Ancaman tersebut sukses membuat Jody mendengkus kesal melihat seorang gadis yang menjadi teman seperkuliahannya benar-benar menyebalkan. Walaupun tidak dapat dipungkiri pula, bahwa di balik sikap Jenny yang ketus, gadis itu sangat manis ketika sudah saling mengenal.
Jody melangkah mendekati Jenny, kemudian mencolek wajah gadis itu dengan genit. “Selamat tinggal, sayang! Aku akan kembali lagi.”
Mendapatkan perlakuan tersebut, Jenny spontan mengusap kembali wajahnya seakan menyingkirkan sentuhan Jody yang menggelikan. Bukan tanpa alasan, memang Jenny sering kali menjadi objek godaan Jody yang tidak pernah masuk perangkap.
Padahal kalau dipikir, Jody memang selalu memperlakukan para gadis cantik seperti itu. Sehingga Jenny yang merasa sudah hafal dengan teman seangkatannya sendiri hanya menerima dengan lapang d**a, tanpa merasa sama sekali.
“Jen, itu teman lo kuliah, ‘kan?” tanya Yuni membuka percakapan setelah beberapa terdiam.
“Iya, dia Jody yang selama ini dibicarain anak-anak,” jawab Jenny mengangguk pelan. “Waktu itu dia milih Fakultas Bisnis, jadi kepisah sama gue. Tapi, dia benar-benar caper banget. Bahkan seluruh teman kelas gue pada kenal dia semua.”
“Hah? Kok bisa?” Yuni melebarkan mata tidak percaya. “Apa dia saking sering datang, Jen?”
“Kalau dibilang, dia itu enggak pernah absen selama seminggu. Walaupun datangnya mungkin sekitar dua hari sekali atau tiga hari sekali. Tapi, dia selalu datang. Bahkan sempat diusir sama ketua kelas, sayangnya dia bebal, jadi enggak ada pengaruhnya.”
Yuni mengangguk pelan menyadari betapa mengerikannya lelaki seperti itu. Meskipun sifat buruknya ditutupi dengan wajah tampan, tetapi tetap saja menggelikan jika mengetahui betapa anehnya lelaki dengan pesona.
Ketika Yuni asyik memikirkan betapa mengerikannya sikap Jody, akhirnya tanpa disadari seorang lelaki yang sejak tadi ditunggu pun datang. Namun, sayangnya lelaki itu langsung melenggang masuk membuat Jenny yang menyadarinya pun menarik lengan sahabatnya cepat.
Sedangkan Yuni yang ditarik tanpa aba-aba itu pun langsung menatap tidak percaya. Tangannya mendadak kosong ketika hendak meraih gelas yang berisikan es jeruk pesanannya. Membuat Yuni berusaha meredam amarah melihat Jenny berdiri tepat di depan lorong.
“Jenny, lo tahu enggak kalau gue mau minum tadi?” tanya Yuni dengan nada menyindir.
“Enggak penting,” jawab Jenny menggeleng singkat, lalu menunjuk ke arah dalam lorong. “Tadi gue lihat Delvin masuk ke sini.”
“Hah? Yang benar aja?” Yuni terkejut dan ikut melihat ke arah dalam. “Tapi, kenapa enggak ada?”/
Jenny menggeleng tidak tahu, lalu berkata, “Lo yakin kalau kepolisian lagi ada operasi, ‘kan? Lo enggak lagi bohongin gue demi datang ke sini?”
Yuni mengangguk kuat. “Gue kali ini benar-benar jujur, Jen. Kapan sih gue nipu lo biar mau. Pasti selalu jujur, ‘kan?”
“Masalahnya kalau kita salah masuk ruangan itu urusannya bisa repot.” Jenny mengembuskan napas panjang. “Bukan cuma muka kita akan yang kelihatan, tapi identitas kita bakalan jadi permasalahan mereka.”
“Lantas, ngapain kita ke sini, Jen?” tanya Yuni mendadak takut. Entah kenapa perasaannya sedikit terancam ketika mengetahui keberadaan di sini sama saja bunuh diri. “Ayo, mendingan balik lagi ke bar tadi!”
Jenny menggeleng pelan, lalu menjawab, “Telat. Seharusnya lo ngasih tahu dari tadi. Kalau kita balik sekarang, bisa dipertanyain. Apalagi tadi Delvin masuk tepat kita datang ke sini.”
“Ya terus, sekarang kita gimana?” tanya Yuni memegangi kepalanya pening. “Buktinya enggak ada polisi sama sekali.”
“Gue tahu!” Jenny mengangguk mantap, kemudian melenggang pergi begitu saja meninggalkan Yuni seorang diri.
Sontak hal tersebut membuat Yuni menganga tidak percaya, tetapi saat gadis itu hendak meneriaki sahabatnya tiba-tiba Jenny kembali dengan membawa seorang lelaki yang sempat mengacaukan mereka berdua tadi.
“Hai, kita ketemu lagi!” sapa Jody tersenyum menggoda dengan mengedipkan sebelah matanya genit.
Yuni berpura-pura menatap ke arah lain, lalu menyadari Jenny sangat nekat membawa Jody bersama mereka berdua.
“Jod, bawa kita berdua ke dalam!” pinta Jenny sedikit mengejutkan.
“Apa maksudnya? Lo mau gue masuk ke dalam?” tanya Jody menoleh terkejut, lalu menggeleng keras, “Enggak, Jen. Lo enggak tahu kalau ruangan di dalam itu cuma buat pelanggan VVIP aja.”
“Masa lo enggak punya keanggotaan juga, sih?” Jenny mengernyit tidak percaya. “Bilang aja lo mabuk atau apa gitu. Yang penting bisa masuk ke dalam.”
Jody menggeleng pelan, lalu berkata, “Enggak semudah itu bisa lepas, Jen. Klub malam ini punya mafia, jadi ada kemungkinan besar lo malah kena masalah.”
“Mafia?” beo Yuni ikut menimbrung pembicaraan kedua orang di hadapannya. “Cowok atau cewek?”
Jody menoleh sesaat menatap ke arah seorang gadis yang terlihat menggemaskan seperti anak bayi. “Setahu gue, yang punya itu dulunya cowok. Tapi, semenjak diganti sama mafia, gue belum tahu apa-apa. Karena pemiliknya juga jarang ke sini.”
“Ya udah, masa lo takut,” balas Jenny mengembuskan napasnya sinis. “Kalau begitu, mendingan gue sendiri masuk ke dalam. Biar nanti kena masalah tinggal bilang aja diundang sama lo.”
Saat Jenny mengancam hendak melenggang masuk membawa Yuni, dengan cepat Jody langsung meraih pergelangan tangan gadis itu.
“Oke, gue bawa kalian berdua masuk!” putus Jody mengembuskan napasnya singkat, lalu menggerutu pelan, “Tahu gitu, mendingan gue sama sekali enggak datang ke sini.”
Sedangkan Jenny yang mendengarnya hanya tersenyum geli. Akan tetapi, gadis itu kembali memasang ekspresi datar ketika Jody menatap ke arahnya tanpa sengaja.
Kemudian, Jody pun mulai merangkul bahu Jenny dan Yuni secara bersamaan. Tanpa disadari lelaki itu tersenyum senang. Walapun kemungkinan dirinya akan terkena masalah telah membawa dua gadis asing masuk ke dalam lorong rahasia tersebut.
Di dalam rangkulan Jody yang terlihat menyebalkan, Jenny memperhatikan setiap pintu dengan kaca kecil yang transparan. Sehingga apa pun yang dilakukan di dalam tampak sangat jelas membuat gadis itu mengernyit tidak percaya. Ia benar-benar pertama kalinya datang ke tempat privat yang hanya diisi oleh para lelaki b******n tidak tahu diri. Sebab, sudah memiliki kekasih ataupun istri masih saja mencari kesenangan di tempat lain.