16. She Deserve to Know The Darkness

1322 Words
“Letty?!” Panggilan dengan nada mengentak itu kemudian membuyarkan khayalan dari Letty Van Der Lyn. Wanita muda itu mengerjap dan kembali memandang sepupunya. Sementara Canadia mendengkus. Ia menarik kedua sisi bahunya ke atas, sambil memandang Letty dengan tatapan penuh tanya. “Aku sedang bertanya padamu, Letty, apakah kamu mengenal siapa Yakuza?” Letty mendelik, ia pun menelan saliva. “Canadia, Yakuza bukan individu.” Jawaban Letty kembali menimbulkan pertanyaan bagi Canadia. “Maksudmu?” Letty terdiam sejenak. Ia tampak menghela napas lalu mengembuskannya dalam desahan panjang. Wanita muda itu menggelengkan kepalanya sambil melayangkan kedua tangan ke udara. Letty kemudian membanting wajahnya di atas kedua telapak tangannya yang terbuka. “Entahlah, Cana, aku sendiri bingung bagaimana menjelaskannya padamu—“ “Letty!” Canadia memanggil sambil menarik salah satu lengan Letty dan memaksa wanita itu untuk memandangnya. “Aku perlu tahu siapa dan apa itu Yakuza. Mungkin saja dia tahu di mana keberadaan ayahku—“ “Bukan dia, Cana!” seru seseorang yang langsung membuat Canadia dan Letty mendongak. Seketika wajah Canadia berubah. Ia mendengkus, memalingkan wajah lalu melempar punggungnya ke belakang. Canadia kemudian melipat kedua tangannya di depan d**a. “f**k!” gumam Canadia.” Lelaki yang baru saja masuk ke ruangan itu ikut mendengkus. Tampak kedua sisi rahangnya juga mengencang. Sepertinya dia tahu bahwa kehadirannya telah merusak suasana. “Leonard,” panggil Letty. Sementara Leonard masih tidak melepaskan tatapannya dari Canadia dan kakinya terus melangkah hingga ia terduduk pada salah satu sofa di depan kedua wanita Van Der Lyn tersebut. “Cana, aku minta maaf atas apa yang aku lakukan, tetapi sebenarnya aku ingin memberitahu bahwa beginilah keluarga kita.” Ucapan Leonard membuat hati Canadia berkedut nyeri sehingga ia memutar wajah, memandang kakaknya dengan tatapan sinis. “Maksudmu?” Leonard terdiam sejenak, tetapi kedua sisi rahangnya juga mengencang sempurna, memberikan tatapan tegas pada adiknya. “Apakah kamu tahu kenapa ayahmu diculik?” “Leonard!” Letty memanggil dengan nada tegas serta dengan tatapan penuh peringatan. Kedua sisi rahang Leonard kembali mengencang, ia pun tak kalah memberikan tatapan menikam kepada kakaknya. “Dia berhak untuk tahu, Letty!” desis Leonard dan Letty pun menggelengkan kepala, meminta Leonard untuk tidak mengatakan apa pun. “Apa?” Namun, ucapan Leonard sudah terlanjur membuat Canadia penasaran. “Apa yang kalian sembunyikan padaku, ha?!” tuntut Canadia. Sementara kedua kakaknya masih tak ada yang berbicara. Mereka sibuk saling memandang dan mengarahkan tatapan sengit pada satu sama lain. Namun, tak berselang lama Leonard akhirnya melepaskan tatapannya dari Letty. Sekali lagi lelaki itu mendengkus lalu kembali memusatkan atensi penuhnya pada Canadia Van Der Lyn. “Ayahmu dan ayahku, mereka—“ “Leonard!” Letty kembali menyergah ucapan adiknya. Kali ini Leonard tak memandangnya, lelaki itu hanya mengarahkan tatapan pada wanita di depannya. Tampak lelaki itu menelan saliva serta kedua tangannya pun mengepal dengan kuat pada kedua sisi tubuhnya. “Mereka adalah mafia!” Mendengar ucapan itu lantas membuat Canadia membulatkan matanya, sementara Letty mendesah lirih lalu menundukkan kepala. “Ap—apa?!” Canadia memekik. Ia pun memandang Leonard dengan tatapan terkejut. Sekali lagi Leonard menghela napas dan mengembuskannya dalam desahan kasar. “Ya, Canadia. Fredrick dan Lucas adalah penjahat kelas kakap. Mereka adalah mafia. Selain diburu oleh CIA, mereka juga diburu oleh komplotan lain yang sama-sama penjahat. Semua orang mengincar mereka karena mereka adalah bandar—“ “LEONARD!” pekik Letty. Canadia pun memutar wajahnya, memandang Letty yang tiba-tiba berteriak. Seketika ekspresi di wajahnya pun berubah. Tampak garang, seolah ingin memukul adiknya saat ini juga. “Enough!” desis Letty. “Maafkan aku, Letty, tetapi Canadia perlu tahu siapa sebenarnya yang dia hadapi,” ucap Leonard. Sejenak lelaki itu melepaskan tatapannya dari Canadia untuk kembali memandang kakaknya dengan tatapan penuh peringatan. “Letty, ada apa denganmu?!” gumam Leonard. “sampai kapan kamu akan menyembunyikan kebenarannya, ha?!” Tampak Letty menelan saliva sambil memejamkan kedua matanya. Ia pun menunduk. Tangannya mengepal dengan kuat, membuat Canadia ikut menoleh ke bawah. “Enough, Leonard!” gumam Letty. Nadanya terdengar lirih, membuat Canadia bisa dengan mudah mengetahui bahwa apa yang dikatakan Leonard adalah sebuah kebenaran. Canadia mendesah lirih. Dia memalingkan wajahnya ke samping. Tenggorokan Canadia terasa kering sehingga ia menelan saliva lalu kembali membanting punggungnya ke belakang. “Tampaknya aku benar-benar bukan bagian dari keluarga Van Der Lyn,” gumam Canadia. Letty pun mendongak dan sambil menahan isak tangis, ia mencoba meraih tangan Canadia. “Cana, ini tidak seperti yang kamu kira. Ini—“ “Sekarang aku tahu,” sergah Canadia. Ia pun memutar wajahnya, kembali memandang Letty. “mengapa sejak kecil ayahku selalu mengatakan bahwa aku harus banyak belajar darimu, Letty. Dia selalu bilang kalau Letty itu gadis yang tanggung. Letty bisa melakukan apa pun dan belajar dengan keras. Bahkan dia sangat bangga saat pertama kali melihatmu berhasil menembakkan peluruh tepat sasaran di saat kamu berumur tujuh tahun,” ujar Canadia. Gadis itu kemudian memutar pandangan, menatap Leonard kini. “Senyum ayahku tak akan pernah pudar ketika ia mulai bercerita soal keponakannya,” ujar Canadia dan sekali lagi ia menatap Letty sebelum melanjutkan, “Letisya Van Der Lyn.” Ada sesuatu yang mencelos perih di dalam hati Letty sehingga membuatnya menangis. Gadis itu menunduk, menelan saliva, menggoyangkan kepala dan menggigit bibir bawahnya sekadar untuk menahan isak tangis. “Sekarang aku tahu semuanya,” ucap Canadia. Dua bulir manik hazelnya mulai berkaca-kaca. Secara tidak sadar ia pun mengepalkan kedua tangannya. Canadia lalu mengarahkan pandangannya pada Leonard. “Selama ini aku selalu hidup dalam pertanyaan, mengapa ayahku suka sekali mengoleksi senjata api dan bahkan aku tahu bahwa di rumahku ada sebuah ruang rahasia di bawah tanah yang digunakan ayahku untuk mengoleksi senjatanya. Belakangan aku juga tahu kalau ruang rahasia itu bukan hanya ruang penyimpanan senjata, tetapi sebuah tempat rahasia. Ruangan itu cukup luas. Terhubung dengan rumah kalian. Dan apakah selama ini kalian pikir aku juga tidak berusaha mencari tahu tentang misteri itu?” Tak ada satu pun dari dua orang di depan Canadia yang sanggup menjawab pertanyaan Canadia. Mereka terdiam membisu dengan sejuta perasaan bersalah. Melihat reaksi kedua kakaknya lantas membuat Canadia mendecih halus. “Kalian terlalu menganggapku remeh!” desis Canadia. Tak ingin berdebat lebih lama lagi, Canadia pun bangkit. “Cana!” seru Leonard. “Enyah dari rumahku!” desis Canadia. Gadis itu berlari dengan cepat menuju ke lantai dua. Tiba di sana, Canadia pun membanting pintu lalu berlari dan melemparkan tubuhnya ke atas ranjang. Gadis itu menangis tersedu-sedu. Sementara Leonard mendengkus, ia kembal meluruskan tatapannya, menghadap pada Letty. Matheo ada di sana. Dia juga mendengkus dan memberikan tatapan sinis pada dua orang kakak beradik Van Der Lyn yang duduk di ruang tamu. Tak ada basa-basi, Matheo langsung berlari dan menghampiri Canadia. Ia mungkin tahu apa yang dibutuhkan Canadia saat ini. “Kamu tidak seharusnya mengatakan hal itu Leonard,” ucap Letty. “Aku bahkan belum mengatakan yang sebenarnya.” Ucapan Leonard membuat kakaknya mengerutkan dahi. “Maksudmu?” Leonard mendengkus. Ia merogoh sesuatu dari dalam jaket kulit berwarna hitam miliknya lalu melemparkan benda itu di atas meja. Sambil mengerutkan dahinya, Letty pun mencondongkan tubuh dan meraih sebuah amplop berwarna kuning yang dilemparkan Leonard di atas meja. Tanpa menunggu lama, Letty pun segera membukanya dan setelah ia melihat isi dari amplop tersebut, ia pun membulatkan matanya. “What the ....” Letty menunda ucapannya lalu ia mendongak, memandang Leonard. “Leonard, apa-apaan ini?!” Leonard tak langsung menjawab. Ia memilih untuk mendengkus. Pria itu membungkuk dan menaruh siku tangannya di atas dengkul lantas menyatukan kedua tangannya. “Aku dan Edgar sudah melakukan pencarian. Redfox Couple bersama kami. Foto itu diambil dua bulan yang lalu. Temanmu si wanita psikopat bertato telah mengonfirmasi bahwa itu adalah Tsukasa,” ujar Leonard. Letty kembali mendelik dan memandang lembaran foto di tangannya. “Lalu pria ini.” Leonard menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya dalam desahan kasar. “Dia adalah Lucas.” Jantung Letty bagai berhenti berdetak. Refleks, ia pun menggelengkan kepalanya. “Tidak mungkin!” gumam Letty.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD