Normal ?

1559 Words
“Tidak! Aku tidak setuju…” suara pelan namun tegas dari mulut pria itu terdengar bak berita yang mengatakan bahwa komet besar akan menghujani bumi. “Bukankah tadi kau sendiri yang mengatakan kalau pernikahan bukan sebuah permainan..” James membalikan tubuhnya yang sedari tadi membelakangiku.  Matanya yang tenang memancarkan ancaman yang membuatku tak mampu untuk mengatakan apapun. Suara langkah kakinya yang semakin mendekat kearahku terdengar seirama dengan suara detik jam.  “Lalu apa yang kau inginkan?” aku memberanikan bibirku mengeluarkan apa yang ada di otakku.  James yang semakin dekat tiba-tiba tersenyum mendengar pertanyaanku.  Apa itu terdengar lucu baginya? Aku sedang serius!  “Yang aku inginkan? Aku ingin pernikahan ini berjalan layaknya pernikahan normal lainnya.” wajah pria itu melembut. Aura ancaman yang sedari tadi kurasakan menghilang seketika dan pancarana ketenangan dari mata cokelatnya membuatku tak ingin melepaskan tatapanku padanya.  Tapi tunggu dulu, apa tadi dia bilang ingin memiliki pernikahan yang normal? N-O-R-M-A-L?  Apa kepalanya terbentur batu besar sebelum ia tiba disini? Aku benar-benar tak paham dengan dirinya!  “Tunggu dulu! Apa tadi kau berkata normal?” aku benar-benar tak dapat menahan pertanyaan itu dipikiranku  James hanya mengagguk menjawab pertanyaan itu.  “Aku TIDAK BISA!” kubiarkan suara kerasku itu membuat mata pria itu meblalak terkejut dan sebelum ia mengatakan sesuatu aku sudah menguasai percakapann ini kembali.  “Alasannya: Satu. dari awal aku tidak menginginkan pernikahan ini. Kedua, bahkan ketika sudah resmi menikah denganmu aku tetap tak menginginkan pernikahan ini. dan ketiga, aku harap pernikahan ini cepat berakhir karena aku tegaskan sekali lagi kalau aku tak pernah menginginkan pernikahan ini!” kutarik nafasku dan menghembuskannya kembali mengembalikan ketegangan yang kurasakan karena serentetan kalimat panjang yang kuucapkan dengan cepat itu.  “Hahaha..” James tertawa melihatku.  “Apa itu lucu?” tanyaku heran bercampur marah. Cukup sudah aku menahan kesabaranku pada pria ini, aku tidak peduli sekalipun ia adalah pria paling diinginkan wanita!  “Apa kita sedang diruang sidang? Kau terlihat sangat tegang seakan aku adalah Jaksa yang sedang menuntut klienmu. Baiklah, mari kita sempurnakan pembicaraan kita ini.” James menyentuh rahang tegasnya  mulai terlihat serius berpikir.  “Alasan aku menginginkan pernikah ini berjalan normal: Satu, aku sudah lelah bermain-main dan aku harus menjaga imageku didepan rekan-rekan bisnisku. kedua, aku rasa kau wanita yang menarik, sangat menarik malah. Tiga, aku sangat suka tantangan..” senyum menggodanya mengembang dan dengan sekali gerakan ia menyentuh pinggir ranjang tepat kududuk dan merebahkan tubuhnya disebelahku.  Aku masih berusaha mencerna kata-katanya. Aku selalu berpikir rumus-rumus fisika begitu rumit, namun kurasa pemikiran pria yang sedang menatap langit-langit kamar ini jauh lebih rumit.  “Apa tadi dia bilang ingin menjaga Image? yang benar saja! Image apa yang ingin dia jaga!” aku masih tengah asik dengan pikiranku sendiri, saat ia melanjutkan ucapannya lagi.  “Aku akan beri kau kebebasan. Aku tidak akan membatasi kehidupanmu dan pergaulanmu.”  “Termasuk hubunganku dengan orang-orang tertentu?” tanyaku penasaran.  James bangkit terduduk mendengar ucapanku. Aku dapat merasakan ia sedang menatapku walau wajahku  menyampinginya.  “Jika itu berarti kau tetap mau menjalani pernikah ini senormal mungkin. Baiklah! Aku setuju!” suara James bersemangat.  “Oke!!” ujarku tak kalah bersemangat. Aku akan menyiapkan semuanya. Apa dia pikir aku benar-benar setuju? Aku akan memikirkan cara untuk menghentikan pernikahan ini.  “Baiklah! Karena ini pernikahan normal. Mari kita menjalankan peran sebagai suami-isteri layaknya pasangan normal lainnya.” James berdiri disebelahku lalu mulai membuka kancing-kancing kemeja putihnya.  “Apa yang akan kau lakukan?” tanyaku terkejut.  “Kita baru menikah dan ini malam pertama kita. Jadi kurasa kau tahu apa yang pasangan normal lakukan ….” James tersenyum tanpa menghentikan tangannya membuka kancing-kancing kemeja yang mulai memperlihatkan tubuh yang terlihat bak ukiran indah itu.  “Ow! Mr. Caplox! Kurasa kau salah paham! Aku menyetujui pernikahan ini bukan berarti aku  akan melakukan hubungan seks denganmu. Okay!” aku bangkit berdiri dengan cepat berusaha menjaga jarak darinya.  James menghentikan kegiatannya dan menatapku yang sudah berdiri menjauh darinya.  “Ada beberapa hal yang harus kau ketahui: Pertama, walau aku adalah isterimu bukan berarti kau dapat menyentuhku semaumu. Kedua, walau kau banyak diinginkan wanita, bahkan banyak top model sangat ingin menyentuh tubuhmu itu bukan berarti aku juga menginginkan hal itu! dan yang terakhir, aku tak pernah menginginkan pernikahan ini dan itu berarti aku juga tak menginginkan hubungan ranjang yang biasa dilakukan suami isteri normal! Paham!”  Seakan tidak mendengarkan ucapanku, dengan polosnya James tetap melepas kemejanya hingga tubuhnya itu benar-benar terekspose.  Baiklah! Aku tidak bisa salahkan kalau banyak wanita yang mengingkannya! Bahkan rela melakukan kencan one night dengannya.  James terlihat sedang memikirkan sesuatu. Matanya memandang dari satu sudut ruangan kesudut yang lain.   “Baiklah! Aku tidak akan memaksamu!! Kau tahu? Tak ada wanita yang dapat benar-benar menolakku!” ia meninggalkan senyumannya lalu melangkah kekamar mandi dan tidak mengatakan kata apapun lagi.  “Wow…”aku mendesah pelan saat ia benar-benar menghilang dari hadapanku. Aku mengerjap-ejapkan mataku mencoba menghilangkan sisa ingatan tentang James dan tubuhnya yang….. Well, hanya wanita tak normal yang tak memiliki keinginan untuk menyentuhnya dan… Oh Goodness! Aku wanita normal!  Kini aku merasa aku benar-benar berada dalam masalah yang besar!  ***  “Apa kau gila?!!” Corie berteriak ditelingaku.  “Lisa, apa wanita ini adalah temanku?” Corie melemparkan pertanyaan pada Lisa yang tengah asik membaca sebuah buku arsitektur lalu Corie menatapku kembali dengan tatapan yang seakan-akan berkata bolehkah aku mendorongmu dari atas pesawat ini karena tindakan bodohmu?!  “Alex memilki alasan sendiri Cor. Biarkan saja dia yang memutuskan.” Lisa melepas pandangannya dari buku yang sudah ia baca berjam-jam itu dan menatapku.  “Oh Tuhan! Aku memilki 2 teman yang benar-benar tak tahu apa sedang diperbuatnya!” Corie lagi-lagi hanya mengomel seorang diri.  Aku bersyukur tak ada siapapun didekat kami bertiga. Karena kalau ada, bisa kupastikan mereka pasti sedang menatap kami dan berkata “Apa kau pikir pesawat ini adalah kamar tidurmu?” dan menendang kami keluar.  Tanpa memperdulikan ucapan Corie, aku membaringkan tubuhku diatas kursi pesawat yang sangat nyaman ini. Kuputuskan untuk mendengrkan lagu daripada mendengarkan suara  Corie yang tak henti keluar dengan nada marah karena ceritaku tentang kejadian semalam padanya dan juga dengan keputusanku untuk lebih cepat kembali ke London. ***  “Kita mau kemana tuan Brown?” tanyaku pada pria tua dengan rambut dan kumisnya yang terlihat mulai memutih. Pria itu tampak tenang mengemudi mobil marcedes hitam dibangku sebelahku.  “Tuan James memerintahkanku untuk mengantar anda ke penthouse.”  “Penthause milik siapa?”  pertanyaan itu terdengar benar-benar bodoh. Sudah jelas itu milik James! Siapa lagi?! Aku sudah menikah dengan pria itu jadi sudah dipastikan aku akan tinggal dengannya!  Tuan Brown seakan tak terkejut mendengar pertanyaan bodohku itu dan dengan tenang ia menjawabnya “Milik tuan James. Ia berkata, besok kemungkinan pesawatnya dari Singapur akan tiba di London. Jadi ia minta maaf karena tidak bisa menemani anda saat ini..”  Sejak kejadian malam itu aku memang belum melihat James lagi. Ketika terbangun dari tidurku aku sudah tak melihatnya diatas sofa tempatnya tidur . Hanya ada sebuah pesan yang disampaikan Corie padaku yang kebetulan bertemu dengan James saat ia akan pergi yang mengatakan kalau ia harus ke Singapura mengurus bisnisnya.  ***  “Ting..” suara pintu lift terbuka dan saat itu juga aku langsung melihat sebuah pintu besar aluminium yang terlihat kokoh.  “Ini..” tuan Brown memberiku sebuah kertas saat kami sudah berdiri tepat didepan pintu yang sudah kuduga adalah pintu penthouse milik James.  “Penthause ini dilindungi kunci elektrik otomatis. Ia tidak memberitahu saya kata sandi kamar ini, jadi silahkan anda menelponnya. Itu nomor teleponnya.” tuan Brown masih terlihat sedikit heran dengan kertas yang diberikannya padaku.  Ia pasti berpikir, aku ini isteri James tapi bagaiaman mungkin aku tidak memiliki nomor handphone suamiku itu.  “Terima kasih..” ujarku seramah mungkin.  “Kalau begitu saya permisi dulu. Dibawah nomor tuan James, ada nomor handphoneku jadi anda dapat menghubungiku jika butuh sesuatu.” pria itu menunduk memberi hormat saat aku mengangguk, mengiyakan perkataannya dan tak lama kemudian tubuhnya sudah  hilang di dalam lift.  “Apa dia pikir aku akan menelponnya? Aku lebih baik kembali ke apartemenku!” kutatap kertas ditanganku, lalu mulai menarik koper besarku  yang berisi pakaian dan berbagi kebutuhanku saat di Pulau Sora .  “Alexis! Kau sudah menikah dengannya dan kau juga sudah berjanji untuk menjalani pernikahan ini senormal mungkin! Kecuali soal bagian ranjang yang pasti!” batinku memerintahkanku untuk tidak melakukan keinginanku.  “Haaah…”kuurungkan niatku dan dengan sangat terpaksa mengeluarkan Handphoneku dan mulai menekan angka didalam kertas yang menunjukan nama James diatas serentetan nomor itu. “Tut….tut…tuttt…….. Hallo sayang, kau sudah sampai?”  Sayang? Apa pria ini gila?  “Dari mana kau tahu ini aku?” tanyaku cuek  “Aku sudah menyimpan nomormu sejak lama, menunggu siapa tahu kau akan menghubungiku soal persiapan pernikahan kita. Namun sayangnya kau tak menghubungi padahal ayahku berkata sudah memberikan nomorku padamu..”  Oke! Aku tak peduli… Aku ingat dengan jelas sewaktu aku membuang kartu nama James di tong sampah tak berapa lama setelah tuan Scoot memberikannya padaku.  “Apa kata sandinya?” aku benar-benar tak ingin mendengarkan suara pria ini lama-lama walau suaranya terdengar sangat menawan bahkan didalam telepon.  “Tanggal ulang tahunmu..”  “Apa?” tanyaku tak percaya.  “Iya, aku sudah minta untuk mengubah kata sandinya sesuai tanggal lahirmu agar kau mudah mengingatnya..”  “Baiklah!” Aku segera akan nenutup teleponku saat pria itu terdengar mengeraskan suaranya  “Tunggu dulu..!”  “Apa lagi?”  “Tidak, aku hanya ingin mengucapkan sampai jumpa besok…” aku dapat merasakan kehangatan dan ketulusan dalam nada suaranya, namun sayangnya aku benar-benar tak ingin mendengarkannya lebih lama lagi.  “Terserak kau saja!” aku langsung mematikan panggilanku.  Aku semakin tak mengerti dengan pria itu.  Ia menyetujui pernikahn bodoh ini?! Menginginkan agar pernikahan ini berjalan normal?! dan sekarang? Ia menggunakan tanggal kelahiranku sebagai kata sandi penthouse miliknya?” Oooh… adakah hal yang lebih buruk lagi dari ini semua? ADA!!  Mataku terbelalak  tak percaya saat melihat sebuah  frame foto besar terpanjang manis didinding, yang seakan menyambutku saat aku baru melangkahkan kakiku kedalam penthouse milik James ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD