Bonekamu 2

1648 Words
Becca menatap bosan, meski rasanya begitu tenteram ketika dibiarkan sendiri seperti sekarang. Dalam kamar, ia duduk depan jendela tanpa berkeinginan menyentuh benda-benda lainnya di sana. Becca menatap ke labirin yang terlihat. Ada beberapa pengurus taman yang bekerja tadi, Becca mengulurkan kakinya. Jemarinya bergerak abstrak di kaca, saat ia menghela napas akan membuat kaca berembun. “Apa yang Chris lakukan tanpaku?” adiknya memang sudah mengkhianatinya, Becca tidak bisa benar-benar membenci adiknya. Tetap saja, memikirkannya karena selama ini Chris bergantung padanya. Becca berulang kali menghela napas dalam-dalam, dia menarik kedua lututnya, lalu kedua tangan melingkar disusul kepalanya merebah miring. Dari layar ponselnya, Sean memantau gadis itu. Ia mengernyit mendapati gadis itu hanya berdiam diri di satu tempat sejak beberapa jam, depan jendelanya. “Bos—“ Kalimat Calvin terhenti saat Sean berdiri. “Aku akan pulang,” “Pulang lebih awal?” tanyanya takjub. Paling cepat, Sean akan pulang jam lima sore. Ini setengah jam lebih cepat. Sean cukup konsisten dengan waktu, meski dia seorang pimpinan perusahaan Caldwell. Ia tidak pernah bermalas-malasan, menyerahkan pekerjaan begitu saja ke Calvin dan orang-orang kepercayaan lainnya. Sean hanya menatap Calvin datar, temannya malah terkekeh, “kau mulai merindukannya, bukan?” Satu alis Sean naik, “siapa yang kau maksud?” “Istrimu, buktinya kau ingin pulang cepat.” Calvin menyeringai. “Semakin hari, kau semakin banyak bicara!” Sean mengabaikan Calvin yang masih terdengar tawanya. Sean turun menggunakan lift khusus para petinggi. Setiap langkah penuh wibawa juga arogan, membuat ia disegani. Mobilnya sudah siap, pintu terangkat, Sean masuk. Terbiasa mengemudi sendiri. Hanya sekitar lima belas menit, ia sampai Mansion miliknya. Falisa datang menyambutnya, mengambil jas yang sudah Sean buka. “Nona Becca tidak ke mana pun, selain di kamarnya.” Beritahu Falisa. Sean tetap berjalan. “Mr. Caldwell.” Panggilnya, seperti ada yang ingin disampaikannya. Sean menghentikan langkah, menatap kepala maid di Mansion. Hanya Falisa yang berani menyampaikan apa-apa padanya. “Katakan, Falisa.” “Kurasa Nona Becca tidak akan coba melarikan diri, bisakah ia dibebaskan untuk tidak hanya di kamar?” Sean mengetatkan rahangnya, “kau mulai peduli padanya?” Falisa menunduk, “maafkan aku, Mr. Caldwell...” Sean tidak memberi jawaban, tetap melangkah menuju kamarnya. Menggunakan lift menuju lantai tiga. Dia melepas dua kancing teratasnya, “buka!” Kunci canggih yang terpasang di pintu langsung mengenali suaranya, terbuka begitu saja. Ia melihat Becca masih berada depan jendela. Gadis itu sudah bersandar sambil memejamkan mata. Sean berjalan mendekat, mengambil satu bantal berwarna hitam, kemudian dengan kasar melemparnya pada Becca. Gadis itu tersentak, kemudian menoleh hingga tatapan mata mereka beradu dalam. “Kau?!” Becca langsung bergerak duduk tegak. Sean menatap datar gadis tersebut, matanya menelusuri pakaiannya, sebuah dress floral biru tanpa lengan. Lemari-lemari yang ada di walk in closet, sudah berisi pakaian dan keperluan yang Becca butuh kan. “Bersiap,” “Ke mana?” tanya Becca. Lupa akan peringatan Sean, untuk tak pernah bertanya. Mendapati Sean diam, tidak menjawab, Becca menggeleng pelan, “aku tidak mau ikut!” “Jangan menguji diriku, Becca!” Sean mengingatkan istrinya. “Aku berhak menolak—“ Becca langsung mundur, memejamkan mata begitu merasakan tangan Sean terangkat. Kemudian ia membuka mata perlahan ketika tidak ada apa pun. Rupanya Sean masih berdiri tegak, “kau lebih ingin mendapat perlakukan kasarku?” Becca menatap Sean dengan berani, ekspresi Becca cukup membuat Sean merasa ditantang. Dia mendekat, dengan satu kaki naik ke sana, lalu tangan lain terulur menarik kepala Becca, menuju rambut panjangnya, dia menariknya. Becca tidak meringis, atau pun menangis selain menatapnya dingin. “Kau sendiri yang bilang, tidak akan membiarkanku mati. Kau tidak ingin repot dengan mayatku.” “Jadi karena itu kau tidak takut lagi padaku?” tanya Sean. Becca menatap Sean, “aku hanya takut pada Tuhan, bukan dirimu!” Sean terus menarik Becca, membuatnya hingga turun dari sana. Lalu masih dengan kepala dalam cengkeraman Sean, Becca diseret mengikuti pria itu yang membawanya ke kamar mandi. “Lepas, Sean!” “Kau bilang tidak takut padaku, huh?” Sean mendorong Becca menuju bilik shower, kemudian mengimpitnya di dinding. Posisi wajah yang begitu dekat, deru napas Sean membelai wajahnya. Tatapan mata mereka masih beradu dalam. Kemudian saat wajah Sean beralih ke ceruk lehernya, Becca mengepalkan tangan, memejamkan matanya. Berikutnya saat Sean mulai melucuti pakaiannya, tangan Becca mengepal, tidak membiarkan menyentuh balik Sean yang bertindak tak punya hati lagi seperti semalam. Begitu Sean merapatkan diri, mencapai puncaknya, bibir dan hidungnya menelusuri wajah Becca. “Kau tidak menangis seperti semalam? Apa kau mulai menikmatinya, jalang?!” Becca dengan wajah pucat, membalas ucapannya masih dengan tatapan mata yang berani, “apa aku terlihat menikmatinya?” bertanya balik. Sean berdecak, tangannya mengepal. Lalu berakhir memukul dinding tepat di sisi kepala Becca yang memejamkan matanya. “Kau akan menyesali telah membuatku marah, Becca! Lihat saja yang akan kulakukan padamu, malam ini!” penuh ancaman. Sean menurunkan kaki Becca, kemudian menghidupkan shower tersebut. Sean pilih berbalik meninggalkannya. Tubuh Becca barulah gemetar, bersamaan air yang membasahi tubuhnya. Lalu ia bersandar, menjatuhkan tubuhnya di lantai. *** Sean memerintahkan seseorang memaksa Becca bersiap. Dengan pakaian party yang sexy berwarna merah muda dengan glitter yang membuatnya berkilau, bagian atas cukup tertutup walau membentuk lekuk tubuhnya, juga bagian bawah sangat pendek. Becca sangat risi ketika dipaksa memakainya. Ia merapatkan kakinya, menurunkan ujung pakaiannya. Sean duduk di sisinya, dengan seorang sopir yang mengemudikan mobil lain miliknya. Berbeda dari yang sebelumnya pernah Becca tumpangi. Becca terdiam begitu mobil berhenti di sebuah kelab malam, yang Becca pernah dengar bukan menyajikan hiburan malam biasa, melainkan transaksi ilegal pekerja prostitusi. Ia menoleh, menatap Sean. Belum sempat Becca bertanya, Sean lebih dulu keluar, lalu pintu di buka. “Ikut aku!” “Sean, kenapa kita ke sini?” tanya Becca dengan suara pelannya. Sean tentu tidak akan menjawab, selain menarik Becca masuk ke tempat itu. Di ikuti dua orang Sean berpakaian serba hitam. Pertama kali dalam hidupnya, Becca menginjakkan kaki di sana, beberapa mata menatap ke arahnya, terutama para wanita yang iri karena ia datang bersama Sean Caldwell. Sean terus mengajaknya pergi, kemudian bertemu dengan seseorang. Ia membisikkan sesuatu yang tidak bisa Becca dengar. “Ayo, gadis... ikut denganku, kurasa kau akan jadi bintangku malam ini.” Ujarnya ambigu. Sean melepaskan tangannya, “Sean!” Becca memanggil suaminya. Sean hanya menatap dingin, dengan jenis senyum kelicikan. Becca di tarik paksa, kemudian terdiam saat wanita berdandan heboh itu, dengan lipstik merah, yang Becca duga pemimpin di sana, memberi kode pada dua pria berbadan besar. Mereka masuk ke sebuah ruangan khusus, semua atensi di sana memandang Becca. Ada beberapa gadis muda, berpakaian lebih seksi darinya pun tengah menunggu. Becca langsung berfirasat tajam akan tempat yang ada di sana. “Lepaskan aku! Seaannn! Seannn!” Becca memanggil nama suaminya, ia tahu sesuatu akan terjadi, lebih buruk dari perlakukan Sean. Dia dipaksa masuk ke dalam sebuah sangkar besi, seperti sangkar burung besar. Kemudian menunggu sebuah aba-aba, hingga bergerak naik. Becca berusaha untuk keluar, tetapi ada gembok yang menguncinya. Lalu cahaya menyorotnya. Becca menghalangi dengan tangannya, hingga menurunkan tangannya. Melihat ada beberapa pria yang duduk di masing-masing mejanya ditemani para gadis penghibur. “Ada satu gadis yang spesial malam ini, Bernama Becca, usianya dua puluh dua tahun. Lelang akan di buka di angkat dua ribu dollar!” Mata Becca terbelalak, tidak bisa membendung rasa takutnya lagi. Sean menjualnya?! Apa ini yang dimaksud Sean siang tadi?! Becca terisak, di tengah kabur oleh air mata, tatapannya mencari hingga bertemu dengan mata tajam Sean yang berdiri di tengah-tengah orang itu. Sean tersenyum puas, melihat Becca menangis. “Kumohon, jangan lakukan ini!” bisik Becca. Sean bersedekap, kemudian pilih berbalik. Benarkan, Sean tega melakukan ini padanya? Menjualnya pada para pria lapar di depan sana, yang tengah menatap tubuhnya dengan lancang! Becca menunduk, bukan dengan cara ini ia ingin bebas. Sama saja seperti masuk lubang hitam lainnya. Ia tidak pedulikan lelang terhadap tubuhnya tengah berlangsung. Selain merasa hidupnya benar-benar berakhir hari ini juga. “Nona Becca,” sebuah suara membuat Becca mendongak, pintu di buka. Becca kembali di seret turun, menuju kembali ke belakang panggung, kali ini ia coba berontak, tetapi orang-orang penjaga keamanan di sana sigap menghalanginya. Pintu di buka, mata Becca beradu dengan Sean yang berdiri dengan angkuh. “Ini hanya permulaan, Becca. Jika kau masih berani padaku, aku benar-benar akan menjualmu!” katanya, kemudian meraih tangan Becca. Ia berbalik, Becca mengikuti langkahnya. Entah harus merasa lega, atau marah atas perbuatan Sean kali ini. Di satu sisi ia merasa lega karena Sean tidak serius, di sisi lain dia amat marah akan perbuatan Sean yang menjadikannya sungguh seperti jalang. Sean merasakan tangan Becca begitu dingin, bahkan begitu pucat saat sudah kembali duduk di mobilnya. Wanita itu murung. “Kau sadar, akhirnya hidupmu masih beruntung dibanding wanita-wanita di sana bukan? Maka jadilah penurut, Becca.” Bisik Sean. Becca mendongak, tatapan mata mereka beradu dalam. “Kau sangat jahat, tidak punya hati.” “Ya, itu memang diriku” angguknya, mengiyakan umpatan Becca. Mobil melaju, Becca pikir akan pulang ke rumahnya, ternyata Sean punya tujuan lain. Sean mengambil sebuah tas, “ganti pakaianmu dengan gaun ini!” Becca mengernyit bingung, menatap suaminya, “di sini?” Sean menutup pembatas antara kursi belakang dan depan. “Ya!” Becca mulai mengambil tas tersebut, memeriksa sebuah dress hitam panjang. Becca menurunkan restleting belakangnya, Sean menatap Becca yang mengganti baju. Baru akan memakai dress hitam tersebut saat tangan Sean mencekal lengannya. “Sean—“ “Naik ke pangkuanku!” pintanya. Becca hendak menolak, tetapi Sean memberi tatapan. Jangan sampai mobil berputar balik, kemudian kembali ke tempat tadi, lalu Sean berubah pikiran, benar-benar menjualnya! Becca benci situasinya, ia menahan malunya, berpindah ke pangkuan Sean. Sekujur tubuhnya meremang saat merasakan tangan Sean mengusap bahunya hingga bagian dadanya yang menyembul. Sean lalu meraih dagu wanita itu, tatapan mata mereka beradu dalam sebelum Sean mengikis wajah dan mulai mencium Becca. Becca mengepalkan tangannya, “balas ciumanku, Becca!” Ketika akhirnya Becca menjadi penurut, itu karena ia benar-benar terpaksa melakukannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD