Pernikahan Yang Hampa

1304 Words
Richard mengambil nafas dalam-dalam. Bicara dengan Queen sungguh menguji kesabarannya. Wanita itu sangat keras kepala. Tak peduli dengan penolakannya, dia tetap saja menghela napas, meski dia sudah menolak, tapi Queen terus memaksa. Merasa terpojok oleh permintaan Queen. Sementara ia tahu bahwa waktu terus berjalan, dan ia tidak punya banyak pilihan. Orang tuanya semakin mendesak, Richard pun harus segera menemukan solusi. "Baiklah," kata Richard akhirnya, meskipun dengan nada enggan. "Kita akan mencoba menjalani pernikahan ini seperti pasangan suami istri pada umumnya. Tapi ingat, ini tetaplah kontrak, dan setelah tiga tahun, kita akan berpisah sesuai kesepakatan." Queen tersenyum lega, merasa bahwa ini adalah langkah awal untuk mendekati Richard dan mungkin, bisa meluluhkan hatinya. "Terima kasih, Richard. Aku berjanji akan melakukan yang terbaik untuk kita." --- Hari pernikahan tiba lebih cepat dari yang Queen bayangkan. Acara pernikahan diadakan di sebuah hotel megah, dengan tamu undangan yang sebagian besar adalah kerabat dan kolega bisnis Richard. Meskipun pernikahan ini bersifat kontrak, keluarganya menginginkan sebuah pesta yang megah dan formal. Queen mengenakan gaun pengantin putih yang indah, namun hatinya terasa hampa. Ia berharap momen ini akan menjadi awal dari kebahagiaan, tetapi ia juga tahu bahwa pernikahan ini berbeda dari yang ia impikan. Richard, dengan tampilan formalnya, tetap terlihat dingin dan menjaga jarak. Saat Richard melakukannya ijab qabul, dia mengucapkannya dengan nada datar dan tanpa emosi, sementara Queen berusaha menahan air mata, berharap bahwa ini hanyalah awal dari sesuatu yang lebih baik. Setelah akad nikah selesai, hanya Queen yang mencium tangan Richard. Sementara lelaki itu, tidak mau mencium kening Queen seperti yang dilakukan pasangan pengantin pada umumnya. Richard memilih pergi menemui koleganya dan menerima ucapan selamat dari para tamu. Pesta pun selesai, malam itu, mereka kembali ke rumah besar Richard, yang kini menjadi rumah mereka bersama. — "Malam ini, kamu tidur di kamar tamu! Jangan mimpi terlalu tinggi, tidak akan ada malam pertama sampai kapanpun, karena aku tidak ingin mengkhianati Sarah." Ucapan Richard bagai belati tajam yang menusuk jantung Queen. Hatinya sakit, tapi, ini adalah konsekuensi yang harus dia tanggung karena mau menerima pernikahan ini. Hari-hari pertama pernikahan mereka penuh dengan rasa canggung dan ketidakpastian. Meskipun mereka tinggal di rumah yang sama, hubungan mereka terasa jauh. Richard lebih sering menghabiskan waktu di kantor atau ruang kerjanya, sementara Queen berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Queen mencoba menjalani peran sebagai istri yang baik. Ia menyiapkan sarapan, membersihkan rumah, dan mencoba menciptakan suasana yang hangat. "Kak, aku sudah membuatkan sarapan untukmu, makanlah!" Lelaki itu pun duduk di meja makan, tapi bukan memakan sarapan yang dibuat oleh Queen melainkan mengoles roti dengan selai kemudian pergi setelah menghabiskan roti itu. Queen kembali terluka. Bulir bening mengalir di matanya melihat apa yang dia kerjakan sia-sia. Ingin rasanya dia menyerah, tapi, dia sadar, butuh perjuangan jika kita menginginkan sesuatu, termasuk cinta Richard. Suatu malam, Queen memberanikan diri untuk berbicara dengan Richard tentang hubungan mereka. "Richard, aku tahu pernikahan ini adalah kontrak, bukankah kita sudah sepakat untuk menjalin pertemanan yqng baik? Kenapa kamu masih saja acuh tak acuh padaku?" Richard menatapnya dengan mata yang lelah. "Queen, aku sibuk dengan pekerjaan. Kita sudah sepakat ini hanya kontrak. Aku tidak punya waktu untuk hal-hal lain." Queen merasa kecewa, tetapi ia tidak menyerah. Ia akan mencoba cara lain untuk mendekatkan diri pada Richard. Malam ini, dia memasak makanan kesukaan Richard setelah bertanya pada mertuanya. Kemudian menyiapkannya di meja. Tak lama, terdengar deru mobil. Queen sudah berdandan cantik dan menghias meja makan sedemikian rupa demi bisa membuat hati Richard senang. Queen sudah menunggu di depan pintu saat lelaki itu baru saja masuk ke dalam. Senyum manis tersungging di bibir merahnya. Namun itu semua tidak membuat Richard tergugah hatinya. "Kak, aku sudah masakin makanan kesukaanmu, kamu mau makan dulu atau mandi dulu?" tanyanya. "Aku sudah makan dengan Sarah, dan aku lelah, jadi jangan menggangguku," jawab Richard tanpa peduli dengan perasaan Queen. Air mata langsung membasahi pipi wanita cantik itu. Harusnya, Richard jangan terlalu jujur hingga tidak melukai hati Queen. Tidak bisakah dia sedikit berbohong demi menyenangkan hatinya? Queen pun berlari masuk ke dalam kamarnya. Susah payah dia memasak dan berdandan cantik, tetap tak mampu menggeser nama Sarah di hati Richard. --- Tahun tahun berlalu, dan Queen semakin terluka. Setiap usaha untuk mendekati Richard terasa sia-sia. Meskipun mereka tinggal di bawah satu atap, mereka seperti orang asing yang hidup dalam dunia yang berbeda. Suatu malam, ketika Richard pulang larut malam dari kantor, Queen mencoba berbicara dengannya lagi. "Kak, aku lelah! Bagaimana kalau kita akhiri sampai disini saja?" pinta Queen. Sudah sekian lama dia menahan luka. Dan kini, dia tak sanggup lagi untuk menahannya. Richard menghela napas, tampak frustasi dengan permintaan Queen. Pernikahan mereka baru dua tahun, itu artinya, masih ada waktu satu tahun bagi mereka harus meneruskan pernikahan ini. Entahlah, dia merasa, harga dirinya seolah terjun bebas jika Queen meminta cerai duluan. Maka dari itu, dia tidak rela jika bercerai saat ini. "Kontrak kita masih ada satu tahun lagi Queen. Kamu tidak bisa membatalkannya begitu saja. Baiklah, aku mengalah. Sekarang, katakan, apa maumu supaya kamu mau bertahan hingga satu tahun ke depan? Kamu ingin kita menjalani pernikahan ini dengan sungguh-sungguh, oke, akan aku turuti." Queen merasakan air mata menggenang di matanya. "Tapi Richard, aku mencintaimu. Aku berharap kita bisa berubah dan menemukan kebahagiaan bersama." "Kemarilah!" ucap Richard datar. Queen pun berjalan mendekati sang suami. Richard menatap wajah Queen kemudian membungkam Queen dengan ciuman mautnya. Queen yang semula bingung pun hanya diam. Lelaki itu terus memaksa Queen membuka mulutnya dan mulai menjelajahi bibir manis sang istri. Entah mengapa, malam itu, dia begitu sangat agresif. Richard terus menyerang Queen bak singa kelaparan. Lelaki itu seolah ketagihan dengan rasa yang diberikan oleh Queen. Lelaki itu pun ambruk dan tidur di samping Queen sambil memeluknya sesaat setelah dia mencapai puncak nirwana. Queen begitu bahagia, sejak malam itu, Richard benar-benar menjadi sosok yang berbeda. Meski lelaki itu masih saja dingin, tapi setiap malam, mereka tidur bersama dalam satu kamar. Queen merasa ini adalah perkembangan yang baik untuk hubungannya dengan Richard. Harapannya untuk meluluhkan hati Richard terasa semakin dekat. Ia yakin, kalau apa yang telah dia lakukan selama ini tidak akan sia-sia. — Di kota Paris "Sayang, kontrakku selesai lebih cepat. Kita bisa bertunangan lebih dahulu. Dan aku ingin, kita menikah di Paris." Sarah menelepon kekasihnya. Ucapan Sarah bak angin segar bagi Richard, dia sudah lelah berpura-pura menjadi suami yang baik bagi Queen. Lelaki itu segera memesan tiket ke Paris untuk menemui sang kekasih. Richard hanya mengirim pesan pada Queen untuk memberitahukan bahwa dia ada meeting di luar kota. Sudah hampir seminggu Richard di Paris, dan besok, adalah acara puncaknya dengan Sarah. Richard sudah menyuruh keluarganya untuk datang ke Paris. — Pagi ini, Queen merasa mual, dan pusing. Sejak subuh tadi, dia sudah bopak-balik ke kamar mandi hingga badannya lemas. Queen akhirnya meminta bantuan bibi untuk mengantarkannya ke rumah sakit karena Richard sedang keluar kota. Padahal, saat ini, Richard sedang melangsungkan pertunangan dengan Sarah di Paris. Kedua orang tua Richard pun juga ada di sana. Orang tua Richard bangga memiliki menantu seorang model terkenal seperti Sarah, tidak seperti Queen yang hanya mahasiswi biasa dan tidak mampu. Dan pernikahan akan digelar satu bulan ke depan. Di rumah sakit, senyum tersungging di bibir Queen saat dokter mengatakan dia sedang hamil. Dia yakin, dengan adanya anak dalam rahimnya, Queen mampu membuat Richard tidak jadi menceraikannya. Queen lalu menaruh hasil usg tadi dan juga surat keterangan dokter tadi ke dalam box kecil yang dia hiasi dengan pita sebagai hadiah saat lelaki itu pulang dari luar kota. Hari cepat berlalu, Queen sedang menanti kedatangan Richard. Wanita itu menunggu dengan gelisah karena sang suami tak kunjung tiba. Ceklek, pintu terbuka. Richard tersenyum saat melihat Queen sudah menunggunya di ruang tamu. "Queen, ada yang ingin aku bicarakan," ucapnya. Quren hanya tersenyum sambil mengangguk, menunggu Richard bicara, karena setelah ini, dia yang akan memberitahukan berita gembira ini. "Queen, mari kita akhiri pernikahan ini. Sarah sudah siap untuk menikah!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD