Selamat membaca. jangan lupa tinggalkan komentar dan love Kalian. trims.
****
Keduanya telah sampai di perusahaan Hartawan. Daniel segera turun terlebih dahulu saat ia melihat kedua bodyguardnya segera menurunkan kursi roda untuk majikan mereka, Daniel dengan cepat menggendong Melodi turun dari dalam mobil. Daniel mendudukkan Melodi di kursi roda. Daniel mendorong kursi roda Melodi memasuki perusahaan Hartawan.
"Pagi pak Daniel dan nona Melodi," Sapa para staf kantor.
"Pagi," Sapa keduanya balik.
"Kak. Di mana gadis yang kakak maksud itu?" Tanya Melodi tak sabaran.
"Sebentar ya. Kakak tanyakan pada mereka dulu, apa Alina sudah datang apa belum," Balas Daniel sambil melangkah ke arah Sasa.
"Sasa, Apa Alina sudah datang?" Tanya Daniel.
****
"Selalu yang di tanyakan wanita jelek itu. Kapan sih pak Daniel menayangkan kabarku," Batin Sasa menahan kesal.
***
"Sasa, aku bertanya padamu. Apa Alina sudah datang apa belum?" Tanya Daniel kembali.
"Dia belum datang pak, memang ada apa pak? Bapak mencari di.... Itu wanita jelek itu sudah datang pak, mak....sudku Alina," Kata Sasa takut - takut karna dirinya keceplosan begitu saja.
"Apa maksud dari ucapanmu? Yang mengatakan jika Alina itu jelek?" Tanya Melodi menatap Sasa tak suka.
"Maaf nona. Mulutku ini memang suka keceplosan jika berbicara, tolong maafkan saya," Cicit Sasa. Daniel dan Melodi menatap kedatangan Alina. Senyuman Melodi seketika mengembang begitu saja saat melihat kedatangan Alina.
"Alina kau baru datang?" Tanya Daniel.
"Iya pak. Saya baru datang, maaf jika saya terlambat soalnya ada kemacetan tadi di jalan," Ujar Alina dengan nada gugup.
"Tenang dulu Alina, saya hanya bertanya jadi kau tidak perlu segugup itu," Kata Daniel dengan senyuman tipisnya membuat Alina merasa lega karna tidak akan mendapatkan ocehan dari atasannya sendiri.
"Syukurlah, saya kira saya melakukan sebuah kesalahan yang membuat bapak akan marah pada saya. Oh ya pak, apa bapak butuh sesuatu?" Tanya Alina dengan nada lembut membuat Sasa ingin sekali memukul kepala Alina dari belakang karna sudah berani mencari perhatian pada Daniel. Pria yang sudah ia taksir sejak lama.
****
"Kau memang SIALAN Alina. Ternyata aku salah menilai mu seharusnya aku sadar bahwa wanita jelek seperti dirimu Tidak bisa di anggap remeh begitu saja," Batin Sasa menatap benci pada sosok Alina.
***
"Oh aku tidak membutuhkan apapun Alina. Hanya saja aku mau kau menjaga adik perempuanku saat aku sedang bekerja, apa kau bisa?" Tanya Daniel.
"Tentu bisa pak. Saya dengan senang hati akan menemani dan menjaga Adik bapak dengan baik," Balas Alina lagi.
"Baiklah kalau begitu Alina. Kebetulan adikku juga ingin bertemu denganmu dan saya harap kalian berdua bisa merasa nyaman satu sama lain, karna Adikku ini bisa dikatakan jarang memiliki teman," Kata Daniel sambil menatap Melodi dengan kasih sayangnya.
"Tapi pak. Apa saya pantas berada dekat dengan adik bapak, apalagi saya hanyalah gadis yang tidak memiliki apapun yang bisa di banggakan," Kata Alina dengan perasaan malu.
"Alina kau sangat pantas lagian adikku suka denganmu jadi kau tidak perlu khawatir. Oh ya, bawa adikku keruangan kerjaku," Perintah Daniel.
"Baik pak. Saya akan membawa Nona keruangan bapak," Kata Alina sambil berniat mendorong kursi roda Melodi.
"Tunggu pak. Bukankah biasanya juga saya yang menemani dan menjaga Nona Melodi? Kenapa malah si jelek ini yang bapak suruh menemani nona Melodi. Bagaimana jika si jelek ini malah akan mencelakakan nona Melodi," Kata Sasa dirinya berusaha untuk membuat Daniel berubah pikiran.
"Apa maksud dari ucapanmu itu? Kau sadar jika perkataanmu itu sama saja menjelek - jelekkan dirimu sendiri. Kau kira kau itu cantik? Kau tidaklah cantik Sasa, jadi lebih baik kau diam saja," Kata Melodi dengan wajah kesalnya.
Sedang Daniel memilih diam saja sambil menatap ketiga gadis yang ada di depannya itu.
"Sudahlah nona. Sungguh aku tidak apa - apa," Kata Alina.
"Biarkan saja. Aku ingin membuat ia sadar dimana posisinya, agar di kemudian hari ia tidak membuat ulah lagi," Ungkap Melodi.
"Sudahlah Mel. Lebih baik kau dan Alina ke ruanganku saja, biar dia aku yang urus," Ujar Daniel menatap Sasa galak.
Mendengar ucapan Daniel pada akhirnya kedua gadis itu melangkah meninggalkan mereka, Alina mendorong kursi roda Melodi menuju ruang kerja Daniel.
"Nona. Mau duduk dimana?" Tanya Alina lembut.
"Aku bisa sendiri. Kau bisa kembali ke tempatmu Alina," Kata Melodi sambil berusaha untuk menggerakkan kedua kakinya tapi suara Melodi membuat Alina tersentak kaget.
"Nona, kau kesakitan? Yang mana yang sakit nona? Apa perlu saya panggilkan pak Daniel?" Tanya Alina khawatir.
"Tidak perlu, aku baik - baik saja. Kau tidak perlu selalu melibatkan kakakku di setiap hal. Aku tahu dia lelah karna harus menjagaku setiap hari," Ujar Melodi sambil menjalankan kursi roda miliknya hatinya merasa sangat sedih dan sakit secara bersamaan. Kedua matanya menatap lurus ke arah jendela besar yang menampilkan padatnya kota ini.
"Tapi ini adalah perintah dari pak Daniel. Nona, pak Daniel meminta saya untuk Menjaga nona, tentu saja saya harus menjaga nona dengan sangat baik," Jelas Alina sambil berlutut di hadapan Melodi yang juga tengah menatap dirinya saat ini." Apa yang nona pikirkan? Kenapa nona terlihat sangat sedih saat ini? Apa nona memiliki masalah yang tidak pak Daniel ketahui sebelumnya?" Tanya Alina.
"Aku tidak apa - apa. Alina, aku hanya merasa lelah saja," Bohong Melodi," Oh ia. Boleh aku bertanya tentang kehidupanmu?" Tanya Melodi dengan wajah manisnya.
"Tentu nona. Apa yang ingin nona tanyakan padaku?" Tanya Alina dengan wajah manis seperti yang dilakukan oleh Melodi.
"Jika aku boleh tahu. Kenapa salah satu matamu bisa seperti ini? Apa sebabnya jika aku boleh tahu?" Tanya Melodi menatap fokus pada kedua mata Alina.
"Oh tentang mataku. Sebenarnya saat aku masih kecil ada sebuah ke...!! Ucapan Alina harus terhenti. Saat pintu ruangan dibuka oleh seseorang.
"Maaf jika aku menganggu kalian. Tapi jam minum obatmu sudah terlewat 5 menit sayang," Suara Daniel yang tengah menyiapkan beberapa macam obat sambil melangkah ke arah Melodi. Membuat melodi harus menghela nafas lelahnya saat ia kembali harus mengkonsumsi obat sialan itu.
"Aku heran padamu kak. Kenapa kau selalu mengingat benda SIALAN itu," Gerutu Melodi dengan wajah ditekuk saat ini, itu artinya dirinya tengah menahan rasa kesalnya.
"Nona jangan bicara seperti itu. Obat akan membantu kesembuhan nona, jadi nona harus minum obat agar tubuh nona bisa kembali seperti sedia kalah," Nasehat Alina, wajah manisnya membuat Daniel menatap sosok Alina dengan tatapan kagumnya, saat Daniel melihat bagaimana cara seorang Alina memberi nasehat bahkan sangat menjaga adik perempuannya itu. Tanpa menolak lagi Melodi meminum obat itu hingga habis dan di saksikan oleh Daniel.
***
"Ternyata Alina tidak seburuk yang aku kira. Dia gadis yang cukup baik dan juga cukup cantik jika dilihat dengan sangat baik," Batin Daniel." Astaga, apa yang kau ucapkan Daniel, ingat. Ingat janjimu pada adik perempuanmu," Batin Daniel mengingat pesan dari adik perempuannya itu.
****
"Kakak bukannya kau ada meeting hari ini? Sebaiknya kau segera pergi, jika tidak kau akan terlambat nantinya dan kau Alina ikutlah bersama kak Daniel kaukan sekertarisnya," Ujar Melodi.
"Tapi nona? Masalahnya aku belum paham akan hal ini sebelumnya. Apalagi soal teknologi bahkan aku tidak begitu paham soal profesiku sebagai seorang sekertaris," Kata Alina sambil menundukkan kepalanya karna merasa sangat malu saat ini.
"Kau tidak perlu khawatir soal itu Alina. Aku yakin kau pasti bisa, hanya satu yang perlu kau ingat? Kau harus belajar agar kau bisa paham. Dan mengenai apapun yang tidak kau pahami tenang saja aku akan mengajari kamu nanti. Tapi sebelum itu kau harus mengikuti ke mana kakakku pergi, karna dari sini kau akan paham nantinya. Bukan begitu kak?" Tanya Melodi dengan kedua mata menatap Daniel seakan keduanya bisa berbicara lewat tatapan mata mereka.
"Benar yang dikatakan oleh adikku Alina. Kau bisa belajar seiring berjalannya waktu, sebaiknya kau ikut denganku dan aku yakin kau akan bisa dengan sendirinya. Oh ya, bantu aku membawa berkas - berkas penting ini ke ruang meeting," Perintah Daniel kemudian melangkah meninggalkan sosok Alina yang masih membeku di tempat membuat Melodi hampir saja tertawa jika tidak ia tahan saat ini.
"Nona Melodi. Bagaimana ini? Sebenarnya aku takut dan gugup secara bersamaan," Kata Alina dengan wajah cemasnya.
"Tenang kan dirimu Alina. Aku yakin kau pasti bisa," Balas Melodi.
"Tapi nona. Apa aku pantas mendapatkan posisi sebesar ini?" Tanya Alina ragu.
"Tentu kau pantas Alina. Aku yakin itu, kau sangat pantas untuk menduduki posisi tersebut," Jelas Melodi dengan senyuman tipisnya. Membuat Alina mengangguk dengan wajah bahagianya, Alina segera mengambil berkas yang di minta oleh Daniel. Setelah berpamitan dengan Melodi, Alina segera melangkah keluar dari ruangan Daniel membuat Melodi menatap intens pada Alina yang mulai menghilang dari balik pintu.
****
Setelah melihat kepergian Alina. Melodi bangun dari kursi rodanya seakan dirinya tidak kenapa - kenapa sama sekali. Berbeda dengan sebelumnya saat ada Alina, justru kini Melodi seperti orang sehat pada umumnya. Melodi melangkah dan duduk di kursi kebesaran Daniel sambil memikirkan sosok Alina yang seakan melempar dirinya akan kejadian 12 tahun yang lalu.
****
"Apa Alina itu adalah gadis 12 tahun yang lalu? Atau yang dikatakan oleh kakakku adalah benarnya. Jika gadis seperti Alina itu banyak, dan tidak mungkin juga jika gadis 12 tahun yang lalu adalah Alina. Itu sangat tidak mungkin, YA. Meskipun Alina adalah gadis yang sama dengan yang di alami oleh masa laluku, tapi tetap saja aku belum bisa memprediksikan jika Alina adalah gadis 12 tahun yang lalu," Batin Melodi sambil menatap sekeliling ruangan Daniel, Melodi membuka laptop milik Daniel dan mulai mengotak gatik apa yang ingin ia cari.
*****
Di ruangan meeting
Saat ini Alina maupun Daniel masuk ke ruangan meeting secara bersamaan.
"Selamat pagi tuan - tuan," Sapa Daniel dengan nada berwibawa diikuti oleh Alina." Alina siapkan semua berkasku," Perintah Daniel.
"Sebentar pak," Jawab Alina sambil mencari dengan tergesa - gesa. Sedang di sisi lain seorang pria tengah menatap Daniel dan Alina dengan kedua mata yang tengah menelisik keduanya. Daniel menatap Alina yang tengah kesusahan untuk mencari berkas yang ia minta. Tapi sepertinya sosok Alina belum juga paham dengan apa yang ia minta, membuat Daniel hanya mampu tersenyum tipis saat melihat kepanikan Alina saat ini.
Tbc,