17: Aneh

1092 Words
"Yura!" panggil Mia sedikit keras ke Yura yang melamun memikirkan masa lalunya dengan Richard. Kenangan-kenangan kecil mereka dahuku. "Eh? Apa? Apaan?" tanya Yura dengan wajah terkejut dan bingung tersebut. Mia menatap sebal ke arah Yura. Jelas sekali di hadapan Mia, Yura malah asyik memandang foto basket calon suami dan rekan-rekannya beserta lawan. "Lo ngelamunin apaan sih?" tanya Mia sungguh-sungguh sebal kepada Yura yang hanya menatapnya dengan nyengir. "Sorry, Mi. Inget masa sekolah aja." jawab Yura asal. "Lagian, emang lo gak tanya sama calon laki lo apa dia kenal gue or no?" tanya balik Yura. Ia sengaja melempar pertanyaan itu untuk tahu seberapa jauh Richard menceritakan soal masa lalu mereka ke Mia. Mia nampak menghela napas dan Yura menyadari kalau Mia tak tahu apa-apa soal masa lalu mereka dulu. "Lo kayak gak tahu cowok gue aja. Dia dingin kek kutub kalau ditanyain mantan-mantannya." "Jadi lo pikir gue mantannya?" pancing Yura dengan d**a yang berdegup kencang luar biasa. Mia melirik dan mengamati ekspresi terkejut Yura dengan dua bola mata indahnya itu, ia tak tahu apa maksud ekspresi Yura selain ia merasa telah menuduh Yura punya hubungan dengan calon suaminya. "Gue gak ngerti, Yur. Makanya gue tanya ke lo seberapa jauh lo kenal sama calon laki gue." "Kenal deket." kata Yura keceplosan yang membuat Mia langsung curiga dan mencondongkan badannya ke depan. Ia siap mendengar dan mengorek lebih jauh soal Yura dan suaminya di masa lalu. Lalu tiba-tiba muncul ide di kepala Yura, ia mencondongkan badannya dan bersikap seolah-olah ia siap bergosip lebih jauh. "Setelah pertandingan basket itu, nama calon laki lo jadi trending di sekolah gue. Gue jadi tahu dia kelas berapa, ikut turnamen basket ke mana aja, bahkan nilainya! Bayangin, Mi! Dari jaman kita sekolah netijen Indonesia emang terbaik kalau soal jadi detektif-detektifan." kata Yura. Mia menatap sebal Yura dengan sebelah matanya. Ia tahu maksud Yura mengatakan hal itu yang tak lain adalah Yura tahu banyak soal suaminya dari gossip yang beredar di sekolah mereka soal Richard. "Lo bisa bayangin gak gimana antusiasnya para cewek sekolah kita cari tahu soal Richard? Bahkan gue denger ada yang nembak Richard, bahkan ada yang pindah sekolah juga!" "Udah, ah, cukup!" kata Mia sebal. Yura cekikikan melihat sikap Mia itu. Untung Yura sigap dengan kecurigaan Mia padanya. Jangan sampai lah Mia tahu kalau Yura adalah mantan dari Richard saat masih sekolah dulu. "Mantan lo yang bikin lo susah move on namanya siapa? Lupa gue." tanya Mia, Yura melotot mendengar pertanyaan Mia tersebut. Ia tak menyangka bahwa Mia akan bertanya soal tersebut kepadanya. "Mantan gue yang mana? Mantan gue pas SMA banyak." "Mantan lo yang terkahir yang buat lo tobat jadi playgirl." jawab Mia. "Oh ... Siapa, ya? Gue juga lupa, Mi. Udah beberapa tahun yang lalu itu, Mi." kata Yura berkilah sembari mencomot kue di piring di atas meja yang ia beli di jalanan sebelum sampai di kantornya. "Siapa, Yur?" "Emang kenapa sih tanya-tanya soal mantan! Gue udah move on sama Dimas." kata Yura berlagak sebal ke arah Mia. Mia diam dan berpikir benar ucapan Yura barusan. Ia jadi merasa bersalah kepada Yura karena sudah cemburu padahal ia tahu Yura sekarang sudah punya pacar bernama Dimas. "Sorry, Yur." ucap Mia yang ditanggapi dengan anggukan kepala oleh Yura. "Mama tiri Richard Sebenarnya gak suka gue nikah sama Richard." "Lah? Kok bisa? Kenapa?" tanya Yura "Gue bukan anak orang kaya. Lo tahu sendiri pekerjaan bokap gue itu sama kayak bokap lo. Pengerajin kayu. Bedanya bokap lo usahanya udah maju Yun, punya toko mebel di mana-mana." "Itu dulu Mia, sebelum bangkrut dan uangnya habis di meja judi." kata Yura pada Mia. "Oh, sorry." kata Mia "Udah dari gue SMA. Yang lo lihat kadang-kadang itu hanya kalau pas bokap gue kesel gak punya uang buat judi jadi dia mengandalkan keahliannya memahat dan mengukir kembali." "Dan itu bakatnya turun ke lo, Yur. Bukannya sekarang lo juga suka bikin perhiasan sendiri?" "Kalau dipikir-pikir sih iya. Bokap gue suka temperamental Mi, tapi dia gak pernah mukul nyokap gue, hanya suka ngelampiasin kemarahannya ke benda-benda. Tapi itu dulu karena beberapa hari lalu gue bawa nyokap gue tinggal sama gue setelah gue tahu wajah nyokap gue memar-memar." cerita Yura lesu. "Ya Tuhan! Iam sorry to hear that." kata Mia merasa bersalah karena sudah mendengar kisah keluarga Yura. "It's oke, Mi. Gak masalah kok." kata Yura dengan senyuman. Tak berselang lama pintu kantor terbuka dan di sana muncul Neli, Ilham, Satria dan juga Richard. "Mia, kamu sudah di sini?" tanya Richard kaget. "Bukannya kita ada janji temu jam sepuluh? Ini masih jam setengah sembilan. " kata Richard. "Kamu sendiri ngapain di sini, sayang?" tanya Mia heran melihat kehadiran Richard. Wajah Richard seketika memucat mendengar pertanyaan balik dari Mia. "Aku ada perlu dengan Yura, kamu?" "Aku mau lihat hasil foto kemarin." kata Richard yang membuat Neli dan yang lain menghela napas heran. Padahal bukan itu tujuan Richard datang ke sana lebih awal, ia ingin menemui Yura dan menanyakan lebih banyak hal soal Yura dan Dimas yang sukses membuatnya tak tidur semalaman. "Oh." jawab Mia akhirnya. "Kita lihat barengan aja, sayang." kata Mia. Richard terpaksa mengangguk mendengar saran Mia. Mereka kemudian duduk di meja kursi bersama dengan laptop yang menayangkan foto-foto mereka hasil prewedding kemarin. Mia terus saja memberikan komentar dari hasil foto dan video prewedding mentahan yang belum diedit sama sekali. Benar kata Yura, meski belum diedit, fotografer yang mengambil foto mereka berdua sangatlah handal. Banyak foto candid yang tak kalah bagus dengan foto-foto formal lainnya. Sejauh Mia berkomentar hanya terdengar deheman halus dari Richard, Richard benar-benar tak berminat dengan apa yang terjadi dengan foto yang ada di hadapan mereka. Ia benar-benar ingin bicara dengan Yura saat ini, ia merasa sangat kesal hingga akhirnya ia memutuskan berdiri dari kursinya serta merta. Mia mendongak ke arah Richard dan menatapnya bingung. "Maaf sayang, aku harus kembali ke kantor sekarang." kata Richard pada Mia yang menatapnya heran. "Tapi, bukannya kamu tadi mau pilih foto mana yang pas buat dipajang di gedung?" "Kamu lebih pintar memilihnya dari aku." kata Richard seraya mengecup ringan pipi kiri Mia dan segera beranjak pergi. Neli mengekor di belakang Richard, ia ingin menanyakan kebenaran soal seratus juta tersebut. "Pak Richard, tunggu, untuk fee yang kami terima apa benar seratus juta nominalnya?" tanya Neli. Richard berhenti dan menoleh ke arah Neli, di sana ia juga menatap Yura yang berdiri diambang pintu dengan wajah terkejut mendengar Neli mengucapkan kata seratus juta. "Benar. Bagi rata saja, termasuk untuk orang luar tim." kata Richard dingin seraya menatap Yura tajam. "Orang luar tim?" tanya Neli. Richard memilih tak menjawab dan langsung masuk ke dalam mobilnya sedangkan Yura tersinggung dengan ucapan Richard barusan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD