“Perempuan … makhluk yang acap kali dipandang remeh sebelah mata. Kita sering kali dicap sebagai makhluk lemah yang tidak bisa melakukan apa-apa selain memasak, mencuci baju, membersihkan rumah, dan merawat anak. Bukan itu saja. Perempuan adalah makhluk lemah yang hanya bisa menangis, menangis, dan menangis setiap kali sesuatu yang tidak mereka sukai menimpa.
“Saya pribadi muak dengan itu semua. Itu sebabnya, saya selalu memakai sudut pandang perempuan dalam n****+-n****+ yang saya tulis. Orang-orang di luaran sana seakan lupa, seakan membutakan mata mereka bahwa sudah banyak bukti nyata yang terpampang di depan mata, perempuan-perempuan hebat yang berhasil membuktikan siapa kita sebenarnya.
“Dewi Sartika misalnya. Beliau adalah pendiri sekolah khusus perempuan bumiputera pertama di Hindia-Belanda. Rahmah El Yunusiyah, beliau mendirikan sekolah Islam khusus perempuan pertama di Indonesia saat berusia 23 tahun. Angela Merkel, menduduki peringkat satu dalam seratus perempuan yang berpengaruh di dunia pada tahun 2020 atas kontribusinya membawa Jerman melewati krisis keuangan. Jangan mau dianggap sebagai makhluk tidak berguna. Kita bisa melalukan apa saja. Kita bisa mengubah dunia. Hidup perempuan!” Bita mengangkat tangannya yang tergenggam.
“Hidup!” sahut para penonton disertai gegap gempita dan tepukan tangan.
Suasana auditorium universitas ternama di Indonesia itu bak terbakar api semangat menggebu-gebu. Senyum Bita tercetak jelas. Itu bukan sekadar senyum biasa. Rasa bangga, senang, haru, semuanya berpadu menjadi komposisi senyum menawan. Sejenak, Bita merasa seolah berada di alam mimpi. Sepuluh tahun meniti karier sebagai penulis n****+, tidak pernah terbayangkan di kepala Bita bahwa ia akan menjadi pembicara sekaligus salah satu aktivis perempuan Indonesia.
Mengenakan touniq abu-abu dipadukan dengan rok prisket biru tosca dan polesan akhir pashmina hitam, Bita tampak menawan.
Suara tepuk tangan perlahan mereda. Moderator langsung mengambil tempat. “Luar biasa sekali. Kata-kata Anda berhasil menyalakan api semangat para audience yang saya rasa sangat beruntung karena bisa menghadiri acara ini,” pujinya.
Bita menundukkan kepalanya sopan menerima pujian moderator barusan.
Tapi, kehadiran Bita bukan sepakat untuk menerima pujian itu. Ada sesuatu yang lebih besar, yang akan menentukan bagaimana jalan hidupnya ke depan. Bita melihat jam tangannya. Ia berhitung dalam hati. Tepat di hitungan ke sepuluh, suara notifikasi beragam dari ponsel para audience terdengar bersautan. Mereka pun mengambil ponsel masing-masing untuk melihat apa yang dikirimkan ke ponsel mereka, termasuk moderator.
Seperti debu yang segera lenyap saat ditiup, seperti itu jugalah perasaan takjub orang-orang yang berada di auditorium. Tatapan takjub mereka seketika lenyap digantikan tatapan tidak menyangka dicampur tatapan penuh iba. Video panas suami Bita dan model ternama Indonesia resmi menjadi konsumsi publik.
__00__
Suara hentakan hills di lantai marmer bisa memberitahu kalau penggunanya tengah dilanda kemarahan.
Wanita berambut lebat sepinggang berwarna hitam kepirangan berjalan cepat dengan kepala berapi-api. Satu tangannya terkepal kuat dan satunya lagi mencengkram ponselnya geram. Andai ponsel itu bernyawa, ia pasti sudah mati sejak tadi akibat cengkraman wanita itu. Mengenakan dress merah panjang dengan atasan dua tali dan belahan panjang menampilkan kaki jenjang mulus dan paha seksinya. Gania sedang dalam perjalanan menuju ruangan CEO T-Tech Company.
Tanpa perlu mengetuk, Gania mendorong pintu dua daun besar, menyelonong masuk tanpa mempedulikan kegiatan yang berlangsung di dalam sana. “Keluar,” katanya pelan namun dalam. Melihat empat pria berjas yang menjadi tamu sang CEO tidak bergerak, Gania membentak. “Keluar sekarang!”
Kompak, mereka berempat membereskan map-map di atas meja, kemudian mengacir keluar ruangan. Begitu pintu tertutup, Gania menatap Arya bak harimau yang siap menerkam mangsa.
“Apa yang terjadi, Nia?” Menyadari Gania sedang emosi, Arya memegang kedua bahu Gania, berniat menenangkan. Gania memelototi tangan Arya, menyiratkan agar menyingkirkan tangannya dari sana.
“Kamu lihat ini!” Gania menyerahkan ponsel lipatnya kepada Arya.
Cukup melihat thumbnail videonya, mata Arya berhasil dibuat membulat sempurna. Itu adalah rekaman video apa yang Arya dan Gania lakukan tadi malam.
“B-bagaimana …?”
“f**k the documentation! Aku sudah bilang padamu, bukan? Jangan direkam, jangan direkam. Lihat akibat ulahmu.”
“Aku berani memastikan kalau video-video kita nggak akan tersebar, Nia. Aku berani jamin seratus persen.”
“Nyatanya?” Gania menyeringai. “Reputasiku hancur gara-gara kamu!” Gania mengambil ponselnya kasar dari tangan Arya, kemudian pergi meninggalkan ruangan.
__00__
“Anda baik-baik saja, Bu Bita?” tanya Bagas di sebarang sana dengan nada bercanda. Ia sedang menyaksikan hot news di teve yang diberitakan oleh Juli, sahabat mereka berdua, tentang CEO perusahaan teknologi terbesar di Indonesia yang terbukti melakukan perselingkuhan.
Bita tersenyum. “Tentu saja aku baik.” Sebuah pesan masuk dari Bi Ijah, pembantunya. Non di mana? Ada banyak orang bawa kamera di depan pagar. “Bagas, tolong sediakan makanan, ya. Kelihatannya aku akan lapar setelah menggunakan keahlianku yang lainnya.” Bita menutup teleponnya. “Pak Dam, kita ke rumah dulu, ya.”
“Baik, Bu,” jawab Pak Dam, pengawal sekaligus sopir pribadinya.
__00__
Setidaknya ada delapan saluran teve nasional yang mengirimkan masing-masing perwakilan mereka untuk mewawancarai Bita tentang video perselingkuhan suaminya yang beredar. Bita selalu mengelu-elukan suaminya bahwa Arya adalah laki-laki terbaik yang pernah ada. Ditambah menjabat di salah satu posisi paling penting di T-Tech Company, membuat kabar perselingkuhan itu menarik perhatian publik.
“Bagaimana tanggapan Anda? Apakah Anda percaya kalau itu benar suami Anda?” tanya salah satu reporter.
Kalau bisa berada di posisi sekarang sebagai penulis terkenal dan aktivis perempuan saja tidak pernah terbayangkan di kepala Bita, konon lagi menjadi aktor. Tapi, untuk sekarang, Bita sudah seperti menjadi aktor yang amat piawai berakting. Ia mengatur wajahnya sedemikian rupa seolah terlihat tegar, namun berusaha untuk menyembunyikannya. Orang awam pun bisa melihat itu dengan jelas. “Sebelumnya saya ingin meminta maaf kepada semua atas kegaduhan yang ditimbulkan. Terus terang, saya juga sama terkejutnya seperti kalian …” Bita menjeda, seolah menahan sesak di d**a. “… Mas Arya yang saya tahu, dia adalah laki-laki terbaik yang pernah ada. Setiap kali bangun tidur, saya selalu berpikir bahwa saya adalah orang paling beruntung di dunia karena mendapat laki-laki sempurna seperti Mas Arya.” Bita menahan air matanya agar tidak tumpah. “Mas Arya, saya akan tetap membukakan pintu buat Mas untuk menjelaskan semuanya.”
Bagas bertepuk tangan sambil menggelengkan kepala takjub. “Luar biasa. Aktingmu luar biasa sekali, Bit. Masyarakat banyak yang memujimu, Bita. Mereka takjub denganmu yang sudah terang-terangan diselingkuhi masih mau memberikan kesempatan kedua kepada Arya. Kalau dipikir-pikir, kenapa kamu tidak memilih menjadi aktor saja? Bukankah penghasilannya lebih besar?”
Bita yang saat itu sedang bersandar di dispenser sambil memegang segelas kopi hangat tersenyum bangga. “Untuk apa memilih salah satu kalau bisa menggapai keduanya?” Bita menaik-turunkan alisnya.
Bagas kehilangan kata-katanya usai mendengar ucapan Bita barusan. Sahabatnya itu semakin lama semakin luar biasa saja.
Bita berjalan menuju kursi. Ia duduk berseberangan dengan Bagas. Ia sekarang sedang berada di ruang kerja Bagas. Bagas tinggal di apartemen. Ia bekerja sebagai pengacara. Uang yang ia miliki masih cukup untuk membeli sebuah apartemen yang terdiri dari dua kamar, ruang tamu, dapur, dan dua kamar mandi. Satu di kamarnya dan satu lagi dikhususkan untuk tamu. Setengah dari ruang tamunya disulap menjadi ruang kerja. Bagas adalah penyuka warna putih. Bisa dilihat dari perabotan rumahnya yang hampir delapan puluh persen berwarna putih.
“Kamu tahu? Aku nggak sabar pengen lihat bagaimana ekspresi Gania.”
“Sudahlah. Itu bukan urusan kita. Lebih baik kita segera membahas langkah selanjutnya.”
__00__
Gania mendorong pintu kamarnya kasar. Ia melemparkan tasnya ke sembarang arah. Gania berjalan menuju meja rias. Ditatapnya wajahnya di depan cermin. Rahang Gania mengeras. Sepanjang perjalanan dari kantor Arya menuju hotel, laman sosial medianya dipenuhi hujatan-hujatan netizen. Tak sedikit dari mereka yang bahkan mengatakan hal-hal tak senonoh.
“Gak salah pilih bahan gue.”
“Badannya bagus coy! Mulus!”
“Minimal open BO lah.”
“Nambah lagi nih koleksi gue.”
“Body goals banget anjir!”
Gania menjatuhkan seluruh benda yang ada di atas meja riasnya. Ia mengambil vas bunga, kemudian melemparkannya ke cermin rias. Suara pecahan-pecahan kaca mendominasi kamarnya, membuat asistennya masuk ke dalam kamarnya.
“Bu, hentikan. Anda bisa melukai tubuh berharga Anda,” kata Rani.
Gania menatapnya tajam. “… keluar,” ucap Gania datar namun tegas.
Rani menelan ludahnya. Sebenarnya ia tidak bisa keluar sekarang. Ia mengkhawatirkan Gania. “Keluar!” teriak Gania. Rani tidak punya pilihan lain selain mengikuti perintah Gania sebelum ada barang melayang ke arahnya.
__00__
Bagas mengambil berkas-berkas dari rak buku, meletakkannya di meja.
“Rasio hutang T-Tech Company terus meningkat. Hingga saat ini rasio hutang berada di 400 persen. Gaji-gaji karyawan banyak yang belum dibayarkan. Arya bahkan mengancam para karyawan agar kabar itu jangan sampai tersebar.” Bagas mengeluarkan beberapa foto dari dalam laci mejanya. “Beberapa karyawan yang menagih gaji mereka, Arya nggak segan-segan menghajarnya.” Bagas membuka laptop, mencari sesuatu, kemudian menunjukkannya kepada Bita. Itu rekaman CCTV yang menunjukkan Arya tengah memukuli dua karyawan yang menagih gaji mereka.
Bita meraih foto itu, hingga tanpa sadar meremasnya hingga kusut.
Bagas mengeluarkan foto-foto lagi. “Beberapa petugas showroom dan petugas bank datang ke ruangan kerjanya. Arya beberapa kali mengambil mobil mewah untuk diberikan kepada wanita simpanannya dan juga pinjaman bank.”
Bita menghela napas. “Luar biasa sekali manusia ini. Apa saja kerjanya selama ini? Dia bena-benar ingin menguras harta alm. ayahku.”
Pintu ruangan terbuka, menampilkan Juli yang masih memakai seragam reporternya. Napasnya ngos-ngosan. Ia tampak habis berlari. “Kalian pasti akan senang mendengar kabar dariku.” Ia mengambil posisi di samping Bita. “Salah satu simpanan Arya hamil!”
Bita meraih ponselnya, menelepon Pak Dam. Bita meminta Pak Dam mengamankan perempuan tersebut.
“Aku nggak akan membiarkan kamu menggunakan peninggalan Ayah untuk hal-hal menjijikkan seperti itu lagi, Mas,” kata Bita gemas.
“Segera siapkan laporan, Gas. Kita akan membuatnya mendekam di penjara.” Bita merasa sudah cukup baginya untuk melihat Arya menyalahgunakan wasiat yang alm. ayahnya berikan. Sebentar lagi Arya akan tahu, bahwa Bita bukanlah perempuan bodoh yang bisa ia bodohi seperti korban-korbannya yang lain.