Hilang Kesabaran

1684 Words
Teriakan Selina membahana. Suasana kendaraan yang sedang ramai mungkin mendukung situasi ini? Motor pencopet memang tampak melaju kencang. Tapi tertahan oleh macetnya kendaraan yang ketika ia hendak menyalip ke sebelah kanan, tahu-tahu ada motor yang menendang si pengendara dari sebelah kanan. Dalam sepersekian detik oleng ke kiri dan memghantam mobil yang juga terjebak macet. Untung yang kena kaca sebelah kanan paling belakang mobil. Jadi gak ada korban jiwa yang terkena oleh pecahan itu. Sementara si pencopet sudah ambruk. Hampir ditabrak pula dari belakang. Si pemilik mobil yang lajunya juga pelan itu buru-buru menghentikan mobilnya. "Sakit, mas?" Para pengemudi yang tak tahu apa-apa jelas berhenti dan ikut membantu. "Tadi ditendang sama mas itu!" Ada yang menunjuk pengendara lain sebagai tersangka. Yang ditunjuk membuka kaca helm-nya. Ia juga ikut berhenti kok. Tak kabur seperti para pencopet ini. "Mereka pencopet, mas." Ia tentu tak diam dong. Karena nanti pasti ia yang bakal kena. "Bukan, mas! Sumpah bukan!" Waaah. Emosi langsung naik dong. Ia melihat loh tadi. "Pakek bohong segala!" Hampir ia hajar andai tak ditahan yang lain. "Jangan begitu, mas! Kan masnya yang salah!" "Betul! Saya lihat mas nendang motornya!" Ia tentu membela diri dong. Mau adu mulut ayo sini! Ia sudah tak perduli. Sementara si pemilik mobil turut keluar dan tentu bertanya bagaimana keadaan si pemotor. Padahal mobilnya yang dirugikan. "Mbaknya gak apa-apa?" Yang lain justru bertanya balik. Yeah cantik soalnya. Hahaha. "Saya gak apa-apa. Ini keadaannya gimana? Mau dibawa ke rumah sakit?" Ya biar pakai mobilnya saja. Ucapan yang tentu saja mengalihkan perhatian orang-orang yang masih adu mulut. Disaat yang bersamaan, Eshal dan Selina yang berlarian ke sini akhirnya tiba dengan ngos-ngosan. Selina tentu buru-buru meminta hapenya. "HAPE GUE KEMBALIIN COPEEET!" Ia jelas teriak lah. Apalagi dua pencopet ini memasang wajah melas disaat begini. "Beneran pencopet, mbak?" "Beneran lah, pak. Mana mungkin saya teriak-teriak begini kan?!" Gara-gara iru, yang lain merasa terprovokasi. Ya dengan adanya korban begini kan yang tadi menendang motor juga tak jadi disalahkan. Apalagi kan hampir ribut karena ada beberapa orang yang membela si pencopet. Ya karena dianggap sebagai korban yang jatuh. "Saya dari tadi juga bilang, pak. Mereka itu pencopet. Saya lihat sendiri mas itu yang ambil hape mbaknya. Saya gak ada niat mencelakai, pak. Cuma biar dia berhenti aja." Eshal memincingkan mata. Ia merasa mengenal si penolong. Karena bermasker itu loh, mukanya membuat otaknya loading kan. Siapa yaaa? Ia menebak-nebak. Suaranya sih tak asing. "AYO BALIKIN HAPE GUE! ATAU GUE TELPON NIH! SINI HAPE LO, SHAL!" Biar gak jadi fitnah kan. Baru juga mau ditelpon, hapenya dibalikin tuh. Wah nyaris ricuh tuh. Untung saja ditahan beberapa orang. Mana dia juga ngotot ingin melaporkan si penolong Selina karena sudah ditendang. Wah berang si Selina mendengarnya. "Sudah-sudah. Kita sama-sama proses di kantor polisi saja!" Ada seorang bapak yang menengahi. Selina setuju tuh. Si pencopet pula yang tidak mau. Katanya mau damai. Padahal tadi mau loh menyeret cowok yang menendang mereka ke kantor polisi. Alhasil? Ya dimarahin Selina. Hape sudah dikembalikan, tapi omelan masih panjang. Walau ya damai juga. Sementara Eshal mencubit lengan si penolong mereka. Cowok itu bergaduh-gaduh. "Pura-pura gak kenal lagi!" Cowok itu terkekeh. Siapa dia? Nah begitu menurunkan maskernya baru ketahuan. Ia nyengir. Tak lama ya kena juga pukulan dari Selina. Hahaha. Ya kan dikira orang asing yang lagi baik mau menolong. Sejujurnya sih kebetulan kan apartemen Indra ya dekat banget. Mereka tuh tinggal bisa dibilang sangat berdekatan. Tapi tak saling tahu. Nah Indra ini ya sama-sama orang daerah. Ya satu kampung halaman lah dengan Eshal dan Selina. Walau Selina sebetulnya ya asli Medan. Tapi kan beberapa tahun lalu, tepatnya semasa SMA, ia dan keluarganya sempat tinggal didaerah yang sama dengan Eshal. Ia dan Eshal kan memang satu daerah. Nah Eshal kenal cowok ini karena satu kampus dan satu daerah. Selina ya jelas mengenalnya dari pertemuan anak-anak daerah. "Hapenya aman gak?" "Lecet sih ini. Tapi ya udah lah. Emosi lihat tuh pencopet. Pagi-pagi gini udah nyari ribut." Indra terkekeh. Ia masih melihat beberapa orang ya membantu yang punya mobil. Kan kacanya pecah ya. Untung aja baik. Eshal tentu menatap wajah perempuan itu. Sepertinya sih seumuran mereka. Mana cantik pula. "Abang kat mana?" Selina menyenggol lengan Eshal. "Orang Malaysia kali ya?" "Mungkin." Karena cara bicaranya begitu. "Udah kan? Kalian pada mau ngantor kan?" "Ah iya! Astagfirullah!" "Gue kali, Sel, yang astagfirullah!" Selina terkikik. Ia lupa bukan Islam. Keduanya buru-buru menghentikan angkot. Ya langsung naik dan berdadah ria dengan Indra. Cowok itu tentu pergi bekerja ke rumah sakit. Sementara itu... "Rhein! Are you okay?" Sebuah mobil berhenti di belakang mobilnya. Buru-buru turun karena panik. Ia mengira kalau perempuan ini mengalami kecelakaan. Apalagi kaca mobil sebelah kanan yang paling belakang itu kan pecah. "Aku gak apa-apa, bang. Cuma kacanya yang pecah. Tadi gak sengaja aja kok." "Tapi ada darah. Darah kamu atau tidak?" "Aku tidak terluka, abang. Yang terluka telah dibawa ke rumah sakit. Abang eung sibuk hari ini?" "Mau bawa mobil abang?" Ia mengangguk. Ia tak punya pilihan. Ia harus buru-buru ke kampus karena harus mengisi kelas. "Pakai lah. Biar abang urus yang ini." "Makasih, abang." Perempuan itu buru-buru mengambil barangnya. Bertukar mobil dengan lelaki itu dan buru-buru mengendarainya. Sementara si lelaki juga membawa mobilnya. Tentunya menuju bengkel resmi walau agak jauh. Beberapa menit kemudian, si perempuan sudah sampai di kampus. Ia turun dengan terburu-buru sambil membawa tasnya. Setengah berlari menuju tap sidik jari untuk absensi baru berjalan cepat menuju kelas. "Pagi bu Rheina...." Ia tersenyum. Bukan hanya satu-dua yang menyapanya. Ia akhirnya kembali ke kampus. Setelah cuti melahirkan yang cukup panjang. "Assalammualaikuuum!" Sapaannya dibalas sumringah oleh para mahasiswa yang kemudian bertepuk tangan. "Yeaaay! Bu Rhein balik!" @@@ "Waaaaaaah!" Saking wah-nya, ia tak bisa lagi berkata-kata. Tiga teman terdekatnya terkikik melihat ekspresinya begitu. Ya saking frustasinya. Maira memamg hilang nyali saat semua karyawan bilang padanya untuk tak melawan si manajer. Karena urusannya panjang. Tapi ia juga tak tahan diperlakukan buruk tanpa alasan. Semua pekerjaannya dimentahkan dengan alasan apa? "Your work is really bad!" Ia menghembuskan nafas. Ia butuh minum dan si kak Ros langsung menyodorkan segelas air padanya. Dua teman lainnya terkikik melihat aksi itu. "Walaupun I tidak mengubah dokumen ini! Dan dia kata semuanya masih salah. Sebelumnya, I mengubahnya, dia juga berkata totally wrong. Kemudian I mengambil dokumen tahun lepas yang mempunyai kerja yang sama dan merupakan projek terbaik tahun lepas, I membuatnya sangat serupa dan dia berkata, masih salah! Waaah I yakin pasti dia tidak membacanya!" Yang lain bertepuk tangan. "Kalau begitu awak masih mahu melaporkannya, Mai?" Yang cowok bertanya. Maira memamg ciut nyali. Taoi ia rasanya gak bisa diam deh. Tadi ia sudah mengotot agar diberitahu yang salah yang mana. Tapi ia malah dibilang bodoh dan dianggap tak becus kerja. Maunya apa sih? Sebagai atasan kan harusnya bisa mengayomi bawahan untuk sama-sama bekerja sama. Namun kalau ada atasan yang justru menganggapnya sebagai musuh hanya karena tak ingin ada yang melebihi rekam jejaknya. Gila kan? Maira mengangguk yakin kali ini. Ia sudah tak kuat. Jadi mau resikonya sebesar apapun akan ia hadapi. "Selepas itu, I berjanji kalau I akan keluar." "Adakah awak serius?" "Jangan gila, Mai!" "You cari mati, Mai! Tiada siapa yang berani untuk lawan dia, Mai!" Tentu saja kawan-kawannya. Tapi ia sudah bodo amat. Surat keluar sudah ia buat. Hanya tanggalnya saja belum. Ia capek menghadapi atasan yang toksik. Rasanya tak cocok saja dengan cara kerja yang begitu menyebalkan. Dan dijam makan siang, Maira hampir tewas karena disindir perempuan itu dari meja seberangnya makan bersama teman-temannya. Rupanya gosip soal ia ingin melaporkannya pada HR manager sudah sampai ke telinganya. Waaah! "Ada orang nak laporkan I. Wah, dia ada keberanian juga." Beberapa orang jelas tertawa. Teman-teman dekat Maira tentu saja prihatin. "Patutlah dia tengok cermin, mems. Dia pun kerja kat sini sebab dia tak layak kerja di negara dia!" "Betul, mems!" Tentu saja banyak penjilat di sekitarnya. Padahal Maira juga tahu bagaimana tingkah mereka di belakang manajer sinting itu. Tak satu pun yang tulus. Mereka berusaha m******t agar hidup mereka tak dipersulit di sini. Namun kenyataannya juga tak berbeda jauh dengannya. Kedua tangan Maira jelas sudah mengepal. Lihat saja sendoknya bisa bengkok tuh. Kak Ros menepuk-nepuk bahunya kemudian berbisik.... "Bagaimana bila kita makan dalam bilik kita? Terlalu banyak mulut di sini yang terus menjilat." Ia juga muak. Padahal tak ada satu pun yang menyukai manajer itu. Maira setuju. Bisa jadi perang kalau ia terus berada di sana. Maira baru beranjak sambil membawa baki makanannya. Ia membalik badan dan tahu-tahu ada yang melemparnya dengan sendok. "Awww!" Semua orang kaget melihat sendok melayang menghantam kepala Maira kemudian jatuh ke lantai. Tentu banyak yang ternganga. Bahkan kak Ros pun matanya sampai melotot. Begitu juga dengan dua teman Maira yang lainnya, Mufti dan Maria. "You cuma berani lawan I dari belakang! Bukan depan I! You Penakut kan?!" Maira membalik badannya. Kalau sudah pakai jalur k*******n begini, jelas saja ia marah. Apalagi sakitnya terasa. Ibunya saja tak pernah kasar padanya kok. "I tidak akan berdiam diri selepas ini. I akan melaporkan semuanya!" "Okay, go ahead! Apa-apa pun you nak! Kecohnya manusia! Dia yang bodoh, tapi salahkan orang lain yang tak cakap!" "Baiklah. I akan buktikan yang I tidak salah dan apa yang I lakukan adalah seperti yang diharapkan." "Tak mungkin! Lebih baik you tengok cermin dulu! Dasar bangang tak tahu malu! Macam mana you boleh ambil kerja di negara orang hah! Kenapa? Negara you pasti tidak akan nak terima you, kan?! Makanya you kerja kat sini!" "Lalu bagaimana dengan you? You bekerja di sini dengan cadangan pimpinan syarikat untuk menjadi pengurus? Bukan kerana pencapaian you? Siapa yang lebih tidak tahu malu? Jika I jelas, I diterima di sini kerana kecekapan I! Tak sama dengan you!" Maira sepertinya lepas kendali. Gara-gara itu, si manajer juga hilang kesabaran. Alhasil ya makin ribut di kantin. Apalagi si manajer bergerak menarik kerudung Maira. Ya aduk jambak satu lawan satu yang tentu saja dibalas dua kali lipat oleh Maira. Kenapa? Tubuhnya lebih tinggi, tangannya lebih panjang apalagi kakinya. Dan ia sudah sebodo amat dengan apa yang akan menimpanya setelah ini! Orang kayak gini benar-benar tak boleh didiamkan! "Beraninya mulut you bercakap dengan I seperti itu!" Maira tersenyum miring. Ia sudah kehilangan kesabarannya sekarang. HAJAAAAAAAR, MAAAAAAAIII! @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD