Terpampang ruangan kosong dengan komputer yang menyala tepat di atas mejanya terdapat beberapa barang milik perempuan. Untung saja Yuni menyalakan komputer tersebut, sehingga tidak terlalu mencurigakan ketika mereka nyaris ketahuan.
“Kenapa komputernya menyala?” tanya pengawal tersebut penasaran.
“Mungkin bos lupa mematikannya lagi,” jawab pengawal lainnya santai. “Sudah, cepat matikan! Kita berdua harus segera naik ke atas untuk mendatangi polisi.”
“Benar!”
Setelah terdengar suara khas komputer dimatikan, kedua pengawal itu pun melenggang keluar tanpa merasa curiga sama sekali dengan tiga orang dewasa yang bersembunyi tepat di bawah meja komputer di sampingnya.
Tentu saja suasana menegangkan itu membuat Jenny dan Yuni menutup mulut panik. Mereka berdua sebisa mungkin tidak ketahuan. Lain halnya dengan Jody yang memilih bersembunyi di belakang pintu, akibat kedua kakinya begitu panjang hingga kesulitan mencari tempat persembunyian.
Selepas kepergian kedua pengawal itu, Jenny dan Yuni pun mulai keluar dari tempat persembunyian dengan terduduk sembari menyandarkan tubuhnya lega. Kedua gadis itu menggeleng tidak percaya nyaris berada dalam situasi yang mengejutkan.
Namun, di tengah Jody ikut menyandarkan tubuh setelah berdebar akibat situasi menegangkan yang nyaris ketahuan. Tiba-tiba ponsel milik Jenny berdering pelan membuat gadis itu mengambilnya dengan cepat.
“Halo, Ketua Tim! Ada apa?” tanya Jenny mengkode pada dua orang di depannya untuk diam.
“Kamu di mana, Jen? Cepat datang ke Starworld Night Club! Ada anggota kepolisian yang terjebak di sana,” titah Alister dengan tegas.
“Si … siapa, Ketua Tim?” tanya Jenny gugup sekaligus terkejut mendengar perkataan lelaki di seberang panggilan.
“Sepertinya rekan kerja lama kamu dulu,” jawab Alister mengembuskan napas panjang. “Bisa datang? Saya, Akhtar, dan Ayres dalam perjalanan ke sana!”
“Ketua Tim, sebenarnya saya sudah berada di klub malam,” ungkap Jenny memejamkan matanya menerima respon mengejutkan lelaki tersebut.
“Kamu sudah ada di sana? Bagaimana situasinya?”
Bukan terdengar marah atau terkejut, Alister malah terasa sangat tenang membuat Jenny kembali membuka matanya dengan ekspresi bingung sekaligus lega.
“Kemungkinan besar pengawal klub malam sudah berada di lantai atas, Ketua Tim. Kebetulan aku sempat mendengar percakapan mereka yang telah membicarakan masalah anggota polisi tertangkap.”
“Jangan ke atas sampai saya datang ke sana! Kamu tunggu di dalam sampai ada pemberitahuan dari saya lagi!”
Tepat setelah mengatakan hal tersebut, panggilan pun terputus dengan Jenny mengembuskan napas panjang. Ia bisa merasakan nada kepanikan di antara kalimat sang ketua timnya.
Jelas saja lelaki itu pasti tidak menyangka sama sekali Jenny berada di sini, terlebih bersama Yuni dan Jody yang terlihat ikut menatap penasaran. Keduanya menunggu perkataan dari Jenny yang baru saja menerima panggilan pekerjaan.
“Kerjaan lagi, Jen?” tanya Jody memecahkan keheningan tepat ketika Jenny memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas kecil yang dibawa.
“Iya,” jawab Jenny mengangguk singkat. “Anggota polisi yang dibilang dua pengawal tadi sempat menjadi perhatian.”
“Lantas, kamu bilang kita ada di sini?” sahut Yuni.
“Mau gimana lagi, Yun? Ya gue harus jujur sama Alister,” balas Jenny mengembuskan napas panjang. “Kalau sampai alibi gue bohong dan ketahuan, yang ada malah kita bertiga dicurigai. Dan, lo juga bakalan terseret sama masalah ini kalau sampai Delvin kenapa-napa, Jod.”
“Eh, jangan ya! Enak aja, gue enggak mau sama sekali!” tolak Jody cepat. “Gue ketemu kalian di sini aja rasanya udah hampir kena masalah, apalagi kalau sampai masuk ruang interogasi. Apa jadinya reputasi gue sebagai manager artis.”
“Kalau begitu, kita bertiga tetap di sini sampai pihak kepolisian datang,” putus Jenny tepat situasi yang mulai runyam.
Akhirnya, mereka bertiga pun keluar dari ruangan server tersebut. Tentu saja butuh kehati-hatian agar keberadaan mereka baru saja keluar dari ruangan itu tidak mendapat kecurigaan sama sekali.
Terlebih beberapa pengunjung klub malam tampak menatap ke arah mereka bertiga dengan tatapan bingung, sebab ketika didapati tengah berjalan ketiganya seperti baru keluar dari ruangan yang mencurigakan.
“Jody, ngapain lo di sini?” celetuk seorang lelaki yang menghadang tepat di hadapan tiga orang tersebut.
Seperti akting sejak tadi, Jenny, Jody, dan Yuni tampak sempoyongan dengan sesekali tertawa. Namun, sayang sekali tipu daya itu tidak berlaku bagi orang yang mendatangi ketiganya tampak menatap penasaran.
“Kalian berdua itu enggak ada yang mabuk, jangan akting di depan gue,” sinis lelaki tampan itu mendesis pelan. “Sedangkan lo, Jod. Ngapain lo ada di sini? Enggak lihat aktris lo lagi kena skandal di media?”
“Hah? Kapan?” tanya Jody menegakkan tubuh terkejut.
“Gue baru lihat beritanya tadi,” jawab lelaki itu menghela napas berat. “Mendingan lo sekarang balik ke agensi daripada kena masalah sama atasan.”
Jody menatap ke arah Jenny dengan meminta persetujuan, tetapi sayangnya gadis itu malah menggeleng pelan. Membuat perasaan bimbang melingkupi lelaki tersebut.
“Lo kalau pergi sekarang bisa kena pasal mencurigakan, Jod. Gue cuma minta lo tetap ada di sini sampai ketua tim gue datang,” ucap Jenny terdengar meyakinkan.
“Menurut gue, ini bukan salah lo juga, Jod. Apa pun yang terjadi lo harus nyelametin diri sendiri dulu,” timpal Yuni masuk akal. “Lebih baik tetap ada di sini, biar semuanya diurus dengan mudah. Walaupun bukan lo yang ngelakuin, tapi biar semuanya jelas.”
Demi menyelamatkan karirnya untuk masa depan, Jody pun menuruti permintaan Jenny sampai terdengar suara langkah kaki gemuruh yang memperlihatkan tiga lelaki tampan dengan wajah panik. Mereka tampak lega melihat Jenny bersama Yuni dengan seorang lelaki asing berada tepat di sampingnya.
“Jenny, bagaimana keadaanmu?” tanya Alister memegang kedua pundak Jenny dengan cemas, lalu memandangi penuh menelisik dari puncak kepala sampai ujung kaki.
“Tenang saja, Ketua Tim. Aku dan Yuni baik-baik saja,” jawab Jenny mengangguk meyakinkan.
Sejenak Alister mengembuskan napas lega, lalu beralih menatap seorang lelaki asing dengan kening berkerut. “Siapa kamu?”
“Perkenalkan nama saya Jody, teman SMA Jenny dari Bandung. Kebetulan kita tadi bertemu di sini dan Jenny meminta bantuan saya untuk menyelidiki sahabat polisinya bernama Delvin,” ungkap lelaki itu dengan lugas.
Alister mengangguk pelan dan mengkode pada Ayres untuk segera melakukan perintah. Sedangkan Akhtar membawa Jenny dan Yuni keluar dari klub malam. Membuat Jody yang melihat kegiatan itu pun langsung mengikuti kedua gadis tadi.
“Jody, benar?” Alister membalikkan tubuh menatap ke arah seorang lelaki hendak mengikuti Jenny. “Siap datang ke kantor untuk diminta keterangan? Saya membutuhkan pernyataanmu nanti, jika ada sesuatu hal yang perlu dicurigai.”
Jody terdiam sesaat, lalu menjawab, “Pak, bukannya saya tidak mau memenuhi panggilan. Tapi, saya juga memiliki kesulitan tersendiri.”
“Aktris yang Anda manajeri sedang bermasalah dengan media, bukan? Saya sudah mengetahuinya sejak tadi,” tebak Alister mengangguk singkat. “Tenang saja. Masalah ini akan diurus dengan kepolisian. Maaf, sudah menyeret pekerjaanmu dalam kasus yang sedang diselesaikan.”
0o0