Curiga

1036 Words
Bagian 2 Aku terdiam sejenak, berusaha mencerna maksud dari semua ini. Apa ini ada hubungannya dengan foto bayi itu? Apa mungkin itu anaknya Mas Bayu dengan wanita lain? Pikiranku mulai tak menentu. Rasa hangat mulai menguar dari d**a dan menyebar hingga ke seluruh tubuhku. Aku berharap bahwa apa yang kupikirkan saat ini tidak nyata adanya. Tidak mungkin. Mas Bayu tidak mungkin mengkhianatiku. Apalagi sampai memiliki anak dengan wanita itu. Aku tahu, Mas Bayu tidak mungkin tega melakukan itu padaku. Suamiku sangat mencintaiku. Aku berusaha menenangkan diri sendiri dengan mencoba berfikir positif. Namun, hatiku berkata lain. Seolah membenarkan. Akhirnya pertahananku runtuh juga. Kaca-kaca bening mengalir begitu saja dari sudut netra. Aku tidak yakin jika orang yang sangat kucintai ternyata tega mengkhianatiku. Tidak, tidak mungkin. Kupandangi wajah lelaki yang sudah empat tahun ini mendampingiku, ia sudah terlelap dalam damai dan terbuai dalam mimpi indah. Hanya dengkuran halus yang terdengar. Apa benar kamu telah mengkhianatiku, Mas? Apa benar kamu telah mengkhianati janji suci pernikahan kita, yang berjanji sehidup semati sampai maut memisahkan? Apa benar kalau kamu telah memiliki anak dengan wanita lain, Mas? Sayangnya semua pertanyaan itu hanya tercekat di tenggorokan, tidak mampu untuk kuucapkan. Hatiku tidak percaya, tapi bukti berkata lain. Mungkin lebih baik aku mencari tahu sendiri. Jika ditanyakan langsung, pasti Mas Bayu akan menyangkal. Apalagi sampai didengar oleh ibu mertua. Bisa-bisa aku lagi yang disalahkan. *** "Mbak, minta uang dong! Hari ini aku ulang tahun. Aku ingin mentraktir teman-temanku. Yah, dirayain kecil-kecilan gitu!" Hana menadahkan tangannya padaku. Seperti biasa, ia selalu saja meminta uang kepadaku. Membuat selera makanku mendadak hilang. Padahal, Mas Bayu sudah memberikan uang jajan untuknya. Tetapi, tetap saja ia merasa kurang dan minta lagi padaku. "Mbak lagi enggak punya uang," jawabku sekenanya. Aku masih ingat, tempo hari Mas Bayu sudah memberikan uang jajan untuk jatah satu bulan buat Hana. Masa iya, sudah habis? "Pelit bangat sih, Mbak! Enggak banyak kok, satu juta cukuplah buat mentraktir teman-teman makan di cafe," ucapnya dengan santai, seolah aku ini pabrik uang yang bisa memberi uang berapapun yang ia minta. "Enggak ada," kataku lagi. "Dasar pelit!" umpatnya. "Hey, Mona. Pelit bangat sih, sama adik ipar sendiri! Hana ini bukan orang lain loh! Apa susahnya sih, mengabulkan permintaannya? Uang satu juta itu 'kan enggak banyak. Pasti kamu punya simpanan. Bukankah kamu baru gajian? Kasih saja, Mona! Kepada siapa lagi Hana meminta uang kalau bulan pada kamu?"sahut ibu mertua. Wajah Ibu terlihat memerah, ia marah padaku karena tidak menuruti permintaan anak kesayangannya itu. Aku memang baru gajian, tapi aku tidak lagi sepolos yang dulu. Kini uang gajiku sengaja kusimpan di Bank. Diam-diam, aku menabung tanpa sepengetahuan suami dan ibu mertuaku. Jika tidak, semua uang milikku akan diambil dan aku tidak akan dapat apa-apa. "Iya, Mona memang sudah gajian, Bu. Tapi uangnya 'kan udah habis buat bayar air, listrik, buat beli kebutuhan sehari-hari dan lain-lain, Bu!" "Memang dasar pelit! Terus gaji Mas Bayu mana, Mbak? Masa sudah habis, sih? Mbak simpan di mana?" Gadis berambut panjang sebahu itu menatapku dengan tatapan tajam, sungguh ia tidak mempunyai rasa hormat terhadapku. Padahal, aku ini adalah kakak iparnya, istri dari abangnya sendiri. "Hana, kamu 'kan tahu sendiri kalau belakangan ini tokonya Mas Bayu sedang sepi. Jadi otomatis jatah bulanan yang diberikan pada Mbak juga berkurang. Jadi, Mbak harus bisa mengelolanya dengan baik. Belum lagi harus bayar cicilan mobil Mas Bayu dan juga motor kamu setiap bulannya." Aku masih berusaha sabar menghadapi sikap adik iparku yang tidak punya sopan santun dan etika ini. Ya, mobil yang dipakai Mas Bayu dan juga motor yang dipakai Hana masih nyicil alias belum lunas. Untungnya rumah ini dibeli cash. Jadi hanya perlu memikirkan uang untuk membayar cicilan mobil dan motor saja. "Ya udah, gini aja. Kamu ambil dulu duit yang buat bayar cicilan motor Hana, nanti kamu ganti," ucap Ibu dengan entengnya, seolah tanpa beban. Enak saja, darimana aku mendapatkan uang untuk menggantinya? Ibu sama anak sama saja, tidak memikirkan hari esok! "Yasudah, Mona bisa kasih uang buat Hana. Tapi siap-siap saja motornya bakalan ditarik oleh pihak leasing, karena Mona sendiri enggak tahu harus cari uang kemana lagi!" Terpaksa aku mengancam mereka. Jujur saja, aku hampir kehabisan cara untuk menghadapi mereka. "Dasar kakak ipar pelit!" Hana menghentakkan kakinya ke lantai, kemudian berlalu meninggalkan aku dan Ibu yang masih berada di ruang makan. "Lihat tuh, gara-gara kamu, Hana jadi ngambek begitu!" Tuh kan, ibu mertua malah menyalahkanku. Secepatnya kusudahi sarapanku, setelah itu aku masuk ke kamar, bersiap-siap hendak berangkat kerja. "Dek, semalam kamu buka-buka ponsel Mas ya? Setelah Mas tidur?" tanya Mas Bayu begitu aku masuk ke kamar kami. Wajahnya terlihat gusar, mungkin ia takut jika aku mengetahui rahasianya. "Enggak!" Aku terpaksa berbohong, semoga Allah tidak mencatat satu dosa dalam kebohonganku kali ini. Astaghfirullah … semoga Allah mengampuni dosaku. "Memangnya ada apa di ponselmu, Mas? Apa di dalamnya ada rahasia?" Aku sengaja menanyakan hal itu, ingin melihat bagaimana reaksinya. "Enggak, kok," sangkalnya, padahal aku tahu kalau suamiku telah berbohong. "Mas buru-buru. Pagi ini ada pelanggan yang pesan bahan bangunan dan harus secepatnya diantar. Mas duluan, ya!" Mas Bayu kemudian mendekapku ke dalam pelukannya, lalu mengecup keningku. "Dadah, Sayang!" Mas Bayu pun melambaikan tangannya. Jika saja pagi ini aku tidak sedang terburu-buru, maka akan kuikuti kemana Mas Bayu pergi. Aku curiga, jangan-jangan Mas Bayu akan menemui orang yang mengirimkan pesan ke ponselnya semalam. Tapi karena tuntutan pekerjaan, aku harus bersabar untuk sementara waktu. Saat sedang memoles bedak ke wajahku, tiba-tiba terdengar bunyi ponsel. Ternyata ponsel Mas Bayu ketinggalan. Aku pun langsung mengambil ponsel yang terletak di atas kasur tersebut. Sebuah pesan masuk dari BRI-NOTIF Trx Rek.17070xxxxxxxxxxx : PENARIKAN TUNAI ATM Rp. 2.000.000 19/06/21 07:35:26 Apa? Mas Bayu baru saja menarik uang di ATM? Bukannya ia bilang sedang buru-buru karena mau mengantar barang pesanan pelanggan? Ya Allah … apa lagi ini? Untuk apa ia menarik uang sebanyak itu? Apa Mas Bayu akan memberikan uang itu untuk Hana? Tidak mungkin, pasti Hana tidak akan berani memintanya kepada Mas Bayu karena seminggu yang lalu Mas Bayu telah memberikan uang jajan untuk jatah sebulan buat Hana. Lantas, untuk siapa? Apa jangan-jangan, Mas Bayu akan memberikan uang itu untuk kontak bernama Andi yang mengirimkan pesan semalam? Aku penasaran, siapa sebenarnya orang yang bernama Andi itu. Jika kecurigaanku terbukti benar, maka aku tidak akan tinggal diam. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD