Salah Kamar!

1114 Words
“Di mana aku?” tanya Viona dengan pandangan yang masih blur dan kepala sedikit pusing. “Kau ada di kamarku!” seru sebuah suara pria yang menjawab pertanyaan Viona tadi. Viona berusaha sekuat tenaganya mencoba untuk kembali tersadar dari sisa mabuknya. Gadis berusia dua puluh lima tahun itu memegang kepalanya yang memang masih terasa berat. Namun, saat dia merasakan selimut yang menutupi tubuhnya melorot, sesuatu terasa aneh dan mengganjal. Viona menatap ke bawah dan melihat bagian atas tubuhnya terekspos dengan sangat jelas tanpa satu pun penghalang. “Aaaa ...,” pekik Viona keras dan langsung menarik kembali selimut berwarna putih itu dan menutupi bagian depan tubuhnya yang polos. “Apa yang terjadi semalam?” tanya Viona gugup dan dia tahu hari sudah pagi saat melihat jam dinding menunjukkan pukul tujuh. “Kau sungguh tidak mengingatnya sama sekali? Sungguh sangat disayangkan! Padahal, kau begitu liar dan b*******h semalam,” jawab pria itu dan menyunggingkan senyum puasnya. Dia masih mengenakan sebuah piyama mandi berwarna putih dan duduk dengan bersilang kaki di sebuah kursi yang menatap langsung pada ranjang tempat Viona terduduk dengan perasaan panik saat ini. “Katakan padaku, apa yang terjadi? Dan ... siapa kau?” “Kau tidak mengenalku, Sayang? Padahal, kau yang sangat ingin naik ke ranjangku dan memberikanku kepuasan.” “Kau salah orang! Aku bukan wanita seperti itu!” bantah Viona dengan tatapan sengit. “Benarkah?” tanya pria yang bernama Willson itu dengan menaikkan sebelah alisnya. “Kau tidak tau siapa aku, hah? Aku bisa membuatmu merangkak dan meminta maaf karena sudah melecehkan aku!” gertak Viona yang sengaja memberikan ancaman pada Willson. “Ckckck ... kau sungguh berani, Nona. Aku salut pada keberanianmu itu!” puji Willson yang jelas adalah sebuah candaan. Viona benar-benar tidak bisa mengingat apa yang sudah terjadi dengan Willson dan bagaimana dia bisa berakhir di atas ranjang ini sekarang. Semakin Viona mencoba mengingatnya, dia semakin merasa pusing. Viona semalam diajak oleh kakak tirinya untuk menghabiskan waktu dengan mengikuti pesta lajang temannya di sebuah club. Lalu, dia ingat bahwa mereka semua mabuk dan akhirnya kembali ke apartemen miliki Martha – kakak tiri Viona. Namun, seingat Viona dia ketinggalan tasnya di dalam mobil dan harus kembali lagi untuk mengambilnya. Meski Viona mabuk, tapi saat itu dia jelas masih bisa mengendalikan dirinya meski tetap berjalan dengan sempoyongan. Setelah kembali dari mengambil tasnya, Viona dengan jelas menekan bel di kamar 213 dan pintunya terbuka. Viona masuk tanpa permisi dan kemudian merebahkan tubuhnya yang mabuk dan lelah itu di atas ranjang. Sebelum akhirnya rasa panas tiba-tiba saja menyerang tubuhnya dan membuatnya merasa gerah hingga harus melepas semua pakaiannya. “Apa kau mengingat sesuatu sekarang?” tanya Willson dengan nada mengejek pada Viona. “Aku ingat bahwa aku kembali dari club dan masuk ke dalam unit apartemen kakakku!” “Kau yakin dengan itu?” “Sangat yakin! Tapi ... bukan kah ini unit nomor 213?” tanya Viona akhirnya mulai ragu dengan jawabannya sendiri. Dia memang tidak melihat Martha membukakan pintu untuknya semalam. Hanya kegelapan yang ada seperti mati lampu dan sejujurnya Viona tidak peduli dengan semua itu karena dirinya mabuk. Sekarang, dia merasa seperti ada yang salah dan sudah terjadi dengan sebuah kesalahan fatal. “213 katamu? Ini kamarku. Unit 231!” seru Willson singkat dan mulai tampak bingung. Willson sendiri mulai bingung memikirkan hal itu dan merasa sepertinya wanita di depannya saat ini benar-benar bukan lah wanita yang dibayar oleh kakaknya. Willson adalah seorang pria yang selalu saja dikatakan gay oleh keluarganya, karena selama perjalanan hidupnya dia seperti anti dengan wanita. Dia tidak suka didekati dan mendekati wanita, apalagi disentuh oleh seorang wanita. Dia sendiri merasa tidak mengerti dengan dirinya, dan sejujurnya dia merasa tidak ada yang aneh pada semua itu. Willson selalu merasa hal itu wajar karena tidak menyukai wanita itu, bagaimana bisa dia mendekati atau didekati apalagi disentuh. Namun, pada kenyataannya keluarga Willson tidak bisa lagi mentoleransi semua kejanggalan itu. Di usia Willson yang genap dua puluh tujuh tahun semalam, kakaknya menelpon dan berkata bahwa akan ada seorang wanita cantik yang akan datang untuk menemaninya malam ini. Itu juga adalah atas saran dari keluarga besar Willson untuk menguji seberapa normalnya Willson sebagai seorang pria sejati. “Sh*t! Sepertinya aku benar-benar sudah salah masuk kamar!” umpat Viona dengan geram dan kemudian merutuki kebodohannya sendiri. Terlebih lagi, dia pasti sudah tidak perawan lagi sekarang. Seluruh tubuhnya terasa pegal dan tidak ada sehelai benang pun yang menempel di tubuhnya saat ini. “Apa kau butuh bantuan?” tanya Willson lembut. “Tidak perlu! Tapi ... berbaliklah sebentar! Aku akan ke kamar mandi dan mengenakan semua pakaianku kembali,” titah Viona dengan sangat tegas dan itu memang sudah biasa dia lakukan saat di rumahnya. Viona selalu diperlakukan sebagai tuan putri di istananya yang megah. “Kau malu, Sayang? Aku bahkan sudah melihat setiap inci tubuhmu dengan begitu jelas semalam!” “Kau mengambil kesempatan dalam kesempitan! Aku benci pria seperti dirimu dan bisa aku pastikan bahwa kau tidak akan bisa hidup dengan tenang setelah ini.” “Benarkah begitu? Kau mengancamku?” “Ya! Aku memberikanmu peringatan keras. Kau tidak tahu siapa aku bukan? Jadi, biar aku perjelas dan tegaskan padamu. Aku adalah putri semata wayang pemilik kerajaan bisnis Azka Group. Kau tidak mungkin tidak mengenal nama itu, bukan?” “Baiklah, Nona Muda. Aku minta maaf karena sudah lancang padamu. Bagaimana kalau sekarang kita melupakan saja semua kejadian semalam? Kau setuju?” tanya Willson yang sejujurnya memang sudah tidak ingin lagi punya urusan dengan Viona. Dia ingin bebas dan tidak lagi berhubungan dengan wanita yang sudah ditidurinya semalam. Walaupun sebenarnya Willson merasa sangat takjub masih ada seorang wanita dewasa dari kalangan bangsawan yang masih perawan. Willson sudah memperawani Viona semalam dan itu dia lakukan dengan kesadaran penuh. Viona yang tidak ingin terlibat apapun lagi dengan pria di depannya itu menatap sengit. Sebenarnya dia sangat marah dan geram, karena pria asing ini sudah merenggut kesuciannya saat dia tidak sadarkan diri. Namun, Viona juga tidak ingin mencari keributan dan membuat semua orang tahu dengan kejadian memalukan ini. “Setuju! Semoga kita tidak pernah saling bertemu lagi dan jika pun bertemu, lupakan bahwa kita pernah menghabiskan malam bersama di ranjangmu yang jelek ini!” ucap Viona dengan tegas dan memberikan sedikit sindiran pada ranjang pribadi Willson. Willson hanya tersenyum mendengar ocehan Viona dan kemudian berbalik agar wanita itu bisa melakukan pekerjaannya dengan cepat. Memakai pakaiannya dan kemudian pergi kembali ke tempat asalnya. “Apakah dia Viona Thrisa Jingga? Hanya itu satu-satunya ahli waris Azka Group yang diketahui publik. Jika itu benar, maka kita pasti akan bertemu lagi suatu saat nanti,” gumam Willson dengan menatap sebuah kacamata yang ditinggalkan oleh Viona setelah pergi tanpa permisi dari dalam kamar pribadi Willson.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD