05. LEBIH GEDE LEBIH ENAK

2498 Words
Elang tidak bisa menahan untuk tidak menggerutu dengan bibir monyongnya. Kegiatan menonton video Upin Ipin diponselnya terpaksa harus ia hentikan ketika tiba-tiba saja Emak mendorong pintu kamarnya dengan kekuatan yang Elang deskripsikan bisa menyaingi Captain America. Jantung Elang bahkan mencelos detik itu juga. Seraya mendengkus panjang, Elang mengubah posisi yang awalnya rebahan di kasur, kini sudah duduk tegap sembari menatap sepasang mata milik Emak. Elang sudah siaga satu kalau-kalau Emak sudah akan mengeluarkan jurus ninjanya. "Emak tumben banget masuk ke kamar Elang, mau ngapain Mak? Ini udah malem lho. Emak nggak tidur?" tanya Elang beruntun. Ia berpikir sejenak, kemudian kembali berkata sebelum Emak menjawabnya. "Oh Elang sekarang tahu, Emak mau ninaboboin Elang, ya? Atau Emak mau bacain Elang cerita tentang timun emas yang dikejar sama Homo erectus? Oh ... Elang tahu Elang tahu, Emak pasti mau kasih surprise ya?" Elang menyipitkan matanya sembari menautkan alis. "ORA SUDI!" jawab Emak cepat sambil berkacak pinggang. Sorot matanya bertambah tajam. "Emak mau nyuruh kau pergi ke supermarket depan kompleks, beli kebutuhan rumah. Semuanya udah pada habis, apalagi sabun. Heran emak, perasaan Emak udah nyetok sabun mandi banyak banget, sekarang kok udah habis aja." Emak melayangkan sorot mata curiga kepada Elang. Membuat cowok itu menggeleng seraya membulatkan matanya. "Kenapa Emak natap Elang?" bingung Elang. Menggeleng pelan, Emak menyahut. "Enggak enggak, buruan pergi. Ini duitnya." Emak menyodorkan beberapa uang berwarna merah. Kemudian sebuah kertas yang tertulis barang apa saja yang harus Elang beli di supermarket juga ia serahkan kepada anaknya itu. "Ini banyak banget Mak, kita mau piknik di Zimbabwe atau apa?" tanya Elang, ia sudah bergidik menatap tulisan dikertas pemberian Emak. "Elang mana mampu emak! Ah jangan banyak-banyak dong." "Berani nawar atau bantah, nama kau terancam emak coret dari KK," ancam Emak serius. "Nggak ada kemajuan banget, itu mulu ancaman Elang. Sekali-kali yang anti-mainstream dong Mak. Elang disuruh habisin mi goyeng gitu. Atau mungkin ayam goyeng biar kayak Upin ipin." "Nggak usah bantah, turutin aja apa mau emak. Besok uang jajan kau emak tambahin," ujar Emak. Detik berikutnya wanita itu menarik tangan anaknya agar segera bangkit berdiri. Wajah Elang sudah berbinar cerah. "Yang bener nih Mak? Uang jajan Elang bakal ditambah buat besok? Emak tadi nggak kesetrum listrik, kan? Kok tiba-tiba baik gini?" "Emak nggak bohong, buruan sana minggat. Lebih cepat lebih baik." Emak mendorong tubuh Elang agar bergerak keluar dari kamar. Elang langsung bergerak lincah karena uang sakunya bakal bertambah. "YESSS!!! Elang seneng banget Mak! Akhirnya uang sak—" "Cuma gopek." Glek! Kepala Elang langsung memutar menatap Elang. Matanya sudah melebar. Mulutnya juga setengah terbuka. "Ya ampun Mak! Lelucon macam apa itu?" "Buruan pergi sana. Kau harusnya bersyukur karena di sini kau masih emak tampung. Tiap hari emak kasih makan. Kurang baik apalagi coba emak?" Bibir Elang mencebik. "Yaaa ... emak, gitu banget sama Elang. Eh ini udah malem lho Mak. Nggak baik pergi malam-malam, nanti kalo Elang digondol sama tante-tante girang gimana? Habis dong Elang?" Emak menggertakkan giginya kesal menghadapi tingkah anaknya ini. Ia melotot tajam sebelum akhirnya melepaskan salah satu sandalnya. "mau ngeles lagi kau? Mau sandal emak melayang di badan kau?" Detik selanjutnya Elang sudah berlari keluar dari kamar. Cukup hanya gagang sapu yang mendarat mulus di bokongnya. Sandal nggak usah ikut-ikutan. Membayangkan dirinya kena pukulan lagi rasanya Elang tidak tahu harus berbuat apa. Ia bergidik ngeri. Hampir menuruni anak tangga, Elang langsung terhenti ketika ia lupa mengambil kunci motor beserta jaketnya. Elang menepuk jidatnya sendiri, mau tak mau ia harus segera kembali ke kamarnya, yang secara tak langsung berarti Elang menyerahkan dirinya kepada Emak yang sudah mempunyai s*****a. "Hei! Kenapa kau balik lagi? Pengin emak pukul?" Sandal ditangan Emak sudah terangkat ke udara. Bersiap meluncur dan lepas landas di badan Elang. "Eeh eeh ... mak tunggu dulu. Elang cuma mau ngambil kunci motor sama jaket. Jangan gercep gitu dong," ujar Elang menjelaskan tujuannya. Ia pun segera kabur setelah barang yang diinginkan sudah ia dapatkan. Tidak butuh waktu lama untuk Elang sampai di tujuan. Dengan motornya, ia bisa ngebut di jalanan. Lagipula jalanan kompleks seringnya sepi sewaktu malam-malam begini. Diam-diam Elang bersyukur karena tidak melihat keberadaan tante-tante girang seperti apa yang pikirkannnya. "Lebih baik digondol mantan daripada tante-tante girang. Hiii ...." Elang bergidik lagi. "eh tapi gue, kan, nggak punya mantan. Boro-boro mantan, gebetan aja nggak punya. Dahlah malas." Elang pun mulai memasuki supermarket. Ia harus bergegas mencari barang-barang yang harus dibeli. Mengingat jumlahnya sangat bejibun, Elang tidak butuh waktu singkat untuk itu. Lagipula ia jarang ke sini, barang yang tertulis emak di kertas juga banyak yang Elang tidak tahu. Baris pertama yang tertulis dikertas adalah empat bungkus terigu. Elang pun bergegas mencarinya, namun ia tidak kunjung menemukan selama hampir lima belas menit. Hingga suara dari seseorang mengagetkan Elang. "Mas-nya lagi nyari apa ya kalo boleh saya tahu? Mungkin saya bisa nolong." Elang berdiri tegak, memerhatikan mbak-mbak yang berdiri disampingnya. Memasang tampang cool, Elang pun menjawabnya tenang. "Lagi nyari terigu mbak, tapi belum nemu-nemu juga dari tadi." "Terigu?" Tidak butuh memikirkan dua kali untuk mengangguk cepat. "iya terigu mbak." Mbak-mbak dihadapan Elang kini sedang menahan tawanya. Membuat Elang bingung sendiri. "Kenapa malah ketawa mbak?" "Terigu tempatnya bukan di sini mas. Ini tempat kosmetik, mas-nya salah tempat." "Ha?" "Iya mas, ini tempat kosmetik. Masa sih nggak ngenali?" Elang pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Hanya beberapa saat, sebelum akhirnya ia memusatkan perhatiannya kepada mbak-mbak dihadapannya ini. "Nah tapi beberapa kali saya lihat orang mukanya putih pas keluar dari sini. Bukannya mukanya habis ditaburi terigu, kan?" Tidak tahan lagi, tawa mbak-mbak tadi terdengar agak keras. "Itu make up mas, mereka pakai bedak makanya putih. Bukan terigu." Merasa malu, Elang menyengir dan menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal. "Oh gitu, berarti saya salah dong ini. Makasih kalo gitu mbak." Elang kemudian berlalu dan keluar dari tempat itu, meninggalkan mbak-mbak tadi. "Ganteng-ganteng tapi bego." "Gue harus ke mana lagi ini? Emak pinter banget bikin Elang tersiksa. Harusnya dapat doorprize nih." Elang seperti orang gila saja, berjalan tapi tidak tahu harus ke mana. Hingga pada akhirnya, kaki Elang mengerem secara mendadak ketika netranya melihat seorang cewek tidak jauh darinya. Tidak salah, itu cewek yang menggeplak kepalanya dengan buku seraya menyebut dirinya adalah fuckboy. Elang pun menghela napas panjang, ia merasa terselamatkan. Cewek itu mungkin saja bisa membantu. Semoga saja. *** Posisi Elang saat ini berada di belakang cewek yang kemarin ia temui. Sayang seribu sayang, Elang belum tahu namanya siapa. Cowok itu masih mengunci mulutnya, tapi tatapannya mengarah kepada barang yang dipegang oleh cewek itu. Tanpa sadar sudut bibir Elang sudah melengkung ke atas. "Satu langkah dekat sama jodoh asik banget deh," ujarnya tiba-tiba, hingga cewek yang membelakangi tubuhnya itu seketika saja memutar tubuhnya dan menghadap ke arah Elang. Bola mata cewek itu melotot lebar. "ELO?!" Ia berseru lantang seraya melempar sorot mata tajamnya. "Ngapain lo di sini?!" pekiknya keras, hingga detik berikutnya ia tersadar dan segera menyembunyikan benda yang ia pegang ke belakang punggungnya. Elang menyengir lebar, "emang jodoh deh kayaknya kita. Secara teknis ini adalah pertemuan kedua kita. Dan kalo kapan-kapan kita ketemu dengan cara tak terduga seperti ini lagi, berarti kita emang jodoh." Kedua alis Elang terlihat naik-turun. "Lo siapa sih? Jangan sok kenal sama gue, apalagi sok akrab kayak gini. Mending lo pergi atau gue teriak minta tolong!" ancam cewek tersebut seraya mengangkat dagunya tinggi-tinggi, bermaksud menantang Elang. Bukannya menurut, Elang justru melipat tangannya. "Santai aja dong, jangan galak-galak. Yang boleh galak cuma emak Elang aja. Ngomong-ngomong, apa yang lo umpetin sih itu?" Ucapan Elang membuat cewek yang membiarkan rambutnya tergerai itu langsung menunduk karena pipinya sudah terasa panas. Kebingungan Elang semakin menjadi ketika jawaban atas pertanyaan yang ia ajukan tidak kunjung ia peroleh. Elang mendengkus, kemudian tangannya terulur dan menarik benda yang nangkring di rak, tepat berada di belakang cewek itu. "Apaan nih? Kok empuk kayak bantal? Tapi mirip roti tawar juga sih." Elang beragumen seraya membolak-balikkan benda yang sekarang berada ditangannya. Matanya menyipit, lalu ia membaca tulisan yang tertera disana. "Pembalut." Cewek dihadapan Elang masih menunduk karena malu. Sementara Elang kini terlonjak kaget, cowok itu segara membuka lipatan kertas yang ditulis oleh emaknya. Elang memeriksanya satu persatu, dari atas sampai bawah ia baca, sampai akhirnya senyumannya terbentuk sangat lebar. "Nah kan ada! Emak nulis pembalut di sini. Berarti gue harus ambil nih. Eh tapi yang mana dong, bentuknya ada banyak, yang kecil atau yang jumbo. Terus warnanya apa dong? Pink? Biru? Ungu? Dongker? Atau hitam kayak tainya Nana?" Kembali Elang menggaruk kepalanya. Tentu saja ia bingung dan tidak tahu, melihat benda ini aja jarang, atau mungkin baru pertama kalinya? Entahlah, Elang tidak tahu. Hingga akhirnya, perhatian Elang mengarah kepada cewek dihadapannya ini. "Hei, kenapa nunduk terus? Lihatin apaan? Nunggu duit gue jatuh, terus lo mau pungut gitu?" "Rese lo!" Dada Elang terdorong ke belakang. Untung saja apa yang cewek itu lakukan tidak membuat Elang terjatuh. Bisa berabe kalau Elang mendarat tidak elit di lantai. "Gue bantuin dong, ini emak gue beli barang banyak banget. Gue bingung dan banyak barang yang gue nggak tahu," ujar Elang. Cewek itu mendongak dan mematri tatapan pada Elang. Ia menutup matanya sekejap, kemudian menggeleng. "Nggak, gue ada urusan. Lagian kita nggak saling kenal, kita orang asing. Bye!" Cewek itu bersiap melangkah, tapi dengan sigap Elang menahannya. Pergelangan tangan cewek itu Elang pegang dengan erat. "Lepasin gue!" "Please ... tolongin gue," mohon Elang, membuat ekspresinya agar terlihat memelas. Elang mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia berdoa dalam hati agar hati cewek ini tergerak. Hanya dia satu-satunya harapan Elang saat ini. Lagipula tidak mungkin Elang pulang ke rumah dengan tangan kosong. Emak pasti sudah mengeluarkan laser merah dari matanya. Tidak! Elang tidak mau hal itu sampai terjadi. "Gue ada urusan." "Cuma lo harapan gue satu-satunya," jawab Elang cepat. Cewek itu menatap Elang lama, sebelum akhirnya ia mendesah panjang dan memutar bola matanya. Bibirnya kini mencebik. "Oke oke gue bakal bantuin lo. Tapi ada syaratnya!" Elang tidak bisa menahan kegembiraan yang ia rasakan. Tanpa berpikir panjang ia mengangguk antusias. Apapun itu syaratnya, Elang tidak mempermasalahkannya. Yang penting belanjaan emak bisa terpenuhi. "Apa syaratnya kalo gitu? Jadi pacar lo? Gue cium lo? Atau gue tembak lo sekarang? Boleh banget dong. Tapi gue harus tahu nama lo, ya!" BUGH! Elang langsung meringis dan mengusap bahunya yang menjadi sasaran empuk tinjuan oleh cewek itu. Sebelum bisa berkomentar, cewek tanpa indentitas itu sudah berkata terlebih dahulu. "Gue nggak suka becanda." "Oh maunya yang serius-serius. Mau nikah sekarang? Sama gue? Hayoklah meluncur ke pelaminan. Langsung gas slur!" "Sekali lagi lo becanda gue bakal pergi beneran!" Elang kini terdiam dan berdiri tegap. "Iya iya serius ini. Syaratnya apa? Jangan yang susah-susah dong, yang gampang aja. Segampang menghabiskan duit." Elang terkekeh lagi, yang dibalas oleh dengkusan kasar dari cewek dihadapannya. "Gue nggak bisa nolong lo lama-lama, gue ada perlu. Coba sini kertas itu!" ujarnya jutek, dan setelah mendapatkan kertas dari tangan Elang, ia mengangguk. "Lo udah dapat apa aja?" Dengan tampang melongo, Elang menggeleng. "Nggak dapat apa-apa. Gue ke sini udah setengah jam lebih, tapi gue bingung. Susah bener nyari barang-barang itu, sesusah nyari pacar," cetus Elang. Cewek itu mencibir. "b**o! Ayo ikut gue!" ujarnya sambil menarik tangan Elang menjauhi dari tempat pembalut. Melihat tangannya yang ditarik paksa membuat Elang senyum-senyum tidak jelas. "Belum pacaran aja udah pegang-pegang gini, ya? Apalagi kalo udah nikah nih? Langsung ngegas dong malam pertama nikah," celetuk Elang. Cewek yang menggandeng tangan Elang langsung menoleh menatap ELang, bersamaan dengan cekalan tangannya yang terlepas. "Gue nggak sengaja, sori." "Sengaja juga nggak pa-pa kok. Gue seneng malah, biar berasa nggak jomlo hehe ..." jawab Elang sambil nyengir lebar. "Lo becanda mulu sih! Buruan dong, gue ada perlu habis ini," desak cewek itu. Dan secepat kilat Elang mengangguk patuh. Betul juga apa katanya, kalau Elang lelet kayak siput dan pulang ke rumah terlambat, bisa-bisa emak sudah menghadang di pintu dengan linggis ditangannya dan siap mencokel mata Elang. Memikirkan itu Elang bergidik ngeri. Cukup memakan waktu lama untuk berbelanja, bahkan kini ditangan Elang terdapat tiga plastik kresek berukuran besar. Cowok itu mengeluh, "ini berat banget anjir, seberat dosa gue!" "Udah semua, kan?" tanya cewek itu. Elang menggeleng cepat. " Belum deh kayaknya, ada yang kurang." "Apaan yang kurang? Perasaan semua barang yang ditulis di kertas ini udah gue beli semua. Lo cek lagi deh, mumpung gue masih baik sama lo." "Kalo barang sih udah semua, tapi cinta lo buat gue kan belum hehe..." Cewek itu mendengkus dan memutar malas bola matanya. "gue pulang kalo gitu." Elang buru-buru mencegahnya, "eh bentar dulu dong. Cepet amat, emangnya lo nggak capek?" Elang kemudian mengedarkan pandangannya sampai akhirnya binar matanya terlihat cerah ketika menjumpai kursi panjang. "Kita duduk dulu di situ." Setelah sampai di kursi panjang tersebut, Elang segera menurunkan plastik belanjaan emak. "lo jagain ini semua dulu, ya? Gue pergi sebentar." "Eh tapi— "Nggak lama tenang aja, lo nunggu di sini. Kalo bosan bayangin wajah gue aja, di jamin lo nggak bosen lagi." Elang pun langsung beranjak dari sana tanpa mendengar bantahan cewek cantik tersebut. Sepuluh menit kemudian Elang kembali, dan ia langsung di semprot habis-habisan. "Lo ngapain aja sih? Lama tauk gue nunggu di sini!" Elang justru malah terkekeh dan merasa tidak bersalah. Ia duduk di samping cewek itu, "gue beli ini." "Kiko?" "Kenapa?" bingung Elang. "Lo tadi pergi cuma beli kiko? Dan lo cuma beli satu? Seharga gopek?" Elang mengangguk semangat, memang itulah kenyataannya. Cewek itu tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menggeram frustrasi. Cowok disampingnya ini memang definisi aneh. "Lo aneh." Elang mengendikkan bahu tidak peduli. Kemudian ia memotong es kiko tersebut menjadi dua bagian. Senyuman Elang terpampang nyata menghiasi wajahnya. "Buat lo sebagai ucapan terima kasih gue." Cewek itu menautkan alis bingung. Ia menatap sepotong kiko di tangan Elang, kemudian mengalihkan tatapannya ke wajah Elang. Ia diam, tidak bergerak. "Ayo dong ambil. Enak lho ini. Tapi sayang sih, kikonya tinggal yang kecil. Gue tadi nyari yang gede, tapi nggak ada. Ya udah gue ambil ini aja. Padahal lebih gede lebih enak hehe..." Cewek disamping Elang itu masih diam, tapi sekarang mulutnya sudah terbuka setengah. Tentu saja ia bingung, cowok di sebelahnya ini merupakan salah satu spesies langka. Ia baru menjumpai orang yang sifatnya kayak Elang. "Ayo dong ambil, enak lho," desak Elang lagi. Cewek itu pun dengan ragu mengambil kiko ditangan Elang. Ia memandang sejenak kiko ditangannya, kemudian beberapa detik setelah itu ia memasukkannya ke dalam mulut. "Enak, kan? Gue suka rasa melon, tapi berhubung tadi nggak ada. Ya gue ambil rasa cinta, semoga lo jadi cinta gue setelah makan kiko itu." "Uhuk-uhuk." "Tenggorakan lo jangan gembel gembel amat dong, makan ginian doang kok langsung batuk." Cewek itu menggeleng. "Udah, kan? Gue mau pergi." "Nama lo siapa?" "Lo nggak perlu tau." "Kalo lo nggak mau kasih tahu, gue bakal ngikuti lo sampai lo pulang!" Elang tersenyum lebar. Kadang-kadang ia merasa sangatlah beruntung karena otaknya bisa bekerja saat hal-hal seperti ini. "Kana." Cewek itu akhirnya menjawab pertanyaan Elang, membuat Elang berseru senang dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD