Melviano menggeram dalam hati, merasa dirinya benar-benar kacau malam ini. Gara-gara kesal melihat Stela yang tebar kemesraan dengan banyak pria dan merasa dirinya menjadi salah satu korban keangkuhan Stela malam ini yang senang mempermainkan pria, terlebih setelah mendengar ucapan Moreno yang berniat menjodohkan Stela dengan pria lain padahal rencana balas dendamnya belum sempat dilakukan, Melviano melampiaskan amarahnya dengan meminum banyak wine. Akibatnya dia jadi mabuk berat dan sepertinya menyadari telah melakukan tindakan tak senonoh pada Keysa, walau tak dia pungkiri tadi sempat mengira Keysa sebagai Stela.
“Ck, sial,” gerutu Melviano sambil mengusap wajahnya kasar. Rasa panas pada sebelah wajahnya masih terasa jelas akibat tamparan Keysa yang cukup keras.
Melviano tak menyalahkan Keysa yang marah besar karena dia menciumnya tanpa permisi. Terlebih di mata Melviano sosok Keysa terlihat sebagai Stela, tentu akan sangat menyakiti hati Keysa. Melviano jadi merasa bersalah sekarang. Ingin meminta maaf tapi tak tahu kemana wanita itu pergi. Satu yang diingat Melviano, Keysa pergi sambil berurai air mata.
Melviano yang masih berada di balkon itu mulai melangkahkan kaki kembali memasuki tempat pesta. Dia merasa kepalanya sangat pusing bahkan penglihatannya mulai berkunang-kunang karena efek dari mabuk berat itu. Dengan sempoyongan dia berjalan ke suatu tempat, mengabaikan setiap orang yang menyapanya karena yang diinginkan pria itu sekarang hanyalah merebahkan diri di kasur.
Melviano terus berjalan di tengah-tengah kondisinya yang limbung dan nyaris kehilangan kesadaran, hingga akhirnya dia tiba di depan sebuah pintu yang dalam kondisi tertutup. Tanpa ragu dia membukanya dan masuk ke dalam. Berjalan lunglai mendekati ranjang dan merebahkan tubuh di sana dalam posisi menelungkup masih dengan jas mahal yang melekat di tubuhnya. Dia tak peduli di kamar siapa dirinya berada karena yang diinginkannya sekarang hanyalah memejamkan mata dan tidur.
***
Keysa merenung seorang diri di dapur, kejadian di balkon tadi masih melekat kuat di ingatannya. Bagaimana Melviano yang menciumnya sangat dalam dan bodohnya dia karena ikut terbuai dengan permainan bibir pria itu. Padahal dalam pandangan Melviano, pria itu melihat dirinya sebagai Stela.
Keysa kecewa dan sedih di saat yang bersamaan. Merutuki kebodohannya juga yang begitu mudah terpesona pada pria asing hingga dia terlanjur jatuh cinta. Padahal dia tahu tak seharusnya jatuh cinta pada pria selevel Melviano yang memang seorang konglomerat sukses yang hanya sepadan dengan wanita setara Stela. Sedangkan Keysa, memangnya siapa dia. Dia hanya gadis desa yang terpaksa merantau ke kota demi menghidupi keluarganya di kampung.
“Bu Keysa, sedang apa di sini?”
Keysa tersentak karena suara seseorang tiba-tiba terdengar dari arah belakang. Keysa menoleh dan mendapati salah seorang pelayan di Villa yang baru saja menyapanya. Anita nama pelayan itu.
“Bu Keysa menangis?”
Keysa tersenyum, cepat-cepat dia menghapus air mata yang masih setia mengalir membasahi wajahnya dengan menggunakan jari-jari tangannya. “Ah, tidak kok. Saya tidak menangis.”
Anita hanya tertegun karena tahu persis Keysa sedang menangis, terlihat jelas dari wajahnya yang sembab dan matanya yang merah. Lagi pula tadi dia menangkap basah wajah Keysa yang banjir oleh air mata.
“Bagaimana kondisi di tempat pesta?” tanya Keysa mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Semuanya lancar, Bu.”
“Persediaan makanan dan minuman masih ada ya?”
Anita mengangguk, “Masih ada, Bu. Semuanya terkendali.”
“Baguslah kalau begitu. Aku akan memeriksanya sebentar.”
Keysa melenggang pergi, benar-benar ke tempat pesta untuk melihat situasi. Terlebih dia takut Stela membutuhkannya. Atasannya itu pasti akan marah jika sampai dia tidak ada di tempat ketika wanita itu membutuhkannya.
Dan setibanya di tempat pesta yang Keysa temukan adalah Stela yang sedang terlibat obrolan seru dengan beberapa pria yang jika dilihat dari penampilan mereka jelas bukan pria-pria sembarangan. Keysa menggelengkan kepala, bossnya itu begitu angkuh dan selalu tebar pesona ke setiap pria. Dan melihat kelakukan Stela yang seperti itu, Keysa jadi teringat lagi pada Melviano. Ada rasa iba terselip di hatinya karena menurutnya Melviano telah jatuh cinta pada wanita yang salah.
Keysa mendengus, baru menyadari tak seharusnya berpikir demikian. Bukan urusannya Melviano jatuh cinta pada wanita mana pun, tentu saja termasuk pada Stela.
Merasa dia tak dibutuhkan di tempat pesta karena semua pelayan yang ditugaskan melayani semua kebutuhan tamu pesta bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Keysa pun memutuskan untuk pergi ke kamarnya. Dia akan beristirahat karena yakin besok pagi Stela pasti akan memberinya banyak tugas. Jadi dia harus mengistirahatkan tubuhnya dari sekarang.
Setibanya di kamar, yang Keysa dapati adalah kondisi kamarnya yang gelap gulita. Dia memang sengaja mematikannya saat keluar tadi. Tanpa mempedulikan kondisi kamarnya, dia berjalan menuju kamar mandi. Ingin segera membersihkan tubuh dan segera merebahkan diri di kasurnya yang empuk.
Begitu masuk ke kamar mandi, tanpa mempedulikan pintu kamar mandi yang tidak dia kunci karena berpikir pintu kamarnya sudah dia kunci dari dalam jadi mustahil ada orang yang menerobos masuk ke dalam kamar, Keysa melepas semua pakaiannya. Dia berdiri di bawah shower dengan tubuh yang tak tertutupi sehelai benang pun. Keysa memejamkan mata dengan jari telunjuknya yang menelusuri bibirnya sendiri. Bibir Melviano yang hangat dan lembut itu masih terasa jelas di bibirnya. Hah, padahal itu ciuman pertamanya. Keysa merutuki kebodohannya karena menyerahkannya begitu saja pada pria asing alih-alih pasangannya nanti. Padahal Keysa yakin Melviano sudah sering menggoda wanita seperti itu. Bahkan mungkin dia sudah sering memadu kasih dengan banyak wanita mengingat pria itu yang memiliki status mentereng dan fisik yang sempurna jelas akan membuat dirinya digilai para wanita.
Keysa mengepalkan tangan dengan gigi yang saling bergemeretak, entah mengapa dia merasa kesal bukan main memikirkan Melviano yang sering menghabiskan malam panas dengan wanita-wanita di luar sana. Menurutnya mustahil pria itu tak pernah mencium wanita lain seperti yang dia lakukan padanya tadi.
Meski Keysa sadar tak seharusnya dia merasa kesal seperti ini, toh dia dan Melviano tak memiliki hubungan apa pun, tetap saja hatinya tak bisa memungkiri dia kesal setengah mati memikirkan Melviano melakukan hal yang sama pada wanita lain seperti yang pria itu lakukan tadi padanya.
Keysa menjambak rambutnya sendiri, ingin membuang jauh-jauh pikiran dan rasa ini tapi entah kenapa sulit untuk dilakukan. Kenapa bisa dia begitu mudahnya jatuh cinta hingga sedalam itu pada Melviano? Yang lebih memprihatinkan dia jatuh cinta pada pria itu hanya dalam dua kali pertemuan, tiba-tiba Keysa merasa dirinya begitu rendah seolah tak memiliki harga diri. Terlebih dia yang alih-alih menolak Melviano tapi justru menerima dan membalas ciumannya. Keysa tanpa sadar menggigit bibir bawah hingga mengeluarkan darah saking kesal dengan kebodohannya sendiri.
“Dia sedang mabuk. Pasti dia tidak mengingat apa yang sudah kami lakukan tadi,” gumam Keysa pada dirinya sendiri, meyakini Melviano pasti tak akan mengingat apa yang sudah terjadi pada mereka di balkon.
“Sekalipun dia mengingatnya, yang dia tahu Nona Stela yang tadi dia cium, bukan aku.” Keysa menundukan wajah. Air matanya yang sempat mengering kini kembali menggenang di pelupuk mata.
“Aku kenapa sih? Kenapa aku harus nangis segala gara-gara pria gak tahu diri itu?”
Keysa menghapus dengan kasar jejak air mata yang perlahan keluar dari sudut matanya. Dia begitu kesal karena entah sejak kapan dia menjadi cengeng dan mudah menangis seperti ini. Padahal Keysa yang dulu merupakan sosok wanita yang tegar dan mandiri. Dia tidak pernah mengeluh tentang apa pun, sesulit apa pun hidupnya dan keluarganya, dia selalu menerimanya dengan lapang. Dia bahkan sudah mengorbankan banyak hal untuk keluarganya salah satunya dengan fokus mencari uang tanpa mempedulikan kisah percintaan apalagi mempedulikan para pria yang mencoba mendekatinya. Ini juga alasan dirinya tidak pernah merasakan jatuh cinta dan menjalin kasih dengan lawan jenis. Karena pikirannya yang terlalu fokus untuk mencari pekerjaan demi menghidupi ibu dan adik-adiknya.
Tapi sekarang, Keysa merasa dirinya benar-benar lemah. Begitu mudah dia terjerat pesona seorang pria hanya karena ketampanan dan kebaikannya yang dia salahartikan. Padahal sekarang dia tahu Melviano ternyata tak sebaik yang dia kira. Padahal dia sudah bertekad untuk membuang jauh-jauh perasaan itu. Nyatanya tetap saja sulit, dia yang tadi membalas ciuman Melviano menjadi penegas bahwa cintanya pada pria itu sudah terlanjur dalam dan sulit untuk ditepis.
Di tengah-tengah keasyikan Keysa yang sedang mengguyur kepala hingga sekujur tubuh dengan air dingin dari shower, dia dikejutkan oleh suara pintu yang dibuka begitu saja oleh seseorang. Tak ada ketukan, pintu itu langsung dibuka kencang hingga suara gebrakannya sukses membuat Keysa terperanjat. Keysa mematung di tempat begitu melihat sosok Melviano yang sekarang berdiri di hadapannya.
Kenapa pria itu ada di kamarnya?
Keysa refleks menjerit sembari berjongkok dengan kedua tangan yang menyilang untuk menutupi bagian atas tubuhnya yang tak tertutupi apa pun.
Sedangkan Melviano hanya mematung di tempat. Dia tengah tertidur pulas tadi saat tiba-tiba perutnya melilit dan rasanya ingin menumpahkan isinya. Dia bergegas berlari ke kamar mandi namun yang dia dapati adalah pemandangan yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. Tubuh polos Keysa terpampang di depan matanya dan itu sukses membangkitkan sisi terliar di dalam dirinya.
“Apa yang kamu lakukan di sini? Pergi!” teriak Keysa, tampak ketakutan.
Awalnya Melviano ingin pergi tapi karena perutnya yang kembali melilit dan dia pun tak kuasa menahan sesuatu yang memberontak minta dikeluarkan dari mulutnya, Melviano mengabaikan teriakan Keysa. Dia berlari menghampiri closet dan memuntahkan semua isi di dalam perutnya.
Memanfaatkan kondisi Melviano yang masih berjongkok di dekat closet, Keysa cepat-cepat berlari untuk meraih handuk yang dia sampirkan di gantungan pintu. Lalu dengan gerakan cepat membungkus tubuhnya dengan handuk itu.
“Cepat kamu pergi dari sini. Dasar pria tidak tahu diri. Tadi menciumku tanpa izin, sekarang berani masuk ke kamarku dan menerobos masuk kamar mandi. Apa kamu sudah gila?!” teriak Keysa, berusaha mengusir Melviano dari kamarnya. Dia benar-benar ketakutan setengah mati sekarang. Kondisi Melviano yang sedang mabuk berat bisa saja membuat pria itu melakukan hal yang lebih gila dari sekadar menciumnya.
Keysa takut kejadian tadi terulang lagi saat akal sehatnya nyaris melayang karena perlakuan dan sentuhan Melviano.
Keysa dengan berani menarik lengan Melviano yang masih berjongkok tapi sudah berhenti memuntahkan isi perutnya.
“Cepat pergi dari sini atau aku akan berteriak agar semua orang di Villa ke sini dan mengetahui kelakuanmu yang tidak tahu diri!” ancam Keysa, berharap Melviano akan pergi kali ini.
Namun Melviano yang tak suka diatur orang lain itu jelas tersinggung dengan perlakuan kasar Keysa. Pria itu menepis kasar tangan Keysa yang mencengkeram lengannya hingga nyaris membuat Keysa terjengkang ke belakang, beruntung Melviano menangkapnya tepat waktu hingga dia tak jadi terjatuh.
Keysa menggeliat berusaha melepaskan diri dari kedua tangan Melviano yang sedang melingkari pinggangnya. Namun tindakannya itu justru membuat Melviano semakin geram karena tak suka mendapat penolakan terlebih dari seorang wanita, membuat pria itu kembali teringat pada penolakan Stela di masa lalu.
Melviano yang tersulut emosi itu lantas menarik tangan Keysa secara paksa, membawanya keluar dari kamar mandi dan menggiring wanita itu menuju tempat tidur.
“Lepaskan aku! Apa yang akan kau lakukan padaku?!” Keysa tak berhenti berteriak, dia benar-benar ketakutan. Berbagai pikiran buruk kini sedang menari-nari di dalam kepalanya. Bagaimana jika Melviano melakukan hal gila seperti tadi? Tenaga pria itu meski sedang mabuk berat tetap lebih kuat dibanding Keysa karena semua usaha perlawanannya selalu berakhir sia-sia.
“Lepaskan aku! Tolooooong!” teriak Keysa karena sudah kehabisan akal untuk menghentikan Melviano.
Namun tentu Melviano tak membiarkan wanita itu terus memberontak, dia memeluk Keysa dan membantingnya ke tempat tidur. Saat Keysa mencoba bangun, Melviano dengan cepat menahannya dengan tubuhnya yang merangkak naik.
“Tidak! Jangan! Kamu mau apa?!”
Keysa panik luar biasa saat Melviano memegang handuk yang melilit tubuhnya seolah-olah pria itu ingin melepasnya paksa. Dan untuk kesekian kalinya Keysa tak mampu berkutik karena tenaga Melviano berkali-kali lipat lebih besar darinya. Dengan sekali tarikan Melviano melepas handuk itu dan melemparnya sembarang membuat kini hanya tubuh indah Keysa yang memenuhi indera penglihatannya.
Jari jemarinya menelusuri kulit mulus gadis itu membuat Keysa menggelinjang tak nyaman. Tubuh Keysa yang awalnya memberontak mulai menerima perlakuan Melviano terutama saat mata mereka saling bertemu seolah tengah menyelami sesuatu dalam diri mereka yang sama-sama mulai naik ke permukaan.
Keysa tak menolak sedikit pun saat Melviano mendekatkan wajah dan untuk kedua kalinya menempelkan bibir mereka. Ciuman itu terasa lebih dalam dan intens dibanding saat mereka melakukannya di balkon tadi.
Tak ada seorang pun yang berniat melepas ciuman itu. Sesuatu di dalam diri mereka memberontak dan meminta untuk dipuaskan. Meski pasokan udara di dalam paru-paru serasa semakin menipis, namun keduanya masih menikmati sensasi hangat dan lembut dari permainan bibir mereka.
Seumur hidupnya Keysa tak pernah merasa melayang seperti ini bagaikan berjuta-juta kupu-kupu tengah beterbangan di dalam perutnya. Rasa geli dan menggelitik itu dia rasakan saat Melviano menelusuri lekuk indah tubuh Keysa dengan bibirnya. Menyentuh kulit mulus Keysa dengan bibirnya yang basah dan hangat. Kesya hanya bisa menggelinjang namun tak ada niatan untuk menolak.
Dia terlalu terbuai dengan semua kegilaan ini. Rasa takut dan paniknya tadi menguap tanpa bekas. Yang tersisa hanyalah dirinya yang semakin yakin telah jatuh cinta pada Melviano. Dan apa pun yang akan mereka lakukan setelah ini, Keysa tak peduli lagi. Dia hanya ingin malam ini Melviano menjadi miliknya, begitu pun dengannya yang menyerahkan semua yang dia punya untuk pria itu. Meski mungkin setelah ini entah konsekuensi apa yang akan diterima Keysa, dia tak peduli lagi. Bahkan sekalipun pemilik hati Melviano bukan dia dan mungkin yang ada dalam pandangan pria itu sekarang adalah Stela alih-alih dirinya, Keysa sungguh tak akan mempermasalahkannya. Malam ini saja Keysa ingin menjadi wanita egois dan bodoh. Dia hanya ingin merasakan dirinya dicintai oleh pria yang tanpa permisi telah mencuri detak jantungnya.
Melviano yang sudah tak sanggup lagi menahan gejolak dalam dirinya itu menjauhkan diri dari tubuh Keysa yang sejak tadi berada di bawah kungkungannya, dia berdiri tegak dan melepas satu demi satu semua kain yang melekat di tubuhnya dengan gerakan kilat. Mungkin Keysa tak akan percaya jika Melviano mengatakan ini pengalaman pertamanya menghabiskan waktu berdua di dalam kamar dengan seorang wanita dan dalam kondisi yang serba terbuka serta penuh dengan keinginan untuk saling menyentuh dan memiliki.
Jas dan kemeja Melviano sudah terlepas sempurna, Keysa meneguk ludah saat menatap tubuh Melviano yang kekar dan berotot karena setiap hari ditempa dengan olahraga yang rutin. Namun saat pria itu berniat melepaskan ikat pinggang yang melingkar di pinggangnya, suara ketukan pada pintu merasuki gendang telinga mereka.
Keysa seketika menegang di tempat, dia tidak mabuk seperti Melviano, dia dalam kondisi sadar sepenuhnya sehingga dia bisa mendengar dengan jelas suara ketukan pintu yang seiring berjalannya waktu semakin terdengar kencang dan tak sabaran.
“Keysa, buka pintunya!”
Dan kini bukan hanya menegang di tempat, Keysa seketika terpaku begitu mendengar suara seseorang yang berteriak memanggil namanya sambil tiada henti menggedor pintu.
Tidak salah lagi, itu suara atasannya, Stela.