25. MENCARI PENYEBAB

1244 Words
Keesokan harinya, Elang menggunakan waktu istirahat pertamanya untuk memantau Kana dari jarak jauh. Ke manapun cewek itu pergi, dari radius jarak kira-kira sepuluh meter, Elang berada di sana. Mengamati Kana dan mencari peluang yang tepat agar Kana tidak bisa lolos darinya lagi. Elang ingin bicara empat mata dengan cewek itu. Membicarakan masalah yang nampaknya masih buram. Di saat Elang hampir menyerah karena ia tidak memiliki sebuah harapan, Kana tiba-tiba saja masuk ke dalam toilet. Membuat Elang yang semula berpikir jika dirinya tidak bisa lagi berbincang dengan Kana, seketika saja semangat. Ia sudah memiliki satu peluang. Buru-buru Elang berjalan cepat dan menunggu di depan toilet cewek. Begitu Kana keluar, Elang bisa langsung memegangi lengan tangannya. Tujuh menit menunggu, akhirnya Kana pun keluar dari bilik toilet. Kana sempat terkejut ketika melihat Elang. Pandangan keduanya beradu. Belum berhasil menetralkan degup jantungnya, Kana lalu berjalan cepat. Tapi sayang, usahanya digagalkan oleh Elang yang dengan segera memegangi pergelangan tangannya. "Lepasin gue," cicit Kana sembari berusaha mengendurkan jari jemari Elang. Elang tidak peduli pada permintaan Kana. Apapun itu, masalah ini harus segera diselesaikan karena Elang sudah muak dan tidak tahan dengan ini semua. "Na," panggil Elang lirih. "Lepasin gue Lang!" ujar Kana, sekarang nadanya naik beberapa oktaf. Ia menatap Elang marah. Kana ingin cepat-cepat pergi ke kelasnya. Bentar lagi bel juga berbunyi. "Bentar Na, ada yang mau Elang omongin sama Kana." "Gue nggak ada waktu." "Kasih Elang kesempatan buat ngomong Na, bentar aja." "Bentar lagi masuk, gue nggak ada waktu buat ngurusin hal-hal yang nggak penting." Jawaban Kana membuat hati Elang mencelus. Cowok itu menarik napas panjang, kemudian melepaskan pergelangan tangan Kana. Membuat Kana langsung berjalan menjauh dengan langkah cepat. Elang menatap kepergian Kana, sorot matanya teduh. "Maaf Na kalo Elang punya salah sama Kana," ujar Elang cukup keras, membuat Kana yang belum terlalu jauh berjalan segera menghentikan langkah. Kana tidak berbalik badan, hanya saja kedua tangannya langsung mengepal. "Elang nggak tau apa yang udah Elang lakuin ke Kana. Tapi apapun itu, Elang minta maaf karena udah bikin Kana marah. Sampai kapanpun rasa sayang Elang buat Kana nggak pernah berkurang." Kana menunduk, bibirnya bergetar, bersamaan dengan itu air matanya jatuh dari sudut matanya. Kana mendongak dan mengerjapkan mata. "Lo nggak salah Lang, gue yang salah," gumam Kana, sebelum akhirnya ia melanjutkan langkahnya. Ya, Kana merasa jika dirinya yang salah karena sudah menolak Elang walaupun cowok itu sudah dua kali meminta dirinya menjadi pacarnya. *** Desahan panjang keluar dari mulut dan lubang hidung Elang setelah ia menceritakan masalahnya kepada keempat sohibnya, yang tak lain tak bukan adalah Ragas, Nolan, Saka, dan Miko tentunya. "Lo mah masih mending, lah ketimbang gu— Belum sempat Saka menuntaskan ucapannya, Elang sudah menoyor keras kepala Saka. Gurat wajah Elang tampak kesal. "Niat hati mau curhat biar dapat dukungan, lo malah adu nasib. Ngeselin emang lo." Semuanya terkekeh, kecuali Elang yang memutar bola matanya kesal. "Becanda Lang becanda, serius amat lo," ujar Ragas seraya menepuk pundak Elang, yang segera ditepis kasar oleh si empunya. "Rumit juga kisah cinta lo, mau gue kasih tau cara biar Kana langsung ngebet minta dipacari sama elo nggak Lang?" tawar Nolan, menatap Elang sambil menaikturunkan alisnya. "Tuh Lang, mau dikasih tutor sama bang jago," kata Miko. "Raja pemain hati cewek udah beraksi nih, Kasih tau Lan biar Elang paham cara naklukin cewek," sambung Saka. Elang berdecih, lalu menatap Nolan tanpa minat. "Yang ada gue bakal ketularan, najis mughalazoh! Gue cuma maunya setia sama satu cewek." "Punya aja belum udah ngomong setia, bacot lo ah!" sindir Ragas. Saka dan Miko tertawa mendengar itu. Apa-apaan sih mereka ini? Elang lagi banyak beban, Kana sedang mogok ngomong sama Elang, membuat Elang kesal dan frustrasi sendiri. Harusnya mereka kasih dukungan agar Elang tidak patah semangat seperti sekarang ini. Sebal karena mereka menganggap masalah Elang tidak seberapa, cowok itu pun akhirnya bangkit dari duduknya. "Lah ngambek dia?" Ragas berkomentar. "Gara-gara lo Lan, gue nggak mau tau," sambung Miko. "Halah, lo semua kayak nggak kenal tuh anak aja, besok juga udah minta traktiran lagi. Tenang aja!" "Emangnya lo mau traktir Elang? Ikhlas nggak lo?" ujar Saka "Kan yang traktir Ragas, bukan gue." Mata Ragas terbelalak, dengan cepat ia menjitak kepala Nolan. "Pale lo! Enak banget ngomong gitu." *** "Jadi gimana Din menurut pendapat lo?" tanya Elang, memperhatikan Dinda yang sedang menyeruput s**u kotak sogokan dari Elang. Kalau tidak pakai cara seperti ini, Dinda pasti tidak mau berbicara dengannya. Posisi mereka berdua sekarang sedang duduk di kursi panjang di depan kelas Dinda. Gadis itu menatap Elang, lalu tersenyum tipis. "Nungguin Dinda ngomong ya kak?" tanya Dinda, nyengir tak berdosa, membuat Elang mendengkus panjang. "Nggak, gue nunggu lo b***k! Ya nunggu lo ngomong lah! Buruan kasih pendapat lo!" desak Elang. Dinda mengocok s**u kotak ditangannya, yang rupanya sudah habis. Dinda berdecak kecil. "nanggung amat beliin cuma satu, tiga kek sekalian! Pelit amat lo kak." "Buset nih bocah, untung aja gue lagi baik nih sama lo. Dibeliin karena gue kasihan, ini malah ngelunjak. Anak nggak tahu diri emang lo Din." Elang menggertakkan giginya menahan kesal. Tangannya yang sudah terkepal rasanya ingin menonjok Dinda. Kalau tidak sadar jika Dinda adalah seorang cewek, dan Dinda itu adik Ragas, membuat Elang mengurungkan niatnya itu untuk mendaratkan bogeman mentahnya. "Cepat tua lo kak, Dinda doain. Aamiin ya rabbal Aalamiin." "Bacot ah lo, buruan kasih pendapat lo." Dinda berdehem, kemudian bergerak menuju tempat sampah yang berada dua meter dihadapannya. Elang berdecak melihat Dinda yang seolah sedang mengulur waktu. Dinda kemudian kembali duduk di samping Elang setelah berhasil membuat kemasan kotak s**u yang kosong. "Menurut Dinda nih kak." "Iya?" "Kak Kana nggak mungkin marah kalo nggak ada sesuatu, kan? Pasti ada sebabnya." "Gue juga tau kalo itu!" "Lah terus?" Elang menatap Dinda dengan kesal. "Kok malah tanya gue sih Din?" "Becanda kak," ucap Dinda sembari nyengir lagi. Lalu sedetik kemudian ia berdehem. "Mungkin aja kak Kana lihat kak Elang waktu latihan sama Dinda waktu itu. Dinda nggak yakin sih, tapi menurut Dinda itu alasan yang paling mendukung. Dan kata kak Elang, bukanya kak Ralin pernah ngomong kan soal kak Elang yang katanya udah punya pacar, tapi malah pengin miliki kak Kana." Dinda berhenti sejenak, mengatur pernapasannya yang sedikit terganggu. "Mungkin kak Ralin maupun kak Kana ngiranya kak Elang udah punya pacar. Dan kenapa mereka bisa tau? Jawabannya pasti karena mereka lihat kita latihan waktu itu. Kak Kana lihat kak Elang yang sedang nembak Dinda. Makanya kak Kana sekarang milih ngehindar kak Elang. Itu sih menurut Dinda, tapi nggak tau juga." "Masuk akal juga sih Din pendapat lo," ujar Elang sambil menganggukkan kepalanya. Elang kemudian menarik napas dalam-dalam. "Tapi kalo Kana lihat gue sama lo waktu itu, kenapa gue nggak lihat dia?" "Gitu aja nanya!" ucap Dinda kesal. "Otak kak Elang kecil banget nih udah ketebak! Ya jelas nggak lihat lah! Kakak lagi fokus sama Dinda, mata kakak juga cuma dua. b**o lo kak." "Jangan hina gue begitu, biar otak kecil, yang penting gantengnya selangit." Dinda memasang wajah pura-pura mau muntah. "Pede banget." "Udah udah, terus kalo itu memang benar. Gimana lagi dong?" "Mumpung Dinda lagi baik nih sama kak Elang, Dinda bakal coba ngomong sama kak Kana. Dinda bakal jelasin semuanya biar kak Kana paham. Itu sih kalo memang benar kalo kak Kana lihat kita kemarin." Elang tersenyum lebar, matanya bahkan nyaris berair karena terlalu gembira. Ia kemudian, tanpa sadar, memeluk tubuh Dinda sangat erat. Dan lagi, tanpa Elang dan Dinda sadari, Kana melihat keduanya berpelukan. Hati Kana berlubang, lagi. Meskipun sebenarnya tahu bahwa dia tidak berhak seperti itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD