“Damian Cakra Kaelan.”
Paha ayam yang sedang dipegang oleh seorang wanita berambut panjang hitam legam itu—jatuh dari tangannya ketika dia menyerukan nama Damian. Matanya terbelalak sempurna mendapati kehadiran yang tak terduga dari pria itu.
Aileen Grizelle tengah membeku duduk di sofa empuk dalam ruangan VIP tersebut. Dia duduk bersila dan hanya mengenakan kaos oblong, serta celana pendek.
Kedatangan Damian membuat jantungnya hampir saja melompat dari tempatnya. Setelah membeku sejenak, dia bangkit dengan cepat berdiri sedikit tidak seimbang. Aileen Grizelle tampak linglung dengan keadaan dalam ruangan tersebut; tulang ayam goreng berserakan di atas meja, kaleng bir berceceran di atas lantai, serta beberapa tisu kotor berhamburan layaknya gempa bumi melanda ruangan VIP mewah yang ditempatinya.
Aileen menelan saliva dalam-dalam, merasa malu dengan dirinya yang dilihat oleh mata tajam Damian Cakra Kaelan.
“Ka-ka-kamu sedang apa di sini?” tanya Aileen terbata. Dengan keadaan tangan bergetar dan jantung yang masih berdebar kencang. Aileen berusaha membersihkan bekas tulang-tulang ayam yang berserakan di atas meja. Akan tetapi, dia malah memperparah keadaan dalam ruangan VIP tersebut, yang mana semua tulang-tulang ayam malah jatuh berceceran di lantai.
Akhirnya, Aileen menjadi panik dan menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Dia menepuk keningnya menggunakan telapak tangan kanannya.
Dasar bodoh! Batinnya mengutuk dirinya sendiri.
“Bagus sekali, Aileen Grizelle. Sangat bagus!” seru Damian dengan nada mengejek yang sangat kentara, membuat telinga Aileen terasa panas.
Dia mendengar langkah kaki Damian semakin mendekat ke arahnya. Mau tidak mau Aileen Grizelle membalikkan badannya dan menghadapi Damian dengan wajah tenang.
Aileen Grizelle sangat pandai mengubah ekspresinya hanya dalam hitungan detik. Dia meletakkan tangannya di depan, serta memiringkan sudut bibir kirinya.
Apa yang diinginkan pria ini? Aileen Grizelle bertanya dalam hatinya. Dia memperhatikan Damian yang tengah berhenti di depannya dengan seringai tajam.
“Bagus sekali, Aileen Grizelle. Kamu telah berani membohongiku.” Damian mencondongkan badannya lebih dekat ke Aileen.
Aileen menjauhkan badannya agar tidak terlalu dekat dengan Damian karena aroma parfum pria itu sangat menyengat hidung Aileen. “Bohong? Aku membohongimu? CEO Damian, kamu pasti salah sangka. Aku tidak pernah mengatakan ataupun menjanjikan apa pun padamu. Bagaimana mungkin kamu dengan percaya diri mengatakan kalau aku telah membohongimu?” Aileen mengelak berhenti sejenak, meski dia tahu kebohongan yang dimaksudkan oleh Damian, lalu dia melanjutkan kembali, “ngomong-ngomong, bau parfummu sangat menyengat.” Ujarnya dengan berani, meski Damian kini memberikannya tatapan menghunus.
“Hah, aku tahu kamu akan mengelak karena aku sangat tahu akan kebiasaan burukmu yang sering membohongi orang.”
Jemari Aileen terkepal erat ketika dia menurunkan tangannya, mendengar ucapan sarkas dari Damian. Dia benci ketika dikatai pembohong oleh orang lain, dan sekarang yang mengatainya adalah Damian—pengusaha muda terkaya saat ini.
Tatapan Aileen berubah dingin, yang membuat pandangan Damian menjadi lunak.
Aku ingin sekali menyemburkan kutukan di depan wajahmu, Damian Cakra Kaelan.
“Sudahlah, berhenti basa-basi karena aku tidak punya waktu. Setelah ini aku harus menemani seorang tamu sampai larut malam nanti. Jika kami hanya datang untuk sekedar berbasa-basi, akan lebih baik kalau kamu pergi sekarang juga. Aku harus segera bersiap.” Tandasnya. Memutar bola mata malas dengan enggan Aileen Grizelle melirik pada Damian. Lantas mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Tanpa aba-aba jemari Damian sudah berada di dagu Aileen, pria itu mencubit dagu Aileen dengan kasar.
Rasa sakit mulai terasa pada dagunya, membuat kedua bola mata Aileen menjadi berkabut akibat genangan air mata.
“Apa yang kamu lakukan? Harusnya aku tidak mengijinkan pria kasar sepertimu masuk ke dalam barku.” Gerutu Aileen sambil menahan rasa sakit pada dagunya.
“Ketiga wanita yang kamu kirim ke ruanganku mengatakan kalau kamu sedang melayani seorang tamu istimewa di ruangan ini. Jadi, apakah mereka berbohong padaku, atau kamu yang menyuruh mereka untuk berbohong dengan beraninya?” hardik Damian dengan nada keras, seketika itu membuat Aileen memejamkan matanya karena suara Damian memekakkan telinganya.
Tentu saja Aileen tahu kalau ketiga wanita itu telah berbohong karena dia sendiri yang menyuruh mereka. Aileen Grizelle tidak pernah mau menemui Damian, meski pria itu membayar mahal hanya supaya Aileen mau menuangkan minuman untuknya. Dia juga tahu alasan pria itu sampai datang setiap hari ke barnya yaitu, untuk mempermalukan dirinya seperti sekarang ini. Oleh karena itu, Aileen merasa sangsi bila Damian meminta untuk ditemani olehnya.
“Bisakah kita bicarakan baik-baik tanpa memakai kekerasan? Aku tahu kamu selalu berlaku kasar pada siapa pun, bahkan pada wanita lemah sepertiku.” Sindir Aileen, yang membuat Damian perlahan melepaskan cengkramannya dari dagu lancip Aileen.
Beruntung saja dagunya yang dicubit dan bukan lehernya yang dicekik. Kalau tidak Aileen pasti sudah kehabisan napas, dan butuh pertolongan pertama seperti napas buatan, atau kemungkinan dia akan mati lemas kehabisan napas.
Dengan cepat Aileen mengusap lembut dagunya yang masih terasa sakit. Tiba-tiba wajah Aileen menjadi horor ketika tangannya mendapati bahwa, dagunya telah bengkak. Seketika dia melemparkan tatapan menghunus setajam ujung samurai.
“Sekarang katakan alasanmu tidak mau menemuiku!” geram Damian.
“Kamu masih menanyakan alasanku tidak mau menemuimu? Mengapa tidak tanyakan saja pada dirimu sendiri, CEO Damian yang terhormat.” Sergah Aileen. Wajah Aileen bertambah horor dan di dalam dirinya sudah berkecamuk akan kemarahan yang telah dia bendung sejak tadi. Kedua tangan Aileen sudah berada pada kerah kemeja Damian, meski pria itu lebih tinggi darinya. Aileen menarik kerah kemeja, serta memukul pria itu. “Kamu pria yang membuatku muak, Damian! Berhenti datang ke tempatku dan menjauhlah dari kehidupanku!”
Tidak dapat ditahan lagi oleh Aileen, air matanya telah jatuh dari pelupuk. Sementara, dari pandangan matanya yang agak buram lantaran cairan bening telah memenuhi kedua manik matanya, dapat dilihat kalau Damian bergeming dan tidak berani melawan.
Pria itu menatap Aileen dengan tatapan bersalah, meski wajahnya tetap terlihat dingin dan mencekam lantaran kedua alisnya bertautan. Namun, rasa bersalah tertoreh jelas pada kedua manik mata Damian.
Aileen Grizelle masih melakukan aksinya mengetahui kalau Damian membiarkan dirinya mengeluarkan kemurkaan yang selama ini dia pendam sendirian. Akan tetapi, Aileen tidak bisa menerka isi pikiran Damian yang masih tetap bergeming. Dia terus saja melanjutkan aksinya memukul Damian—lebih keras dari sebelumnya.
“Hentikan.” Pinta Damian dengan nada lunak. Namun, Aileen tidak mau mendengar, malah memukul Damian lebih keras lagi menggunakan kedua kepalan tangannya. “Hentikan, Ai.” Pinta Damian sekali lagi dengan nada yang lebih lunak sambil mencekal kedua tangan Aileen.
“Kenapa? Kenapa menyuruhku berhenti?”
“Tanganmu bisa sakit.”
Aileen membuang muka, enggan melihat wajah Damian. “Jangan berbicara lembut denganku.”
“Oh,” nada Damian kali ini malah membuat Aileen merasa merinding.
Padahal yang dilontarkan oleh pria itu hanya kata ‘oh’. Akan tetapi, hingga membuat Aileen merasa bergidik karena dia tahu kalau Damian sedang marah saat ini. Marah karena dia meminta pria itu untuk tidak berkata lembut padanya.
Bibir Aileen berkedut, sedang kelopak matanya mengerjap. Seharusnya dia masih marah saat ini, tetapi pria dapat menenangkannya hanya dengan ucapan lembut. Sekarang keadaan malah kembali terbalik, menyebabkan Aileen merutuki kebodohannya barusan.
“Aileen Grizelle,” sebut Damian sambil mengatupkan giginya. “Kamu harus menikah denganku! Ini bukan permintaan, tapi perintah!”