mantap, lalu mengangkat kepalanya percaya diri sembari menjawab, “Iyalah, Bang! Kalau enggak kenal, mustahil gue datang ke sini!” “Bukan lo lagi nyelidikin orang?” tanya Debian berusaha tetap pada pendiriannya tidak akan tergoyahkan dengan jawaban Jenny yang terdengar meyakinkan. Jenny menggeleng cepat, lalu menjawab, “Enggak, Bang! Mana mungkin gue nyelidikin orang pakai acara gaun begini. Sama aja ngeribetin diri sendiri. Benar, enggak?” Sejenak Debian tampak tidak percaya begitu saja. Lelaki tampan itu memincingkan matanya penuh selidik, kemudian menatap ke arah sekretaris pribadinya yang berada tepat di belakang. “Mike, tolong jagain Jenny di sini! Saya ingin kembali berbincang dengan Arkan,” titah Debian menyerahkan keberadaan Jenny pada sekretaris pribadinya yang begitu dipercaya. “Baik, Bos!” balas Mike dengan mengangguk tegas. Setelah itu, Debian pun melenggang pergi meninggalkan Jenny yang menganga tidak percaya. Gadis itu menggeleng tidak percaya sembari memijat kepalanya lelah, kemudian menatap ke arah Mike yang memasang ekspresi serius. “Astaga, apa salah gue di sini,” keluh Jenny melenggang pergi membuat Mike langsung mengikuti. Sepanjang perjalanan mengelilingi ballroom, Mike tampak tidak pernah hengkang dari belakang Jenny. Lama-kelamaan hal tersebut menjadikan gadis itu merasa jengah dan putus asa. “Mike, gue mau ke toilet! Lo yakin ngikuten gue?” tanya Jenny dengan wajah frustasi. Lelaki yang menjadi sekretaris setia sang kakak itu tampak mengangguk pelan, lalu menjawab, “Saya akan mengikuti ke mana pun Nona Jenny pergi.” Tidak ingin mendengar perkataan yang begitu sia-sia, Jenny pun membiarkan seorang lelaki berjalan tepat di belakangnya. Ia memang tidak berbicara apa pun membuat beberapa wanita yang berada di dalam toilet tampak menatap ke arah Mike dengan wajah tidak nyaman. Hal tersebut membuat Jenny seketika ingin sekali menghilang, sebab Mike sangat kerterlaluan. Lelaki itu benar-benar tidak melepaskan Jenny, meskipun gadis itu hendak ke toilet. Membuat beberapa wanita yang merasakan seorang lelaki di sana langsung mengurungkan niat. Merasa sia-sia saja mengusir Mike, akhirnya Jenny membiarkan lelaki tampan itu berdiri di pintu masuk toilet. Untung saja toilet hotel tidak terlalu banyak, hanya berisikan empat bilik dengan Jenny memilih paling ujung. Selesai menghabiskan rutinitas setoran yang selalu datang di saat tidak tepat, Jenny pun melenggang keluar dengan senyuman lega. Ia mencuci tangan dengan sesekali membenarkan make up yang terlihat sedikit luntur membuat gadis itu merapikan singkat. “Sudah, Nona Jenny?” tanya Mike dengan tersenyum singkat. Jenny mengangguk pelan, lalu menjawab, “Tenang aja, gue enggak akan kabur. Jadi, sekarang lo ikutin gue keluar dari hotel. Gue mendadak lapar pengen makan nasi padang!” Mendengar hal tersebut, Mike pun langsung memblokir jalan Jenny membuat gadis itu spontan berhenti. Ia menatap ke arah sekretaris sang kakak yang terlihat menggeleng keras. “Tidak boleh! Bos Bian nyuruh Nona Jen tetap di sini!” tolak Mike melarang kepergian adik sang bos yang dikenal dengan keras kepala. “Oh, begitukah?” tanya Jenny terdengar tidak peduli, lalu memasang ekspresi dingin. “Gue enggak peduli lo mau ikut atau enggak, yang penting sekarang gue mau keluar. Udah enggak nafsu lagi ada di dalam!” Selepas mengatakan hal tersebut, Jenny pun menepis lengan Mike dengan sekuat tenaga hingga lelaki itu tampak sedikit terhuyun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD