"Apa maksudmu, Yas? Kenapa Ario menceraikan kamu?" Rahang Regan mengeras, ia menatap Yasmin penuh intimidasi. Bukan Yasmin penyebab kemarahannya, melainkan Ario, suaminya Yasmin.
Bukannya menjawab, Yasmin malah menunduk dalam, sedetik kemudian pundak sempit wanita bergetar lalu disusul dengan isak menyedihkan yang berasal dari bibir wanita itu. Yasmin menangis di hadapan Regan.
"Yas...,” Regan menghampiri Yasmin dengan raut cemas, ia berlutut di hadapannya kemudian mengusap lembut pundak Yasmin, berniat untuk menenangkannya.
"Mana ada pria yang mau menghabiskan waktunya seumur hidup dengan wanita yang tidak bisa memberikannya keturunan, Gan." kata Yasmin dengan tersedat-sedat. Ia berusaha keras untuk menahan tangisannya agar ucapannya terdengar jelas di telinga lawah bicara.
Regan menggeleng, tidak setuju dengan apa yang Yasmin pikirkan. Regan tahu kalau selama ini Ario ingin sekali memiliki anak, tapi Regan juga tahu seberapa besar rasa cinta Ario kepada Yasmin, yang mungkin saja melebihi rasa cintanya ke Yasmin. Jadi, Regan yakin Ario tidak akan meninggalkan Yasmin karena hal itu.
"Aku tahu Ario, Yas, dia nggak mungkin ngelakuin hal itu ke kamu."
Yasmin mendongak, memandang Regan tajam. "Kamu nggak tahu apa-apa, Gan!" sentaknya galak.
Regan mendengus. Tidak tahu apa-apa? Yasmin lah yang tidak tahu apa-apa, wanita itu tidak tahu seberapa sengitnya ia bersaing dengan Ario untuk mendapatkan hatinya.
"Kamu nggak seharusnya meragukan Ario disaat dia berjuang besar untuk mempertahankan rumah tangga kalian." Bahkan menunggu kehamilan Yasmin selama enam tahun Ario tidak masalah. Pria yang berprofesi sebagai Arsitek itu tutup telinga atas semua tuntutan keluarga dan para kerabatnya yang selalu menyinggung mereka soal anak.
"Ini bukan hanya soal mas Ario, Gan, setelah aku nggak bisa memberikan mas Ario keturunan, sudah pasti keluarga mas Ario akan semakin mendesakku. Mereka pasti akan menghasut mas Ario untuk menceraikanku dan mencari istri baru yang bisa memberinya keturunan."
Kalau yang baru saja Yasmin katakan baru Regan percaya mengingat seberapa menuntutnya orang tua Ario agar Yasmin cepat memberikan mereka cucu. Terlebih sekarang keadaan Yasmin semakin terpojok dan meruntuhkan semua harapan mereka. Meski begitu, Regan yakin Ario akan tetap mempertahankan Yasmin bagaimana pun caranya.
"Ini bukan masalah yang pertama kalian lewati, Yas. Enam tahun Ario menunggu—"
"Sekarang beda, Gan! Dulu mas Ario sabar karena masih ada harapan, tapi sekarang sudah nggak ada. Rahimku sudah dibuang, Gan!" Lewat kalimat itu, Regan dapat merasakan goresan luka yang menyayat di hati Yasmin.
Regan menghembuskan napas panjang sebelum membawa Yasmin ke dalam pelukannya. Ia membiarkan Yasmin membasahi kemeja abu-abunya dengan air mata dan eyelinernya yang luntur. Regan tahu tidak mudah untuk Yasmin melewati semua ini. Kehilangan calon bayi yang ia tunggu selama enam tahun berakhir sia-sia, belum cukup sampai di situ, ia pun harus kehilangan rahimnya.
"Aku harus gimana, Gan," cicit Yasmin.
Regan melepaskan pelukannya, tangannya terulur untuk menghapus jejak air mata Yasmin yang membasahi pipi semu wanita itu.
"Untuk saat ini lebih baik kamu istirahat, kalau sudah benar-benar membaik aku akan kasih kerjaan buat kamu."
Detik berikut, Regan tersenyum ketika Yasmin menerbitkan senyumnya. Senyum itu bahkan tidak berkurang kadar manisnya meski wajah Yasmin sedang berurai air mata.
* * *
Yaya tidak bisa menyembuyikan senyumnya saat Ghania mengatakan kalau Regan akan datang untuk menjemputnya. Yaya tidak menyangka kalau suaminya itu sedikit menaruh perhatian kepadanya, ya... meskipun sedikit, sih.
"Gimana skripsi kamu, Ya?" Haris bertanya sembari duduk bergabung dengan Yaya dan sang istri yang sedang berbincang hangat di ruang tengah.
"Lancar, Pa." jawab Yaya, lengkap dengan senyum manisnya.
"Syukurlah, semoga cepat sidang ya, Ya. Papa sama Mama sudah nggak sabar pengen gendong cucu.” sahut Ghania, yang langsung mendapatkan delikan dari Haris.
Sementara Yaya tersenyum kaku setelah mendengar ucapan Mama mertuanya. Cucu? Pipi Yaya bersemu seketika. Tapi, bagaimana dia bisa memberikan cucu kalau malam pertamanya dengan Regan saja belum terlaksana sampai hari ini. Ah, mengingat itu Yaya jadi menyedu. Apa ada yang salah dengannya, kenapa Regan tidak mau menyentuhnya sama sekali?
Yaya meremas tangannya gelisah, selaras dengan kepalan ditangannya. Apa ia harus membicarakan perihal ini dengan Ghania? Siapa tahu Mama mertuanya dapat memberi saran dan tips agar Regan meliriknya.
Tapi, Yaya malu jika harus berterus terang kalau ia belum dijamah Regan sejak mereka menikah.
Suara langkah kaki yang mendekat menghenyak Yaya dari lamunannya. Ia menoleh ke sumber suara, mendapati suaminya yang datang. Awalnya bibir Yaya menerbitkan sebuah senyuman, namun perlahan senyumnya memudar ketika menyadari ada sosok wanitalain yang menyusul langkah Regan dibelakang.
"Ya, itu Egan sudah datang. Loh..., ada Yasmin juga?"
Kening Yaya berkerut, Yasmin? Siapa wanita itu?
"Halo, Om, Tante..." Wanita dengan rambut coklat bergelombang itu menyalimi Ghania dan Haris secara bergantian. Melihat interaksi mereka yang tampak akrab, sepertinya Yasmin cukup mengenal keluarga Regan lebih dari pada dirinya.
"Ini... Istrinya Regan, ya?" wanita itu memandang Yaya bertanya. Yaya yang awalnya terdiam spontan beranjak bangkit dan berjabat tangan dengan Yasmin.
"Ranaya.” ujar Yaya diselipi senyum ramahnya.
Yasmin menarik senyum, membuat Yaya terpanah untuk sesaat. Yasmin sangat cantik, wanita itu juga memiliki proporsi badan yang menjadi idaman para wanita dan pria. Tinggi dan langsing. Ah, mendadak Yaya sangat iri dengannya.
"Aku Yasmin. Salam kenal ya, Ranaya."
"Panggil Yaya saja, Kak." Walaupun belum mengetahui berapa tepatnya usia Yasmin, tapi Yaya tebak wanita itu lebih tua darinya.
"Oke, Yaya." balas Yasmin dengan kerlingan matanya yang membuat Yaya terkekeh kecil.
"Yaya, ini Yasmin sahabatnya Regan dari kecil." ujar Ghania memberitahukan hubungan Yasmin dengan Regan lebih detail.
Bibir Yaya membulat, ia manggut-manggut mengerti. Pantas saja Yasmin tampak begitu dekat dengan keluarga Regan, ternyata memang hubungan mereka seerat itu.
"Ekhm!" deheman keras Regan memaksa mereka untuk menghentikan sesi perkenalan.
"Mas," Yaya berjalan mendekati Regan, kemudian mencium telapak tangan suaminya itu. Terlalu fokus dengan kehadiran Yasmin membuat Yaya lupa kalau Regan juga ada di sini.
"Yaya, kamu sudah selesai, ‘kan? Ayo pulang!" ajak Regan tanpa basa-basi.
"Langsung pulang? Nggak mau makan malam di sini dulu, Mas?" tanya Yaya. Ia yakin Regan pasti belum makan malam.
"Saya sudah makan di luar tadi sama Yasmin."
Ah, begitu. Yaya mengangguk pelan. Dalam benaknya bertanya, apa mereka hanya makan berduaan saja?
"Ya sudah, Mas, ayo pulang." Yaya meraih tas bahunya. Ia menyalimi Ghania dan Haris sebelum pergi.
"Kamu bawa mobil sendiri, ‘kan?" tanya Regan ketika Yaya hendak masuk ke dalam mobil Range Rover miliknya.
"Oh iya!" Yaya menepuk keningnya spontan. "Aku lupa, Mas." sambung Yaya diiringi cengiran kudanya.
"Titip Mama saja sini kuncinya, Ya, biar besok Mama suruh Pak Tirta yang antar mobil kamu." timpal Ghania yang berdiri di belakang mereka, tangan wanita itu terulur, meminta kunci mobil Yaya.
"Nggak perlu, Ma, Yaya ke sini bawa mobilnya, berarti dia pulang pakai mobilnya juga. Lagian aku mau nganterin Yasmin pulang dulu."
Yaya terdiam bingung mendengar jawaban itu. Jika ia pulang menggunakan mobilnya sendiri, lalu untuk apa Regan datang menyusulnya?
"Kok begitu, Gan?" Ghania menatap anaknya tak percaya.
"Terus harus gimana, Ma? Besok Pak Tirta juga harus nganter Papa ke Karawang, ‘kan? kasihan kalau kerjaannya ditambah. Biar saja Yaya pulang nyetir mobilnya sendiri."
"Tapi ini kan sudah malam, Mas." Yaya memasang wajah nelangsang. Tega sekali Regan jika benar-benar membiarkannya menyetir mobil sendiri, sementara Yasmin ia antar pulang dengan selamat sampai di rumahnya.
"Siapa suruh kamu nggak pulang dari sore? salah kamu sendiri, ‘kan?" balas Regan sinis.
Regan mendorong badan Yaya dari depan pintu mobil, lalu ia membukakan pintunya untuk mempersilakan Yasmin masuk. "Ayo, Yas, aku antar pulang. Nanti keburu larut."
Kenapa hati Yaya terasa sesak dan perih melihat perilaku Regan yang lebih manis ke Yasmin dibanding dirinya?