Bab 2: Kebencian yang terlihat

1303 Words
Kebencian adalah bagian gelap dari diri setiap orang. *** "Ya Allah iya, Bun." Sang suami langsung memberhentikan mobilnya dan menghampiri anak itu disusul oleh istrinya. "Nak, kamu kok di sini orangtua kamu mana?" tanya perempuan berhijab itu. Yerina masih menangis sesenggukan, dia kemudian menunjuk ke arah jurang yang pembatas jalannya sudah rusak. Sang suami melihat ke arah jurang tersebut "Astagfirullah." Setelahnya pasangan suami istri itu menelepon polisi dan pemadam kebakaran, jalana tol yang tadinya sepi dan hanya dilalui beberapa mobil saja mendadak ramai oleh banyak orang. Beberapa hari kemudian sepasang suami istri itu menemani Yerina ke pemakaman kedua orangtuanya, Yerina tidak berhentinya menangis. "Dasar anak pembawa s**l!" umpat sang Bibi sambil menunjuk Yerina. "Astagfirullah, kenapa Ibu bicara begitu?" tanya perempuan berhijab bernama Asiyah yang menemukan Yerina. "Memamg iya dia pembawa s**l buktinya adik saya bisa meninggal karena dia!" hadrik sang paman. "Astagfirullah, tidak ada manusia yang membawa s**l sampai merebut nyawa orang lain ini semua takdir dari Allah Azzawajjalah," jawab Yusuf--suami Asiyah. "Kalau cermah jangan di sini!" cercah sang Bibi sambil meninggalkan pemakaman disusul yang lainnya. "Astagfirullah." Yusuf hanya bisa beristighfar sambil mengelus d**a. "Sudah yuk, Sayang yuk kita pulang kamu pasti capek dan perlu istirahat," bujuk Aisyah dengan lembut sambil mengelus kepala Yerina. Yerina menggeleng, "Ye ... rina mau sa ... sa ... ma Ayah dan Ma ... Mama," jawab serina sesenggukan. "Jangan begitu, Sayang ikhlaskan Ayah dan Mama ya. Kasian mereka kalau lihat Yerina dari surga sedih gini, mereka pasti sedih juga. Memangnya Yerina mau melihat Ayah dan Mama Yerina sedih?" Yerina menggeleng menjawab pertanyaan Aisyah. "nah maka dari itu ayo kita pulang, istirahat biar Yerina gak sakit. Nanti kita sholat bareng dan membaca Al-Qur'an untuk mendokan Ayah dan Mama, yah." Aisyah mengelus pipi Yerina lembut sambil membantu Yerina berdiri. "Aku gedong saja, Bun," kata Yusuf kemudian menggendong Yerina. Mereka sampai di rumah kakek dan nenek Yerina. Semua saudara Yerina ada di sana termasuk bibinya--Marimar dan kakak ayahnya--Maryatno. Serta para sepupu Yerina yang merupakan anak-anak Marimar dan Maryatno. Mereka semua menatap Yerina dengan sinis. "Ngapain anak pembawa s**l dibawa ke sini, pergi saja dari sini!" caci Marimar. "Hei kalian orang yang sok beriman dan sok suci! Orang asing yang mencermahi kami di pemakaman kenapa tidak kalian bawa saja anak pembawa s**l ini bersama kalian!" cerca Maryatno sambil menunjuk Aisyah dan Yusuf. "Baik kami akan adopsi Yerina agar dia tidak mempunyai lingkungan yang buruk seperti kalian!" maki Yusuf tidak terima. "Istigfar, Sayang," ucap Aisyah mengingatkan. "Astagfirullahaladzim." "Yerina, Sayang. Kamu mau gak jadi anak di panti asuhan milik Bunda sama Ayah?" tanya Aisyah. Yerina mengangguk pelan, dia sangat takut karena dibentak dan dicaci oleh bibi dan pamannya. "Sekarang kami akan menggantikan kedua orangtua kamu ya, Sayang. Kamu bisa panggil kami Ayah dan Bunda." Yusuf mencium puncak kepala Yerina. Mereka kemudian pergi dari sana. ** Cacian dan makian masih saja terdengar dari Marimar dan Maryatno saat mereka berjalan pergi dari sana. "Baguslah penganggu cilik itu sudah pergi," ucap Maryatno merasa sangat puas. "Dari dulu aku memang benci ibunya yang munafik itu, begitu juga dengan anaknya yang hanya menyusahkan saja," tambah Marimar. "Bodoh, Tuan menginginkan anak itu," bisik sebuah suara tepat di kuping Maryatno dan Marimar. Keduanya melihat satu sama lain untuk beberapa detik kemudian dengan cepat berlari menyusul Aisyah dan Yusuf. "Hei tunggu dulu!" Teriakan Maryatno membuat Aisyah dan Yusuf yang hendak masuk ke mobil berhenti. Yerina melihat ke arah bibi dan pamannya itu, tentu saja Yerina masih setia berada di gendongan Yusuf. "Ada apa lagi?" tanya Yusuf dengan raut wajah tidak suka. "Siapa kalian membawa anak itu seenaknya!" "Bukannya Anda sendiri yang menyuruh kami membawa dan mengasuhnya karena Anda tidak sudi mempunyai keponakan seperti Yerina yang Anda bilang pembawa s**l!" "Aku memang bilang begitu tapi aku berubah pikiran!" "Berikan Yerina padaku." Marimar mengambil Yerina dari gendongan Yusuf. "Sudah kalian boleh pergi!" usir Maryatno kemudian berlalu pergi. "Astagfirullah apa-apaan mereka itu." Yusuf mengepalkan tangannya mencoba meredam emosinya. "Aku gak yakin Yerina akan diperlakukan baik oleh mereka, Yah." "Tenang saja, Bun kita akan sering-sering jenguk Yerina ke sini dan jika mereka sampai tidak memperlakukan Yerina dengan baik maka kita akan membawa polis dan membawa Yerina bersama kita." "Iya, Yah." Aisyah mengangguk. "Ya sudah ayo kita pulang, Bun. Kasian anak-anak yang lain pasti sudah menunggu kita di rumah." Asiyah dan Yusuf segera masuk ke mobil kemudian pergi menuju rumah mereka. Sesampainya di rumah nenek dan kakeknya lagi, Marimar yang semula menggendong Yerina langsung mencampakkannya ke tanah membuat siku Yerina berdarah. "Jangan harap kami perlakuan kamu dengan baik!" bentak Maryatno sambil menunjuk Yerina. "Cepat buatkan kami makanan!" seru Marimar menendang Yerina yang masih di tanah. Yerina berdiri sambil menangis, rasanya sangat perih baik sikunya yang terluka maupun hatinya. "Bibi," panggil Yerina pelan. "Panggil aku Nyonya besar!" bentak Marimar. "Nyonya besar, Yerina tidak ti ... tidak bisa masak," tutur Yerina pelan sambil terisak. "Aku tidak peduli pokoknya kamu harus membuatkan kami makanan atau kamu kami kurung di gudang!" Marimar menjabak rambut Yerina. "sudah cepat sana!" Yerina segera menuju ke dapur dengan gontai, dia melihat isi kulkas kemudian memasak apa yang pernah ibu dan neneknya ajarkan kepadanya. "Makanan apa ini, kamu mau meracuni kami semua!" Maryatno memuntahkan yang di makan tepat di depan Yerina membuat Yerina gemetar. Semua mata sinis mengarah padanya. "sudah kita makan di luar saja!" Maryatno berdiri kemudian keluar rumah disusul yang lainnya. Yerina memakan makanan yang dia buat sendiri sambil berlinang air mata. Hari-hari Yerina bagai di neraka, dia selalu disiksa. Sedikit saja dia membuat kesalahan dia akan dikurung di gudang yang gelap, dan Yerina sangat takut gelap. Setiap malam dia hanya bisa menangis sambil memandangi foto ayah dan ibunya yang telah tiada, belum lagi setiap malam ada saja kejadian aneh yang membuat Yerina takut dan tidak bisa tidur. Duk, duk, duk. Yerina segera menutupi tubuhnya dengan selimut dan menutupi kupingnya begitu mendengar suara itu. Duk, duk, duk. Suara itu terdengar semakin mendekat, Yerina semakin ketakutan. "Main, yuk," ujar sebuah suara yang sangat menyeramkan. "Main, yuk!" Selimut Yerina langsung tersingkap. Yerina masih menutup mata dan telinganya. "Ayo, main!!!" Suara itu terdengar ke seluruh penjuru ruangan. "Aku bilang ayo main!!!" Seketika tubuh Yerina terhempas ke dinding. "Kamu tidak mau main sama aku!?" Sosok itu memandang Yerina dengan matanya yang bolong, mulut yang mengaga penuh darah, dan rambut yang menutupi wajahnya. "Pergi kamu, pergi!" usir Yerina dengan suara serak. "Kamu tidak mau main!?" Sosok itu mencekik Yerina dan membawanya menuju ke langit-langit rumah kemudian menjatuhkannya. Beberapa sosok lainnya yang ada di lemari hanya bertepuk tangan sambil tertawa senang. *** Keesokan paginya Yerina bangun dengan luka cakaran di kaki dan tangannya, badan yang seluruhnya terasa sangat lemas, serta luka lebam di sekujur tubuhnya. "Kami ingin bertemu dengan Yerina!" Suara itu membuat Yerina segera bangkit dan melihat ke arah jendela. Yerina sangat senang karena dia melihat ada Aisyah dan juga Yusuf. Yerina segera berjalan dengan tertatih-tatih ke arah Aisyah dan Yusuf. "Yerina!" panggil Aisyah saat melihat Yerina. "Ngapain kamu keluar!" bentar Marimar. Aisyah langsung berjalan ke arah Yerina kemudian menggendongnya dan kembali lagi ke samping Yusuf. "Astagfirullah, Yerina kamu kenapa? Kenapa penuh luka begini?" Aisyah memperhatikan sekujur tubuh Yerina yang penuh lebam. "Ayo, kita bawa dia Aisyah." Yusuf langsung membawa Yerina ke dalam mobil. "Hei, siapa Anda beraninya membawa keponakan kami!?" "Kalau kalian tidak bisa menjaga Yerina dengan baik dan selalu memperlakukannya seperti ini, biar kami saja yang mengurus Yerina!" ujar Yusuf dengan wajah merah padam. "atau Anda ingin lewat jalur hukum dan saya akan melaporkan tindakan ini sebagai tindakan k*******n terhadap anak!" Maryatno tidak menyahut begitu juga Marimar, Yusuf segera pergi dari sana. "Kenapa kita serahkan dia si, Mas," protes Marimar setelah mobil Yusuf tidak terlihat lagi. "Aku malas berurusan dengan hukum," jawab Maryatno. "lagipula Tuan sudah punya rencana lain," tambahnya lagi kemudian masuk ke dalam rumah. Yusuf dan Aisyah membawa Yerina ke rumah sakit sebelum akhirnya membawa Yerina ke rumah mereka yang merupakan panti asuhan. Bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD