"Bintang, Langit." Suara milik presiden di rumah tiga lantai ini menginterupsi ketiga orang yang tadinya sibuk menyuapkan nasi uduk di mulutnya. "Iya, Pah?" Langit duluan yang jawab. Bintang cuma menatap Ayah tirinya itu dengan senyuman tipis. Menunggu pria yang sudah berumur tapi tetap bekerja keras untuk keluarganya itu tampak menghela napas sebentar. Kemudian menaruh sendok yang dipegangnya. "Kalian udah lama sekali tinggal dalam satu atap tapi Papah lihat-lihat belum ada tanda-tanda perdamaian antara saudara kandung dan tiri." Pria paruh baya itu melirik kedua putranya yang tampak membeku, mengambil alih kembali sendok makannya. Winata menggeleng, tanpa dijawab pun sudah tahu jika kedua putranya itu masih beradaptasi setelah sekian purnama. Melanjutkan sarapan pagi mereka yang sep