Prolog

1443 Words
Mobil menjauhi pekarangan rumah kediaman Amier Husein, Sabrina dan pasangan kekasih itu pergi bersama dalam satu mobil. Lelah dengan kehidupannya dan masalah yang tak kunjung selesai. Menghiraukan pasangan kekasih yang ada di jok kemudi Sabrina memejamkan matanya sesekali melihat arus lalu lintas dari balik jendela mobil. Tidak menghiraukan pasangan kekasih di depannya yang mungkin tengah melepas rindu setelah perdebatan sengit beberapa waktu lalu. Saat matanya terpejam samar ia mendengar Kalila berbicara dengan nada yang lebih pelan, Sabrina tak bermaksud mendengarkan dan mengganggu ia terus memejamkan matanya berusaha untuk tertidur. "Sayang." "Iya," Ayaz menoleh menatap kekasihnya "Kamu belum pernah tidur dengan dia kan??" Ayaz tidak langsung menjawab ia menatap kaca di depannya dan melihat Sabrina tertidur di kursi penumpang. "Kenapa kamu tanya seperti itu??" "Kamu kan sudah menikah dengan Dia selama satu bulan ini, Aku takut aja kamu macem macem sama Dia," "Dia istriku Lila, kalau Kamu lupa itu," "Jadi maksud Kamu.." Kalila menatap Ayaz sambil memicingkan matanya. "Apa??" Ayaz bertanya seolah ia tidak mengerti kemana arah pembicaraannya. "Ckk, Kamu uda lakuin sama Dia, iya??" "Ya enggak lah, tapi pertanyaan Kamu itu aneh!!" "Kok aneh..??" "Ya aneh lah, Dia itu istri Aku jadi wajar Aku mau lakukan hal yang lebih sama Dia," "Ya gak boleh lah." "Kenapa??" "Kamu boleh kasih Dia nafkah lahir, uang jajan, uang belanja, ini itu yang lainnya tapi jangan nafkah yang satu itu Aku yang bakalan kasih Kamu itu." "Jangan ngaco Lila!" "Kenapa sih Sayang, Kamu itu seperti hidup jauh di pedalaman aja, Kita hidup di era moderen Sayang hubungan tanpa s*x itu gak sehat, Kamu selalu aja gak mau setiap kita bahas ini, kita kan uda sama sama dewasa tau bagaimana dan kemana arahnya, come on baby hidup itu harus kita nikmati, ohh atau jangan jangan Kamu beneran uda ena ena sama Sabrina, iya??" "Aku cintanya sama Kamu mana mungkin Aku ngelakuin hal seperti itu dengan Adikmu, tapi gak harus berhubungan juga dengan Kamu, kita harus menikah dulu oke! Dan Aku janji secepatnya akan urus perceraian ini," Sabrina yang hanya mendengarkan obrolan itu seketika membeku mendengar penuturan kakaknya. Sampai sejauh itu kah hubungan berpacaran mereka. Seketika dadanya terasa sesak, mengapa seperti ini hidupnya harus berakhir menjadi istri kekasih saudaranya. Sesampainya di pelataran gedung apartemen Ayaz, Sabrina masih terpejam bukan ia tidak tau, tapi ia tidak ingin Ayaz merasa terganggu jika ia tau bahwa Sabrina hanya berpura pura tertidur untuk tidak mendengar percakapan mereka. Ayaz keluar lebih dulu dan diikuti Kalila yang menyempatkan membangunkan Sabrina lebih dulu. "Cepat bangun kita sudah sampai." "Hemm!" Sabrina bergumam singkat ia mengikuti sepasang kekasih di hadapannya dengan bergandeng tangan dan di selingi beberapa candaan yang membuat Ayaz tersenyum, membuat perasaan Sabrina sesak seketika kenapa ia merasa iri. Bahkan mereka memang pasangan kekasih, ia memperlambat jalannya agar tertinggal jauh dari pasangan itu Sabrina menghela nafas kasar. Sesaat ia melangkah menyusul suaminya yang menghilang dibalik lift bersama kekasihnya, Sabrina tersenyum getir lucu sekali hidup nya. Saat berada didepan pintu apartemen Ayaz ia menarik nafas dalam berusaha mengatur nafasnya yang terasa sesak untuk menyiapkan mental nya. Apapun yang ia lihat didalam ia harus kuat karena mereka sepasang kekasih dan ia istri yang tidak direncanakan, ia mengucap bismillah dan menekan paswoardnya. Baru saja masuk ia sudah disuguhi pemandangan yang membuat dadanya sesak, mengapa sesakit ini apa ia mencintai calon kakak ipar nya begitu cepat. Ia menepis perasaan yang berdenyut nyeri disana ia menatap Kalila dan Ayaz berciuman lalu melepasnya sesaat setelah menyadari kehadirannya. Sakiit, tentu saja tapi Sabrina tidak tahu perasaan apa yang membuat ia merasa disakiti dan tersakiti bukan kah mereka menikah karena kebetulan, entahlah yang Sabrina ingin saat ini ia segera sampai di kamarnya dan tertidur hingga pasangan itu pergi dari hadapannya. Tapi semesta seperti tidak mendukung baru saja ia melewati pasangan itu dua langkah suara Kalila menghentikan jalannya. "Mau kemana kamu?" Tanya Kalila "Aku mau ke kamar Mbak, mau istirahat," "Belum cukup tidur di mobil, jangan malesan jadi perempuan! Cepet ambilkan minuman untuk Mbak dan Mas Ayaz!" Sabrina yang tak ingin berdebat memutar arah dan berlalu menuju pantry, Ayaz hanya diam menatap kedua kakak beradik itu. Sabrina datang membawa nampan berisi dua gelas jus jeruk dan cemilan, ia meletakkannya dihadapan mereka. Sungguh Sabrina sangat lelah dengan situasi ini tapi Kalila lagi lagi menguji kesabarannya. "Setelah ini buatkan kita makan malam," "Tapi Mbak, Akuu." Belum sempat sabrina mengucapkannya Kalila langsung memotong ucapannya "Tidak ada tapi tapi Sabrina Kamu itu harus belajar jadi istri yang baik, yah itung itung belajar masakin suami, gak rugi juga kan, lagian Kamu dan Mas Ayaz belum bercerai jadi Kamu harus jadi istri yang berbakti pada suami, Mas Ayaz lagi laper nih!!" "Tidak perlu Kalila kita bisa delivery saja." ucap Ayaz menengahi. "Udah lah Mas, biar Sabrina aja yang masakin gak perlu delivery emang Kamu pingin makan sesuatu diluar bilang aja Sabrina jago masak kok." "Tidak perlu Kalila, Sabrina sudah tidak usah masak biar kami delivery saja, Kamu pasti lelah istrahat saja, nanti kalau sudah sampai kami akan memanggilmu." ucap Ayaz yang merasa sedikit terganggu dengan kehadiran dua wanita diwaktu yang sama satu istri dan yang satunya kekasih, ia sudah merasa risih saat Sabrina mengetahui ia dan Kalila berciuman tadi seperti rasa sungkan karena ketahuan istrinya tengah b******u dengan wanita lain padahal yang Ayaz lihat Sabrina bahkan biasa saja mengetahui itu. "Tapi sayang." "Sudahlah Lila, Kamu tidak lihat Sabrina tampak kelelahan." Kalila hanya mendengus kecil dan menatap Sabrina tajam, merasa rencananya untuk membuat Sabrina susah gagal oleh kekasihnya sendiri. Sabrina pamit berlalu kekamar ia menghembuskan nafasnya kasar, mengapa hari ini sangat sulit untuknya dan sangat melelahkan. Ia berlalu kekamar mandi untuk melaksanakan kewajibannya sebelum waktu magrib habis. Suara ketukan pintu kamar Sabrina mengalihkan atensinya saat sedang berzikir selesai shalat, ia segera bangkit melepas mukenanya dan menuju pintu kamar yang ia kunci saat pintu terbuka ia dikejutkan oleh Kalila yang sudah berdiri dihadapannya "Boleh Mbak masuk?" Sabrina hanya mengangguk singkat dan melebarkan pintu untuk Kalila masuk. Dilihat dari pandangannya keluar ia tidak melihat Ayaz ada diruang tv. Kemana dia?? Batin Sabrina. "Mau sampai kapan Kamu bengong disitu, kalau Kamu nyariin Ayaz dia masih mandi Mbak mau ngomong sama Kamu. Cepet kemari." ucap Kalila tidak sabar melihat Sabrina tak kunjung beranjak dari tempatnya. Sabrina menatap Kalila yang sudah duduk ditepian ranjangnya. "Ada apa mbak?" Sambil berjalan menuju tempat salatnya dan melipat mukena nya yang ia gunakan tadi. "Mbak gak habis pikir, Kamu sok suci, sok alim didepan mbak tapi kenyataanya Kamu itu gak lebih dari wanita busuk!" Sabrina syok mendengar ucapan Kalila padanya, ia menunduk, merasakan sesak didadanya berkedip berkali kali menghalau air matanya yang memaksa untuk keluar dihadapan Kalila. Sungguh ia sangat lelah dengan semua ini, pernikahan, bukan anak kandung, dan sekarang Kalila ingin menekannya. "Maksud Mbak, Aku gak ngerti mbak??" "Gak usah berlagak bodoh Sabrina, belum cukup Kamu merebut posisi Mbak di keluarga kita, belum cukup Kamu rebut semua kasih sayang Papa dan Mama, sekarang Kamu juga mau rebut calon suami Mbak, hah? Tampang sok alim, berkerudung tapi kelakuan Kamu ciihh, nol besar." "Demi Allah Mbak Sabrina gak pernah ada niat untuk merebut semua yang Mbak Lila punya, kalau soal Mas Ayaz Sabrina gak pernah mau menikah dengan Mas Ayaz, Sabrina lakukan semua demi Papa dan Mama!" Sesak, Sabrina tidak sanggup lagi, sudah kini air matanya tumpah ruah dihadapan saudaranya. "Ciih,, munafik gak usah Kamu bawa bawa Tuhan, jadi maksud Kamu Mbak harus salahkan Mama dan Papa gitu??" "Bukan gitu Mbak, maksud._" "Halaah gak usah coba coba bohongi Mbak, Kamu sebenernya suka kan sama Mas Ayaz, jadi Kamu manfaatkan keadaan ini buat keuntungan Kamu?" "Mbak, Sabrina gak seperti itu." "Jadi maksud Kamu seperti apa, jadi perempuan sok alim yang diem diem nusuk Mbak kamu sendiri dari belakang, gitu maksud Kamu?" Bentak Kalila yang sudah dalam emosinya. Sudah, Sabrina tidak sanggup berkata kata lagi dia hanya terisak menangisi keadaannya kalau saja ia cukup tegas dan tega pada orang tuanya semua ini tidak akan terjadi. "Oke Mbak akan maafin Kamu, tapi Mbak mau dalam dua bulan ini Kamu harus bercerai dengan Ayaz dan Mbak gak mau tau meskipun Papa dan Mama menolak bahkan semua orang menolak keputusan ini, tapi Mbak mohon sama Kamu jadilah Adik yang tau diri, Kamu mengertikan maksud Mbak?" Sabrina hanya menganggukkan kepalanya, sudah biarkan saja semua berjalan atas kemauan saudaranya ia sudah cukup lelah dengan pernikahan ini. Ia menatap sayu kepergian Kalila dari kamarnya jika semua orang bertanya apakah ia menyayangi Kalila ia akan menjawab ya, Sabrina sangat menyayanginya terlepas dari sikap nya yg tidak pernah baik padanya ia tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Tapi sekarang ia amat terasa sakit dengan ucapan Kalila padanya entah karena permintaan perceraian itu atau karena ucapan Kalila yang menyakitinya. Ia terduduk lemah dilantai bersandarkan tempat tidur menangisi keadaannya. _________________________________ Welcome to the my story
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD