18 - Semoga

1559 Words
NOTE (Sebelum baca) : untuk menghindari kebingungan, harap dibaca perlahan-lahan. Saya yakin sampai sini kalian mengetahui perbedaan sifat dan sikap antara Alena dan Devan. Saya harap kalian nggak lost karena bingung membedakan mana Devan atau Alena yang asli. Jangan terpaku pada tulisan nama dalam cerita terutama kedua karakter utama, tapi lihatlah dari sikap dan cara bicara mereka. Maka kalian pun akan tau siapakah karakter yang saya maksud. Terimakasih ;)   ====================================== Alena makan seperti ia tidak pernah makan selama berbulan-bulan. Hidangan apapun yang ada di meja besar tersebut ia sikat tanpa banyak pikir panjang. Mulutnya penuh, sementara ia tidak pernah berhenti mengunyah. Tiga cowok yang duduk di samping dan seberangnya menatap cewek itu dengan mulut setengah terbuka, sesekali meneguk saliva tanpa sadar. Mereka bahkan baru makan barang satu atau dua sendok, tetapi melihat cara makan Alena saat ini membuat mereka kenyang luar biasa. Menoleh, mereka juga mendapati Devan sedang makan. Cowok itu terlihat sama sekali tidak terganggu dengan cara makan adik mereka. Devan makan dengan lahap namun tidak terlihat rakus. “Kamu bisa makan punyaku juga.” Aldi yang duduk tepat di seberang Alena menyodorkan piringnya yang masih penuh sebab ia baru makan satu sendok. Untuk beberapa detik lamanya, Alena menyipitkan mata curiga pada Aldi, namun tetap saja mulutnya masih mengunyah makanan. “Oke,” Alena lalu menjawab dan mengambil piring milik Aldi. Menyantapnya habis tanpa jeda sediki tpun. Melihat hal tersebut, Alka yang duduk di sebelah Alena menunjukkan ekspresi khawatir. “Alena, jangan langsung makan banyak. Perut kamu bisa sakit jika kamu makan sebanyak itu sekaligus,” tukas Alka, mencegah tangan Alena yang hendak mengambil sepotong ayam bakar lagi dari sekian banyak menu yang tersedia.. Alena menatap Alka lama, kemudian tatapannya jatuh pada cekalan lembut kakaknya di lengan. Entah kenapa melihat tatapan cemas tulus dari pria itu membuat Alena tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Entah kenapa ia merasa hatinya menghangat. Mengangguk, Alena berusaha menelan makanan yang ada di mulutnya dengan susah payah. “Minum dulu,” Alka menyodorkan segelas air putih miliknya yang langsung disambut oleh adik perempuannya. Alena meminum air tersebut hingga habis. Setelah meletakkan kembali gelas bekas air minum Alena, Alka tersenyum. Tangannya bergerak mengelus rambut adiknya lembut. “Sekarang, kamu bisa lanjut makan. Habiskan makanan yang ada di piring kamu dulu, oke?” ucap Alka lembut. Alena mengerjab, lalu mengangguk menurut. Cewek itu pun melanjutkan makannya yang masih tersisa di piring miliknya. “Pelan-pelan,” tambah Alka lagi, menepuk punggung adiknya agar ia tidak tersedak. Perbuatan Alka membuat pipi Alena bersemu kemerahan. Remaja tersebut menjadi sedikit salah tingkah. Bahkan mendadak perutnya terasa sudah kenyang. Makanan-makanan menggugah selera di atas meja pun sudah tidak lagi menarik perhatian. Devan yang perhatiannya sudah tersita sejak Aldi memberikan makanannya pada cewek itu, memperhatikan perubahan sikap Alena pada Alka. 'Apa-apaan tuh?!' batinnya. Devan merasa merinding sampai-sampai ia tersedak hebat. Dengan cepat, ia meraih gelas air putih yang ada di sebelahnya dan meminumnya hingga tandas. BRAK!! Terkejut akibat benturan yang diakibatkan gelas dan meja yang diletakkan dengan keras, semua orang menatap Devan. Devan menoleh ke samping demi menatap Alena tajam penuh peringatan. “Kita perlu bicara!” ucap Devan  dengan penekanan. Dan sebelum menunggu pendapat dari orang-orang yang ada di sana, cowok itu sudah pergi meninggalkan meja. Alena menyusul tak lama kemudian. * * * "Apa maksud kamu tadi?!" Alena yang ada di tubuh Devan langsung memberondong Devan yang ada di tubuhnya dengan pertanyaan saat cewek itu menemuinya. Atau cowok? Sungguh Alena jadi bingung untuk menentukan tentang jenis kelamin mereka saat ini. Jiwa yang tertukar pada tubuh berbeda gender adalah sebuah hal yang luar biasa tidak masuk akal dan membingungkan. "Apa?" jawab Devan santai. Matanya melirik ke atas, lalu meniup poninya yang turun menutup mata. "Sikap kamu di meja makan bikin aku merinding, Devan!" tegur Alena. Ia menyipitkan mata lalu maju selangkah lebih dekat ke arah Devan. Ia menunduk sebab saat ini Alena memiliki tinggi badan Devan. Ditatap sedemikian tajam dan dekat membuat Devan mencondongkan tubuh ke belakang. Ia mengerjab, entah kenapa ia merasa seperti sedang ditelanjangi. "Heh, cupu! Mundur! Jangan tatap gue kayak gitu!" ucap Devan, mulai merasa tidak nyaman. Tubuhnya terus condong ke belakang demi menjauh dari Alena yang justru terus mencondongkan tubuh ke depan. "A-Alen- U-uwaa...!" Alena dengan sigap menangkap pinggang Devan yang hendak terjatuh ke belakang. Dan hal tersebut entah untuk yang kesekian kalinya membuat mereka saling menatap satu sama lain. Menyadari posisi mereka yang aneh -meskipun mereka lebih terlihat seperti sepasang kekasih yang bermesraan, karena di mata orang lain, Devanlah yang sedang melingkarkan tangan pada tubuh Alena-, Alena segera menarik tubuh, menegakkan Devan hingga kembali menjejak tanah. Ia mengambil satu langkah mundur lalu menghela napas. "Kamu ... Jangan pernah berpikir macam-macam ketika ada di dalam tubuh aku!" peringat Alena. "Termasuk ke Kak Alka! Buang jauh-jauh apapun perasaan aneh yang ada di dalam hati kamu saat ini!" Devan mendengus. “Maksud lo apa? Perasaan apa sih?” desis Devan tak suka. Ia melipat kedua tangan ke depan d**a. “Dengar ya cupu! Gue itu...” “Alena!” Devan dan Alvian serempak menoleh. * * * Alka berdiri di sana bersama Aldi dan Alvian. Bersama-sama mereka berjalan menuju adik perempuannya. “Sudah malam, sebaiknya kita segera pulang.” Alka menarik tangan Alena mendekat. Cewek itu menurut saja, tatapannya turun untuk menatap genggaman hangat tangan Alka padanya.  “Devan, terima kasih untuk makan malamnya. Tapi, kami harus permisi sekarang,” senyum Alka pada Devan. Devan hanya mengerjab bingung. Situasi macam apa ini? Bukankah seharusnya ia yang pulang bersama ketiga kakak lelakinya? Sebab dia lah Alena yang asli, bukan cowok rese itu! “A-ah, iya,” jawab Alena terbata. Ia melihat Alena yang pandangannya masih terpaku pada genggaman tangan Alka. Membuat lagi-lagi Devan mengerjab. Astagaaa Bambaaanggg, apakah ini akan menjadi kisah cerita bromance? bxb? boy lovers? Cewek yang terjebak dalam tubuh cowok itu menggeleng cepat, menepis jauh-jauh tentang pikiran menggelikan tersebut. “Ayo!” Alka pun memimpin jalan, Alena mengikuti dalam diam. Alvian sempat menatap Devan dengan pandangan tak suka sebelum menyusul kepergian dua saudaranya. “Peringatan keras buat lo!” ucapan Aldi membuat Devan menoleh. Cowok itu memberikan sebuah tatapan sinis pada juniornya di tim Basket. “Jangan pernah main-main sama Alena. Gue bakal bunuh lo kalau sampai lo macam-macam sama dia,” ancam Aldi. Ia maju selangkah demi memberikan tatapan penuh intimidasi pada Devan. Sungguh, andai saja ia tau jika sebenarnya itu adalah Alena... “Jauh-jauh dari Alena gue atau gue bakal bikin perhitungan sama lo!” Setelah mengatakan hal tersebut, Aldi segera melangkah pergi. Alena terdiam tanpa kata lalu menghela napas panjang. Ia baru sadar jika sedang menahan napas. Pasalnya, baru kali ini ia melihat sisi Aldi yang lain. Aldi tampak begitu dingin. Seumur-umur ia tinggal dan mengenal Aldi, cowok itu tidak pernah bersikap seperti saat ini. Aldi yang ia kenal adalah cowok paling ramah dan lembut pada semua orang. Atau mungkin ia salah? * * * Alena sudah tidur saat mobil Toyota hitam sampai ke rumah. Alvian menghentikan mobil tanpa mematikan mesin. Alka segera membuka pintu mobil. Ia berjalan ke pintu tengah dan menunduk demi mengecek keadaan adiknya. Alena tertidur dengan nyaman di bahu Aldi. "Biar aku aja yang gendong Alena. Kak Alka bukain pintu," tawar Aldi. Alka mengangguk. Pria itu sedikit menjauh, memberi ruang pada Aldi untuk keluar dari mobil. Dengan gerakan hati-hati dan lembut, Alena menurunkan kepala Alena dari bahunya. Lalu ia menggendong Alena di punggungnya dengan sedikit bantuan dari Alka. Pria itu memastikan kepala Alena tidak tertatap pintu mobil sehingga membuatnya terbangun. Setelah menutup pintu, Alka berlari menuju pintu rumah dan membuka pintu dengan kunci. Pria itu menyalakan lampu rumah agar terang. Aldi mengikuti dari belakang sampai menuju kamar adik kecil mereka yang bernuansa merah muda. Banyak boneka di kasur Alena. Alka menepikannya dan merapikan tempat tidur adiknya dengan cepat. Setelah menidurkan Alena di kasur dan memastikan cewek itu mendapatkan posisi yang nyaman, Aldi menyelimuti Alena. Di sebelahnya Alka mengusap wajah dan mendesah. Diam-diam selama perjalanan masih memikirkan betapa anehnya sikap adiknya hari itu. Tak jauh-jauh dari Alka, Aldi juga memikirkan hal sama. Alena yang biasanya akan bersandar padanya saat lelah. Tapi tadi Alena terus menatapnya sinis dan tidak suka, seolah ia adalah musuh besarnya. Padahal, ia adalah kakak yang paling dekat dengan adik perempuannya karena usia mereka yang hanya terpaut satu tahun. Mereka juga selalu bersekolah di tempat yang sama, Alka dan Alvian yang memastikannya agar Aldi bisa menjaga Alena di sekolah. Alih-alih menyandar di bahu Aldi, Alena lebih memilih membuka kaca jendela lebar-lebar, membiarkan angin malam masuk ke dalam mobil dan bersandar di jendela hingga tertidur. Aldilah yang menarik kepala Alena agar menyandar di bahunya karena tidak ingin kepala adiknya itu sakit karena terus terbentur kaca jendela. "Apa yang salah sama Alena?" Alvian lah yang berkata, mewakili pikiran mereka semua. Setelah memarkirkan mobil di garasi, ia langsung menyusul dua saudara lelakinya di kamar adik perempuannya. Alvian berjalan menuju sisi ranjang yang lain dan mengamati wajah lelah Alena. Tangannya terjulur dan mengelus puncak kepala Alena dengan lembut. "Ku harap dia selalu baik-baik saja." Ucapan Alvian di amini oleh Alka dan Aldi dalam hati. Mereka juga berharap yang sama. Tak ada perkataan apapun setelah itu. Alvian mengecup dahi Alena dan membisikkan selamat malam pada adik kecilnya lalu segera meninggalkan kamar. Aldi pun melakukan hal yang sama. Alka adalah orang terakhir yang ada di sana. Pria itu duduk di tepi ranjang Alena, menatap wajah lelap adiknya. Lalu menghela napas panjang. Ia menyentuh tangan Alena dan mengelusnya lembut sebelum menata, menumpukan tangan kanan di atas tangan kiri tepat di perut Alena. "Jika ada masalah apapun, tolong jangan dirahasiakan. Seberat apapun masalah kamu, Kakak akan terus mendengarkan kamu dan akan berusaha keras membantu kamu," ucap Alka, ada nada sedih di sana. Ia  mengelus puncak rambut Alena. Perubahan Alena hari ini benar-benar membuatnya cemas. Alka maju, mencium kening Alena lembut. "Selamat malam, Alena," bisik Alka. Pria itu menyalakan lampu tidur Alena dan mematikan lampu utama kamar. Perlahan-lahan menutup pintu kamar Alena. Semoga besok semuanya sudah kembali normal, do'anya dalam hati. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD