“Akhtar, kamu serius menginginkan pembetukan Tim Investigasi Khusus untuk menyelidiki latar belakang kejadian kebakaran panti asuhan dua puluh tahun lalu?”
Sebuah pertanyaan terdengar tidak percaya dari seorang lelaki yang menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonsia. Membuat seorang Inspektur Jenderal Polisi ber-name tag Akhtar Qabeel Alfarezi mengangguk kaku melihat pimpinan tertinggi di kepolisian tampak tidak suka dengan permintaannya.
“Saya benar-benar membutuhkan kebenaran itu, Pak. Saya tidak bisa mengabaikan kejadian di mana masih menjadi misteri sampai sekarang,” jawab Akhtar berusaha meyakinkan lelaki paruh baya dengan pengalaman berada di kepolisian cukup lama.
Listanto Bagas Wibowo selama jabatannya sebagai Kapolri Jenderal Polisi hanya bisa menatap penuh cemas dengan pilihan yang mengejutkan dari salah satu bawahannya. Tentu saja berita mengejutkan bagi semua petinggi kepolisian ketika mengetahui seorang inspektur jenderal malah melepaskan kenaikan pangkatnya menjadi komisaris hanya karena mengetahui masa lalu.
“Akhtar, memangnya kamu yakin dengan pilihan ini?” tanya Listanto kembali mempertanyakan, entah kenapa beliau merasa pilihan lelaki di hadapannya memang sudah mantap. Hanya saja terasa sedikit tidak percaya.
“Yakin, Pak. Pilihan saya tidak akan pernah salah,” jawab Akhtar mantap.
Akhirnya, Listanto pun tidak memiliki pilihan lain, selain menuruti permintaan Akhtar yang terdengar tidak masuk akal. Terlebih lelaki itu menginginkan penempatan pada Tim Investigas Khusus yang berada di pengawasan Markas Besar Kepolisian RI. Mengingat kasus kebakaran yang menewaskan seluruh penghuni pulau sudah terjadi sejak lama, sehingga Akhtar tidak ingin kalau luka lama yang sudah terkubur dalam-dalam mulai terbuka kembali.
“Siapa yang ingin kamu ajak?” tanya Listanto mulai menanda tangani surat pengunduran diri dari masa pelantikan jabatan menjadi jenderal komisaris sebagai gantinya membentuk sebuah tim yang rahasia dan diawasi oleh banyak pasang mata orang bergengsi di kepolisian.
Akhtar tersenyum sesaat, lalu menjawab, “Saya sudah meminta Alister yang bekerja di kepolisian SWAT di Seattle, Amerika Serikat. Untuk segera datang ke sini. Mungkin … dia sudah dalam perjalanan menaiki pesawat selama 35 jam dengan 2 kali transit.”
Sejenak Listanto bisa merasakan keseriusan tentang permintaan Akhtar untuk membentuk Tim Investigasi Khusus, walaupun harus merelakan kerja kerasnya selama beberapa tahun terakhir untuk segera naik pangkat.
Mungkin ini memang bayaran yang setimpal untuk sebuah pengorbanan jabatan dilakukan oleh lelaki tersebut. Membuat Listanto sebagai pemimpin tidak bisa melakukan apa pun, terlebih pencapaian yang dilakukan Akhtar tidak bisa dikatakan sepele. Lelaki itu benar-benar seperti terlahir untuk menjadi seorang polisi.
“Baiklah, besok pagi kamu bisa menggunakan ruangan kosong untuk menjadi tempat Tim Investigasi Khusus. Saya akan memerintahkan beberapa polisi berbakat untuk membantu kamu,” putus Listanto tepat menyelesaikan tanda tangan di atas kertas pengunduran diri, kemudian menatap ke arah Akhtar yang tersenyum lebar.
“Siapa, Pak?” tanya Akhtar tampak penasaran.
Listanto mengambil beberapa catatan tentang polisi yang baru saja dilaporkan tengah menyelidiki kasus mengenai pembunuhan di Perumahan Griya Indah. Lelaki paruh baya itu terpaku pada satu-satunya perempuan yang ikut dalam penyelidikan tersebut.
“Bagaimana dengan polisi wanita ini?” tanya Listanto menyerahkan biodata mengenai Aleyza Jenny Niaraputri yang baru saja mendapat pelantikan sekaligus resmi menjadi tim penyidik.
Akhtar mengambil map berwarna hitam tersebut, lalu mulai menatap sebuah foto yang terpasang di sana. Perasaannya menyadari ada sesuatu yang membuat mereka terikat, tetapi lelaki itu tidak bisa mengetahui alasannya. Sebab, ini kali pertama dirinya melihat seorang polisi wanita dalam tim penyidik.
“Saya tidak tahu siapa dia,” jawab Akhtar menggeleng pelan. Ia harus merekrut polisi yang berguna untuk mengungkapkan kejadian, sehingga membutuhkan tingkah cermat dalam situasi apa pun.
Listanto tertawa pelan, lalu berkata, “Kamu tidak bisa meremehkan Jenny. Dia sangat berbakat, aku tidak tahu alasannya, tapi kenaikan pangkat yang dilakukan sangat cepat. Lihatlah, belum genap dia berada di jabatan lamanya, sudah berganti. Bukankah dia perlu digunakan untuk penyelidikan kamu?”
“Pak, saya tidak tahu bagaimana caranya dia naik pangkat, tapi rasanya mustahil dia bisa bertahan di Tim Investigasi Khusus. Ini bukan pekerjaan yang mudah,” tolak Akhtar menggeleng pelan. Ia tetap berpegang teguh pada pendirian untuk tidak mendapatkan apa pun mengenai pencapaian yang telah didapatkan gadis tersebut.
“Mencoba dulu. Kalau memang dia tidak cocok untuk pekerjaan ini, maka kamu bisa menggantinya lagi,” pungkas Listanto tanpa terbantahkan. “Lalu, siapa lagi anggota yang kamu perlukan?”
Akhtar mengembuskan napas panjang, berusaha untuk tetap terfokus. “Zosimo Ayres Dexter, seorang polisi Brimob.”
Mendengar nama yang cukup mengejutkan, Listanto tidak bisa menyembunyikan ekspresinya sama sekali. Lelaki paruh baya itu tampak memijat kepalanya yang terasa pening. Permintaan Akhtar benar-benar memberatkan posisinya sebagai pimpinan tertinggi dalam Mabes Polri.
“Tidak ada yang lain?” tanya Listanto setelah beberapa saat terdiam memijat kepala.
Akhtar menggeleng polos.
Kemudian, Listanto mulai mencatat permintaan nama yang dilontarkan oleh Akhtar. Lelaki paruh baya itu benar-benar memerintahkan siapa pun yang menjadi permintaan Akhtar dalam pembentukan tim. Membuat koneksi sebagai kepala polisi hanya bisa menerima dengan lapang d**a.
“Baiklah, kalau sudah tidak ada lagi kamu bisa keluar. Saya ingin berbicara dengan semua pemimpin tentang permintaan kamu,” balas Listanto terlihat memasang wajah datar.
Melihat hal tersebut, Akhtar pun tersenyum puas. Ia melenggang keluar dengan senyuman lebar, sesaat lelaki itu mengedipkan sebelah matanya pada Listanto sebelum benar-benar melenggang keluar dari ruangan.
Kini Akhtar terlihat mendudukkan diri di ruangan kerja yang tampak kosong. Pikiran lelaki itu jelas mengarah pada rencana yang sudah lama sekali hendak mereka lakukan, sampai kesempatan datang sekarang. Jelas mereka tidak bisa menyia-nyiakan begitu saja.
Tentu saja kesempatan langka seperti ini akan sangat jarang terjadi, apalagi profesi mereka sebagai seorang polisi tidak mudah. Membuat banyak hal tidak terduga, sehingga ketika ada kesempatan tidak bisa ditinggalkan begitu saja.
“Semoga saja apa yang kita rencana akan terjadi dan kebenaran berada tepat di depan mata,” gumam Akhtar tersenyum senang memikirkan rencana penyelidikan pada pulau yang selama ini sudah ditutup tanpa ada seorang pun berani datang ke sana.
Bukan tanpa alasan, kepolisian memang sengaja menyebarkan banyak berita mengenai pulau angker untuk mengusir penjarah ataupun perampokan yang mengincar banyak benda berfungsi di sana. Apalagi bekas panti asuhan sekaligus rumah sakit pribadi yang kemungkinan semakin banyak barang bekas untuk dijual kembali.