2. Pesta Yang Aneh

1045 Words
Setelah pengumuman yang baru saja didengar dari ibu panti, semua anak-anak pun berlarian saling mendahului satu sama lain untuk melakukan permandian untuk acara pesta yang akan digelar nanti malam. Sebab, beberapa minivan tampak masuk membawa kue dan beberapa jenis minuman yang akan digunakan untuk acara berpesta. Tentu saja hal tersebut menarik perhatian empat anak kecil yang masih berada di ruang makan untuk melihat apa beberapa orang dewasa tampak membereskan makanan. “Apa kamu yakin menyelidiki semuanya dari sini?” tanya Ara tidak percaya. “Tentu saja, Ara. Kamu jangan banyak bicara dan ikuti saja kami bertiga,” jawab Alfa sedikit kesal. Sontak hal tersebut langsung membuat Ara kesal dan mengerucutkan bibirnya menatap tiga anak laki-laki yang begitu menyebalakan. Sampai ia rasanya ingin sekali menonjok mereka agar tidak berkata seperti itu. Kemudian, saat mereka mengawasi dengan perhatian penuh tiba-tiba muncul seorang wanita cantik nan modis keluar dari dalam mobil mewah berwarna putih. Membuat beberapa lelaki yang mengangkat kue itu tampak menyapa singkat. Setelah itu, wanita cantik itu pun masuk dengan melirik empat anak kecil yang berada di samping pintu menatap dirinya penasaran. Terlebih pada Ara yang memincingkan matanya penuh curiga. Akan tetapi, wanita itu lebih memilih membiarkan anak kecil itu berpikir sesuka hati dan ia lebih memutuskan untuk mencari seseorang di dalam. “Mengapa kamu menatapnya seperti tadi, Ara?” tanya Tama sedikit terkejut. “Dia adalah wanita yang memberikanku gaun cantik itu,” jawab Ara mengerjapkan matanya beberapa kali. “Benarkah?” sahut Alfa penasaran. Dengan ekspresi polosnya, Ara pun mengangguk. “Aku tidak akan berbohong. Karena wanita itulah yang kemarin datang ke sini. Apa mungkin dia juga pelaku di balik sedihnya Ibu?” “Jangan berprasangka buruk, Ara. Kita semua tidak pernah diajarkan seperti itu,” sanggah Tama cepat. Ia hanya tidak ingin kalau anak perempuan sepolos Ara bisa mengetahui hal-hal keburukan. “Baiklah, maafkan aku,” sesal Ara menunduk penuh rasa bersalah. Sedangkan Tama yang melihat hal tersebut pun tersenyum tipis, lalu memegang pundak anak perempuan itu hingga Ara mau menatapnya. “Tidak apa-apa. Kamu cepatlah berganti pakaian dan kita akan bertemu lagi di sini,” titah Tama dengan tegas membuat Ara mengangguk setuju. “Aku mandi dulu, teman-teman,” pamit Ara berlari keluar dari ruang makan menuju asrama tidur anak perempuan yang memang terpisah dari laki-laki. Tentu saja panti asuhan Kasih Bunda memang lebih didominasi oleh anak perempuan dibandingkan laki-laki. Mungkin karena tingkat kelahiran seorang anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki itu sendiri. Sehingga menekan angka kelahiran sangatlah sulit. Apalagi mereka harus melakukan aborsi saat mengetahui anak yang dikandung adalah perempuan. Namun, perbuatan seperti itu jelas sangat disayangkan. Mengingat tidak semua orang tua bisa memiliki keturunan. Sementara itu, Ara yang benar-benar pergi membersihkan diri pun kini sudah kembali segar dengan rambut basah. Ia hendak mengeringkannya di bawah kipas angin, tetapi pengurus panti yang datang langsung mengambil alih Ara dan menggosokkan rambutnya dengan lembut agar tidak terlalu basah. Semua anak-anak di sini begitu diperhatian sampai mereka bisa mengetahui bagaimana rasanya memiliki orang tua. Meskipun pengurus panti asuhan Kasih Bunda tidak memiliki laki-laki, tetapi mereka sudah merasa cukup dengan perhatian yang diberikan. Sehingga rasanya sudah sangat lengkap tidak perlu peran lelaki melengkapinya. Sedangkan di tempat lain terlihat tiga anak laki-laki tengah mencari pakaian yang akan mereka kenakan. Sebab, di antara anak-anak panti memang hanya bagian laki-lakinya saja jarang mendapatkan hadiah. Meski tidak menutup kemungkinan terkadang Tama mendapatkan banyak pakaian. “Tama, apa aku boleh meminjam kemeja milikmu?” tanya Alfa saat melihat beberapa setelan menarik perhatiannya. “Kamu punya pakaian sendiri, Alfa. Jangan meminjam terus milikku,” jawab Tama sedikit kesal saat mengingat pakaian kemarin saja belum dikembalikan. “Aku hanya meminjamnya. Nanti akan dibalikin lagi,” desak Alfa tidak mau menyerah meminta Tama untuk berubah pikiran. Zio yang merasa kesal akan tingkah keduanya pun melenggang keluar. Ia memang sudah kebal akan pertengkaran yang hanya bisa dipisahkan oleh pengurus panti saja. Mengingat mereka sangat keras kepala dan tidak mau mengalah. Tak lama kemudian, anak-anak panti yang berdebat memilih pakaian, meminta pengurus melayani mereka, sampai anak-anak belum mandi pun sempat menyusahkan. Akan tetapi, kali ini tiga puluh enam orang anak itu tampak duduk di bangku kayu yang telah disediakan bersamaan dengan pengunjung pesta lainnya. Mereka terlihat dari kalangan orang kaya dengan tas dan pakaian mahal yang jauh lebih baik daripada pengurus panti dan ibu panti sendiri. Merekan hanya mengenakan pakaian sederhana yang jauh dari kata baik-baik saja. “Wah, anak-anak sudah pada wangi dan bersih, ya?” tebak seorang wanita yang sempat menarik perhatian Ara. Bahkan gadis kecil itu masih saja diam menatap wanita itu dengan ekapresi yang sulit diartikan. “Sudah, Tante!!!” balas mereka serempak membuat senyuman lebar terlihat begitu saja. “Apa kalian semua tahu Tante membuat pesta seperti ini?” tanya wanita itu dengan ekspresi ramah yang sangat natural. Seorang anak perempuan cantik nan manis bernama Ara pun mengangkat tangannya membuat wanita yang tengah berdiri menatap sekumpulan anak kecil langsung tersenyum lebar. “Ayo, Ara ada yang ingin disampaikan?” tanya wanita itu ramah. “Aku ingin bertanya, tetapi tidak mengenai perkataan Tante,” jawab Ara polos membuat tiga temannya seketika panik mendengar kenekatan nada yang terkandung dalam jawabannya. “Wah, mau tanya apa itu?” goda wanita tersebut tertawa pelan. “Sebenarnya, apa yang terjadi dengan Ibu panti? Mengapa aku melihatnya akhir-ahir ini sering menangis?” tanya Ara lantang mengundang tatapan penasaran dari beberapa anak panti asuhan yang menyadari pertanyaan Ara sangat aneh. Wanita itu terdiam sejenak. Meskipun dapat diketahui bahwa wanita tersebut tengah menahan perasaannya sendiri agar tidak meledak begitu saja. Kemudian, memang senyuman lebar lagi. Walaupun terlihat dipaksakan. “Sebenarnya, Ibu panti sedang memiliki masalah tersendiri. Tapi, anak-anak tidak boleh tahu. Hanya orang dewasa saja yang boleh mengetahuinya. Karena enggak mungkin dong Ibu mau cerita sama kalian yang belum mengerti apa-apa,” jawab wanita itu memang ada benarnya membuat Ara mengangguk mengerti. “Sekarang Ara tahu kenapa Ibu enggak pernah cerita,” pungkas gadis kecil itu menatap seorang wanita paruh baya yang terlihat ingin menangis mendengar perkataannya. Sebab, Ara bukanlah tipe gadis kecil yang tidak mengetahui apa pun. Karena gadis kecil itu jelas bisa memahami semuanya dengan sangat baik. Hanya saja terkadang otaknya yang begitu polos harus tercemar. “Baiklah. Tante akan mulai pestanya sekarang!!!” pekik wanita itu mengepalkan tangannya di udara membuat sorakan bahagia terdengar keras.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD