Priska masuk ke kamarnya setelah dibukakan pintu oleh Owie yang sudah rapi, barang bawaan mereka pun sudah rapi padahal masih dua jam lagi untuk check out.
"Kamu sudah rapiin semua barang Hon?" tanya Priska sambil menaruh sepatunya.
"Sudah," jawab Owie lalu naik ke atas tempat tidur dan mengambil ipad-nya.
"Kok buru - buru, padahal biar aku aja yang beresin."
"Nggak apa - apa," jawab Owie lalu matanya kembali ke Ipadnya.
Priska mengaitkan alisnya, kok suaminya berbeda?
"Kamu kenapa Hon, sakit?"
Owie sedikit mendongak melihat ke arah Priska yang duduk di depannya.
"Nggak, kenapa?"
"Kok dari tadi kamu beda kayaknya, perutnya sakit beneran? Tadi mules kenapa, udah buang air?"
"Mules? Siapa yang mules?" Owie malah balik bertanya, sepertinya dia sudah lupa alasannya saat meninggalkan tempat duduknya tadi dipinggir kolam renang.
"Tadi kamu bilang mau naik duluan karena mules kan?"
"Hmm."
"Atau ada alasan lain?" selidik Priska.
Priska ingat lagi ucapan sahabatnya yang mengaku bukan ahli pembaca ekspresi wajah itu, siapa tahu kali ini pendapatnya tidak error.
"Hon .." panggil Priska yang pertanyaannya tadi tidak ditanggapi Owie.
"Hmm."
"Ada apa? Ada masalah? Mau cerita nggak sama aku?" tanya Priska pelan.
Owie bergeming, dia masih menatap lurus ke Ipadnya, sepertinya dia masih belum ingin membahas apa yang sedang ada dalam pikirannya dengan Priska, istrinya sendiri.
"Aku tahu kalo sudah mode begini berarti ada yang mengganggu pikiran kamu, kenapa kamu nggak ceritain aja sama aku, siapa tahu aku bisa bantu ... ya walaupun selama ini aku lebih banyak mengacaukan nya daripada membantu kamu, tapi setidaknya kalo kamu sudah cerita, itu akan membuat hati kamu lega," rayu Priska supaya Owie mau cerita.
Owie menatap ke arah Priska, dia melepas kacamata plus yang tadi sempat bertengger di atas hidungnya, wajahnya terlihat serius, tapi itu justru membuatnya semakin terlihat tampan dan matang, apalagi dengan rambut yang dwiwarna itu, beuuh... kalo tidak ingat ada yang dia tunggu yaitu ucapan dari bibir suaminya, mungkin sekarang Priska sudah membuka bajunya di depan suaminya ini untuk meneruskan part 2 yang semalam.
"Aku masih belum sreg dengan Alvin."
Pikiran m***m Priska langsung terdistraksi dengan ucapan Owie yang membuatnya sangat kaget.
"Lho kok bisa?"
"Nggak tahu."
Owie mengedikkan bahunya.
"Tidak tahu kenapa, aku juga nggak tahu sikap atau apanya Alvin yang salah dan itu membuat aku nggak begitu sreg soal pertunangan dan kelanjutan hubungan mereka ... kayaknya aku sudah pernah bilang sama kamu ..."
"Iya kamu pernah bilang, tapi maksudku kok bisa berlanjut begini. Kamu kan suruh Adek berdoa ... aku rasa dia juga sudah berdoa. Eh tapi ini bukan gara - gara kemarin soal mamanya Alvin yang minta percepatan itu kan?" Priska mencoba menduga.
"Nggak, kayaknya soal mamanya itu hanya menambah poin kesalku aja, tapi bukan itu penyebab utamanya. Sepertinya hanya sosok Alvinnya."
"Tapi apa Hon? Atau mau minta tolong Nandi cari tahu?" usul Priska mencoba mencari jalan keluar.
"Jangan libatkan orang lain dulu, bagaimanapun kita harus jaga perasaan Adek, mungkin saja aku yang salah kira dan mungkin lagi melow juga. Tapi aku mau ngomong sekali lagi sama Adek, aku mau lihat keyakinan dia, apalagi kamu bilang dia abis marah - marah soal mama Alvin yang mengungkit lagi soal kontrak itu."
"Kalo itu udah selesai Hon, Mamanya sudah mau mengikuti rencana awal Adek dan Alvin. Tapi mungkin biasa menjelang hajatan itu ada aja yang salah ngerti seperti itu, banyak kan orang bilang begitu?"
"Itu kan orang lain, di keluarga kita sepertinya nggak pernah punya masalah dengan besan manapun kan?" Owie mencoba memastikan.
"Nino sempat juga berprasangka dengan keluarga Medan sebelum disetujui, dan ternyata cuma miskom aja kan ? Buktinya sekarang mereka baik - baik aja, baik banget malah. Bisa juga karena mereka kan tinggalnya jauh di Sumatera, belum kenal satu sama lain dan akhirnya jadi prasangka ... seperti orang tua Alvin, kita baru ketemu sekali waktu kenalan dulu ... jadi belum akrab dan tahu satu sama lain. Biasa lah Hon, dari tiga anak baru ini kita mengalami sedikit perbedaan pendapat. Tapi untuk memuaskan hati kamu, nggak apa - apa juga kalo mau ngomong sama Adek, mau aku panggil sekarang?" tawar Priska dengan raut wajah serius.
"Nanti aja di rumah, nggak enak bahas di sini, sampai rumah nanti, kamu panggil Adek ke kamar, aku mau bicara sama dia."
Priska pun mengiyakan.
Walau kini Priska ikut penasaran soal keresahan Owie, tapi dia juga bingung mau cari tahu, yang resah saja tidak tahu apa yang membuatnya resah, bagaimana dia yang cuma dicurhati?
Mereka check out jam dua belas kurang, Owie bawaannya sudah mau pulang saja, walau hotel berbintang lima, tapi rumah mereka lebih nyaman rasanya. Owka bahkan sudah check out lebih dulu setelah dia dan anak - anak berenang tadi karena mau cepat sampai di rumah, dia perlu istirahat dulu sebelum terbang sore ini.
Mereka tidak pulang bersamaan. Ririn ternyata di jemput Alvin dan mereka akan pergi makan siang bersama.
"Aku titip tas baju ku ya Ma," Ririn menghampiri papa dan mamanya yang sedang duduk di lobby menunggu abang Wika.
"Adek pergi sama siapa?"
"Sama Alvin, dia udah dekat."
"Alvin nggak pamit dulu sama papa mama dek?" tanya Priska. Dia benar - benar khawatir rasa tidak nyaman Owie akan bertambah kalau sampai Alvin tidak pamit membawa anak gadisnya.
"Harus banget dia turun dulu, berarti harus parkir dong?" tanya Ririn.
"Nggak usah," jawab Owie datar.
"Tuh .. orang papa bilang nggak usah, nanti aja pas pulangnya aku suruh Alvin turun dulu."
Priska mengalah, Ririn tidak tahu apa yang sudah terjadi tadi. Priska jadi menahan hati juga kalau sudah begini, dia di posisi tengah ... tepatnya di posisi serba salah.
Pukul lima sore, Ririn dan Alvin pulang dari makan siang dan menonton. Alvin benar - benar turun karena Ririn memintanya. Ketika mereka masuk ke dalam rumah, kata Rahayu majikannya itu sedang di kamar, jadi Ririn meminta Alvin menunggu di ruang bawah dan dia akan memanggil papa dan mamanya untuk turun.
'Tok ..tok'
Terdengar kunci pintu kamar electric yang dikendalikan dengan remote terbuka, berarti sudah diizinkan masuk. Ririn mendorong pintu lalu melongokkan kepalanya.
"Pa ..Ma, ada Alvin di bawah."
Priska yang sedang rebahan pun duduk, sedangkan Owie malah berbalik badan, seperti orang yang tidak mau diganggu tidurnya, padahal dia tidak tidur.
Priska merapikan rambutnya dan juga bajunya, dia memakai memakai dress rumahan yang sopan dan masih rapi, tidak lecek.
"Papa nggak ikut turun?" tanya Ririn yang melihat hanya mamanya yang bersiap sedangkan papanya tetap saja memeluk guling membelakangi mereka.
"Papa lagi sakit kepala, mama aja deh," jawab Priska.
Tanpa ada curiga sedikitpun, Ririn tidak mempermasalahkan itu, hanya dia dan mamanya yang turun menemui Alvin.
"Vin ..." sapa Priska.
'Ya tante .." jawab Alvin lalu menyalami calon mama mertuanya itu.
"Dari mana sih, katanya makan siang, kok sampai sore?" tanya mama Priska lalu duduk di depan Alvin.
"Nonton tante, iseng aja tadi."
"Owh."
"Om mana tante?"
"Ada, mungkin nanti turun, tadi agak sakit kepala katanya."
"O ya Vin, untuk acara nanti, soal penginapan keluarga dari semarang gimana ya, sudah diurus nggak?"
Priska memang perlu menanyakan ini, sebenarnya dia gatal sekali ingin mengurus semua, tapi suaminya melarang dan dia baru tahu alasannya tadi walau belum pasti karena apanya, pokoknya tidak sreg aja.
"Sudah tante, kalo papa, mama sama adik - adik ya nginep di rumahku aja, paling nanti beberapa saudara mau disewakan apartemen di bintaro aja, kan ada yang mingguan ."
"Owh mereka seminggu di sini?"
"Nggak tahu sih, tapi biar pesan untuk seminggu aja, siapa tahu abis acara mereka masih mau keliling Jakarta, mumpung sudah sampe disini,"jelas Alvin yang lumayan membuat Priska lega.
"Berarti nggak ada masalah ya."
"Nggak."
"Kapan kalian mau cari cincin, atau mau beli di tempat langganan mama aja Dek?"
"Nanti lah gampang."
"Jangan gampang - gampang, semua harus menyisihkan waktu supaya semua lekas selesai."
"Ya nggak tahu nih Alvin bisanya kapan, dia mau keluar kota besok."
"Memangnya pergi seminggu penuh?"
"Nggak kok tante, cuma tiga hari ke Bali."
"Ada show?"
Alvin tersenyum meringis, Ririn yang menyahut," Dia mau pergi sama teman - temannya, ada yang ulang tahun di sana dan bikin pesta ... Rabu juga udah pulang."
"Adek nggak ikut?"
"Nggak lah, bukan circle Adek, lagian Alvin pergi sama asisten dan manajernya, sekalian mau hunting lokasi bikin video klip," jawab Ririn.
"Owh. Tapi sempatkan membeli cincin minggu ini ya."
"Iya tante," jawab Alvin.
Sampai setengah jam kemudian, Owie tetap tidak turun, Alvin akhirnya pamit karena sudah mau Maghrib.
"Dek, papa mau ngomong," ucap mama Priska ketika Ririn kembali masuk setelah mengantarkan Alvin sampai di carport.
"Ada apa ma?" tanya Ririn heran, bagaimana tidak heran, dari tadi papanya tidak turun tapi tiba - tiba sekarang mamanya bilang kalau papanya mau bicara, ada apa?