Tamu Tak diundang!

1318 Words
“Tuan? Kau sebenarnya siapa—“ “Sean Caldwell.” Tidak menyangka jika pria itu akan menjawab, sekalipun masih dengan ekspresi datar, tatapan dingin. Becca mencoba menghafal namanya. Becca berdiri gelisah di ruangan tersebut, hanya ada Sean dan seorang pria. Pria lainnya membawa Chris keluar rumah. “Aku tak mengenalmu sama sekali, apa tujuan Anda datang ke sini, Tuan Sean?” tanya Becca. Mata Sean sejak tadi tidak beralih pada gadis tersebut, baik memerhatikan wajahnya secara detail maupun penampilannya yang lusuh dan menurutnya harus banyak diperbaiki. Begitu juga sebaliknya, Becca menatap Sean, memerhatikan tampang tampannya. Semua yang pria itu gunakan, terutama jam tangan maupun sepatunya menandakan kekayaannya. Ia menatapnya tak bertahan lama, Becca tidak berani lebih lama lagi saat tatapan mata mereka bertaut, Becca yang pertama kali berpaling. “Dirimu.” “Aku?” Becca menunjuk dirinya sendiri. Merasa tidak rasional sekali jawaban pria tersebut. “Apa yang kau inginkan dariku?” ia mengulang kembali pertanyaannya. “Kau harus ikut denganku, menikah denganku—“ “APA?!” Becca tentu langsung menyela dengan nada tinggi, kemudian ia terkekeh. Merasa lucu. “Menikah denganmu? Huh? Aku tidak salah dengar?” Sean hanya diam, menatap datar. Tidak dengan Calvin, sahabatnya yang ikut, menahan senyum. Jelas Sean terlalu kaku, reaksi wanita itu pun Calvin anggap normal. Diajak menikah oleh pria yang tiba-tiba datang ke rumahnya, wanita itu pasti berpikir Sean adalah pria gila. Becca berusaha menetralkan tawanya, “Maaf aku tidak bisa menahan terkejutku, sekaligus merasa ini lucu.” “Tidak ada yang lucu,” kata Sean sambil memasukkan tangan ke sakunya. Tidak suka dengan reaksi berlebihan wanita itu. Mata Becca mengerjap, memang tampang Sean menunjukkan tingkat serius. “Anda aneh, Tuan.” Pendapat Becca lagi, “aku tidak mengenalmu, tiba-tiba Anda datang, mengatakan aku harus menikah dengan Anda.” Becca menjeda kalimatnya, menarik napas dalam kemudian menatap Sean lagi dengan keberanian yang ada, “aku tidak mau, silakan cari wanita lain saja—“ Sean seketika melangkah mendekat, membuat Becca refleks mundur. “Aku tidak akan mencari wanita lain,” jawabnya. Becca terdiam lama, berpikir... apa mungkin Sean jatuh cinta di pertemuan pertama pagi tadi? Sampai mencari tahu mengenai dirinya, lalu nekat mendekati dengan langsung mengajaknya menikah? Itu konyol sekali! Jujur suasana di sana mulai terasa dingin, tak baik untuk Becca rasakan. “Sebaiknya, Anda dan orang-orang Anda meninggalkan rumahku!” kata Becca, mengusir Sean. Sean tetap bergeming di posisinya, begitu juga pria lainnya. “Tuan—“ “Kuyakin Austin sudah mengingatkanmu untuk pergi, membawa adikmu meninggalkan New York...” ujar Sean dengan jenis senyum liciknya. Detik itu juga Becca lebih menegang lagi, jantungnya berdebar kuat. Kilas kalimat permintaan sang Ayah terdengar begitu jelas ditelinganya, Ayah meminta ia meninggalkan kota New York. Apa mungkin ada hubungannya dengan Sean? Sean melangkah lagi, membuat Becca mundur, “melalui dirimu, pernikahan ini, Austin benar-benar harus membayar perbuatannya.” “Tapi—“ Becca terdiam dengan gelisah. Ia berpikir mencari cara untuk melarikan diri dari sana. Sebab tahu, menolak pun pria asing itu tidak akan berhenti. Mungkin juga nyawanya dan Chris dalam bahaya. "Uhm... Kenapa kau ingin aku setuju menikah denganmu, Tuan?!" Tanya Becca dengan suara pelan, nyaris mencicit dan gemetar. Di satu sisi, pikirannya mulai merancang cara melarikan diri. Pria dengan netra cokelat itu memindai setiap yang terlihat di tubuh dan wajah cantik Becca, senyum penuh kelicikan muncul di wajah asingnya yang membuat gadis bermata biru itu mengepalkan erat kedua tangan di masing-masing tubuhnya. Ia kian yakin Sean datang dengan niat buruk. "Siapa bilang aku butuh persetujuanmu?" Ucapnya dingin, tatapan mata mereka beradu dalam, "aku datang untuk mengambil yang aku inginkan dan kau tidak punya pilihan selain menurutiku." "Tapi, me-menikah? Apa tak ada cara lain untuk bertangg-" Ia mengambil langkah pasti, memutuskan jarak hingga berhenti tepat di depan Becca yang harus mendongak dan menelan kembali ucapannya. Pria itu menunduk, "tidak ada selain menikah denganku!" BUGH! Dengan kekuatan penuh Becca menendang pria itu asal, hingga membuat Sean melebarkan matanya, tak menduga dapat serangan dari wanita tersebut meski tidak seberapa, ia tetap terkejut. “Kau—“ Becca berhasil lolos darinya, berlari cepat dari sana. “CHRIS! CHRISSS!” dia menyambar tasnya, kemudian memanggil adiknya. Becca memasuki ruang depan, langkahnya terdiam melihat adiknya berlutut. Dengan tangan diikat di belakang, dan sebuah pistol mengarah tepat ke kepalanya. “Lepaskan adikku!” “Becca!” panggil Chris, siap berdiri tetapi bahunya ditekan erat untuk tetap berlutut. Becca seketika lemas, tidak bisa berbuat apa-apa hingga tas yang ia pegang jatuh. Meluncur ke lantai. “Siapa mereka?” tanya Chris. “Ini yang Dad peringatkan padaku!” bisiknya. Chris langsung terdiam. Tepat itu Sean muncul menyusulnya bersama Calvin. Becca menatap pria itu yang terus melangkah. “Lepaskan kami, kumohon—Tuan!” Becca terdiam saat Sean meraih tangannya dengan kasar. Becca memberontak, “aku tidak mau!” “Berikan!” Sean meminta sesuatu pada Calvin, mengeluarkan sebuah kain tangan kecil berwarna hitam. Sean dengan gerakan gesit, cengkeraman di tangannya bergerak membuat Becca berputar, hingga membuat tangan Sean memegangi bagian bahunya. “Mengajakmu bicara baik-baik ternyata sebuah kesalahan, Nona!” bisiknya begitu dekat di telinganya. Becca sudah akan menoleh, tetapi tangan Sean lainnya terangkat membekap mulut dan hidung Becca dengan kain tersebut. Aromanya menyengat. “Mmmppth!” Becca coba melawan, tetapi nasibnya harus berakhir menyerah dalam dekapan seorang Sean. Sean melempar asal kain itu masih dengan memeluk Becca. “BECCA! KAU BERI APA PADA KAKAKKU?!” Chris berteriak, menyaksikan Becca pingsan setelah dibekap. Sean menatap Calvin, “urus dia,” "Jangan membawa kakakku! Sialan, lepaskan kami!" ujar Chris lagi. Sean mengangkat tubuh Becca, membawanya pergi dari rumah sederhananya. Suara pukulan terdengar, Chris sudah berusaha tetapi melawan orang-orang Sean sendirian jelas membuatnya tak bisa berkutik sama sekali. Sean membawa Becca pergi. Ia menyetir super car biru metalik, mobil yang sama, yang pernah Becca lihat di halaman rumahnya. Mobilnya melaju di jalanan New York, sesekali Sean menatap ke Becca. Di mana ia terduduk, bersandar dan tidak berdaya. *** Becca terbangun di sebuah ruangan asing, ia langsung mengingat yang terjadi. Becca bangun dari tempat tidurnya. Baru akan turun ketika tatapan matanya tertuju pada punggung seseorang yang berdiri membelakanginya. Punggung kokoh. Ia berbalik, cukup membuat Becca terpaku. Dadanya kembali berdebar, mengingat adiknya bahkan ditodong pistol. Pria itu memiliki senjata. Artinya terlalu berbahaya untuknya. “Kenapa kau lakukan ini padaku dan Chris? Di mana adikku—“ “Kurasa kau sudah tahu jawabannya, Becca.” “Dad sudah menerima hukumannya, ini tidak adil jika kau pun ingin menghancurkan hidupku!” Sean mengetatkan rahangnya, mendekati gadis itu, “adil menurutmu?” “Yaa!” “Aku belum puas, Austin harus menderita melalui putri kesayangannya ini.” Bisiknya. “Di mana Chris?!” Becca menuntut. Berharap adiknya baik-baik saja. “Dia bersama orang-orangku,” Becca terdiam lagi, Sean menahan Chris. “Aku punya sesuatu untukmu!” Sean mengambil sebuah ponsel, tanpa memberikan pada Becca, Sean menunjukkan sebuah foto Austin babak belur. “Dad!” Teriak Becca sampai membekap mulutnya sendiri, ia sudah akan berdiri, meraih ponsel tersebut, Sean mengantunginya kembali. “Nyawa Austin dan adik kesayanganmu, ada ditanganmu sendiri, Rebecca Tasanee. Jika kau ingin mereka semua selamat, tetap hidup, maka jangan coba melawan. Kau harus menikah denganku.” “Lebih baik kau habisiku saja, Tuan!” Sean menatap mata gadis itu yang sudah berkaca-kaca. “Ide yang bagus, tetapi aku lebih suka menyiksa Austin perlahan-lahan, melalui penderitaan putrinya yaitu kau!” Jawab Sean dan berbalik pergi. Ia masih mendengar suara tubuh Becca luruh, terduduk di lantai kemudian menangis hingga meraung-raung. Sean mengepalkan tangannya, mengeraskan hatinya jika rencananya tidak akan pernah berubah. Ia menutup pintu, menguncinya. “Selama satu minggu, hingga pernikahan kami, gadis itu akan berada di sana. Awasi, jangan sampai dia melarikan diri, mengerti?” “Ya, Boss!” angguk salah satu anak buahnya. Sean melanjutkan langkahnya. Tidak lama suara gedoran pintu dari dalam terdengar. Ternyata, Becca cukup berani juga untuk melawannya. Justru ia semakin tertantang untuk membuat gadis itu bertekuk lutut. Menurut padanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD