Xavier saat ini sedang mengerjakan beberapa pekerjaan yang tertunda di kantor, ia mendengar suara bel pintu apartemennya, ia pun segera menuju pintu dan membukanya, ia terkejut ketika melihat Fio bersandar di pintu.
“Asisten Fio?”
Fio jatuh ke pelukan Xavier.
“Apa yang kamu lakukan?” tanya Xavier.
“Tuan, aku merindukanmu,” jawab Fio.
“Asisten, Fio, minummu banyak sekali,” geleng Xavier.
“Gendong aku,” lirih Fio.
“Asisten Fio, sadarlah. Kamu di rumah seorang pria,” kata Xavier berusaha menyadarkan Fio.
“Lalu? Bukankah aku pernah tidur dengan Tuan di sini?” tanya Fio.
Xavier lalu menutup pintu rumahnya lalu menggendong Fio ala bridal style. Fio mengalungkan kedua tangannya ke leher Xavier.
“Tuan tampan sekali,” puji Fio.
Xavier menggeleng lalu menurunkan Fio ke atas ranjangnya, dan menyelimutinya.
“Istirahat lah, kamu mabuk sekali,” kata Xavier.
“Tuan, jangan tinggalkan aku,” kata Fio menitihkan airmata dan menarik tangan Xavier, lalu mendudukkan bosnya di tepi ranjang.
Xavier menautkan alisnya dan melihat pipi Fio memerah seperti baru saja terkena sebuah tamparan. Bahkan lehernya merah seperti goresan kuku. Xavier menatap Fio yang saat ini menatapnya juga.
“Siapa yang memukulimu?” tanya Xavier.
“Tuan memang luar biasa sekali,” kata Fio.
“Apa maksudmu?”
“Tuan tahu aku habis di pukuli?”
“Ya. Itu terlihat jelas. Siapa yang memukulimu? Apa Hoshi?”
“Aku memang wajar dipukuli, karena aku sudah selingkuh.”
“Tidurlah, kamu cerewet sekali,” geleng Xavier memperbaiki selimut Fio lagi.
Fio lalu menarik lengan bosnya dan mencium bibirnya. Xavier membulatkan mata.
Fio melepaskannya dan berkata, “Manis sekali.”
“Kamu ini ya, walau sudah kekurangan kesadaran, masih saja nakal,” geleng Xavier.
“Aku memang merindukanmu,” kata Fio.
Xavier lalu membalas ciuman Fio, lalu membuka satu persatu kancing kemeja Fio, begitu pun dengan Fio yang melakukan hal yang sama. Xavier tersenyum dan menggelengkan kepala, karena Fio benar-benar nakal.
Akhirnya pembatas bernama baju itu sudah di lempar ke lantai, Xavier memagut bibir Fio, saling bertukar lidah.
“Heemphhh, ahhh,” desah Fio.
Xavier lalu membuka celana Fio dan membuangnya ke lantai, terakhir membuka CD asistennya itu. Setelah itu menikmati lembah itu dengan mulutnya, Fio memegang kepada Xavier dan merasakan kenikmatan luar biasa.
Fio terus bergerak gelisah karena Xavier membuatnya melayang.
Tak lama kemudian, Xavier lalu memasukkan juniornya ke dalam lembah milik Fio, membuat Fio melayang seketika.
“Ahh, ahhh, ouhhh, ahh, Tuan,” lirih Fio.
“Tahanlah sedikit,” kata Xavier.
Fio menganggukkan kepala. Dan, percintaan mereka kembali di mulai, ini sudah ke empat kalinya mereka melakukannya. Fio sudah tidak perduli dengan perselingkuhan Hoshi, lebih baik ia ikut selingkuh.
Gerakan Xavier menjadi intens, membuat dua gundukan itu bergoyang naik turun, Xavier meremas keduanya, membuat Fio merasakan kenikmatan luar biasa.
“Aku—”
“Diam lah, nakal. Aku akan membuatmu puas,” kata Xavier.
Fio menggeleng. Lalu membaringkan Xavier dan menindihnya. Fio segera menggoyangkan pinggulnya intes. Membuat Xavier mendesah berkali-kali.
Beberapa menit kemudian, dan beberapa gaya di lakukan, dan akhirnya sejuta sel milik Xavier masuk ke dalam rahim Fio.
Fio lalu turun dan meraih tissue untuk membersihkan lembah miliknya. Setelah itu, berbaring di samping Xavier.
Fio bergerak gelisah, ia menoleh dan melihat ke arah dinding kaca, ternyata masih malam, ia harus kembali ke apartemen Hoshi. Fio hendak bangkit dari pembaringannya, namun Xavier menarik lengannya dan membaringkan Fio kembali.
“Jangan berani-beraninya kabur,” kata Xavier dengan suara serak.
“Aku mau pulang, besok kan kita ada pertemuan dengan klien,” kata Fio.
“Santai saja, tidur lah,” kata Xavier memeluk Fio erat, membuat Fio bingung bagaimana caranya melepaskan diri.
Tak ada jalan lain, ia harus tidur malam ini di apartemen bosnya. Ya ini lah hubungan mereka yang mereka saja tidak tahu sebagai apa.
***
Keesokan paginya, Fio terbangun dan melihat pemandangan pagi dari kamar Xavier, jendela memang selalu dibiarkan terbuka lebar, Xavier tidak pernah menutupnya.
Fio bangkit dari pembaringannya dan hendak meraih bajunya yang berhamburan, namun ia melihat kotak besar ada di atas ranjang dan memo di atasnya.
‘Berpakaianlah. Aku tunggu kamu di resto sebelah apartemen, kita sarapan bersama klien.’
Fio mengelus leher belakangnya, ternyata Xavier sudah mempersiapkan pakaian baru untuknya, jadi ia tidak perlu mengenakan pakaian lama. Fio segera menuju kamar mandi.
Fio melihat penampilannya didepan cermin full satu badan, ia terlihat sangat cantik mengenakan gaun yang sudah Xavier siapkan untuknya. Bosnya itu tahu ukuran bajunya, hingga pas seperti ini.
Fio segera pergi dan meninggalkan kamar Xavier.
Fio menuju lobby, ia terkejut ketika bertemu dengan Hoshi di depan lift.
“Sayang? Kamu sudah pulang? Syukurlah,” lirih Hoshi memegang kedua lengan Fio.
Fio melepaskan tangan Hoshi. “Iya. Kamu darimana?” Fio begitu dingin.
“Aku dari bar, aku gelisah dan aku khawatir, jadi aku pergi minum-minum.” Hoshi menjawab. “Aku minta maaf, ya, aku janji tidak akan melakukannya lagi.”
“Sudahlah. Jangan menggangguku, aku ada pekerjaan,” kata Fio.
“Ayo kita ke kamar dulu, aku akan membuatkanmu sarapan.”
“Tidak. Aku ada janji sarapan dengan klien.”
Hoshi kecewa dengan penolakan Fio. “Fio, aku sudah baik.”
“Iya. Aku tahu, tapi aku ada pekerjaan,” kata Fio. “Aku pergi dulu.” Fio meninggalkan Hoshi.
Hoshi tidak terima dengan sikap dingin Fio, karena selama ini ia tidak pernah melihat sikap dingin Fio. Tapi kenapa Fio berubah?
Xavier dan Hoshi memang satu apartemen, apartemen ini juga milik Xavier, jadi Xavier tinggal di penthouse lantai paling atas yang memiliki lift pribadi khusus, sementara Hoshi tinggal di lantai 18. Jadi, mereka biasanya tak pernah bertemu walau satu apartemen.
Fio tiba di resto, ia menarik napas dalam-dalam dan menghampiri Xavier dan kliennya.
“Maaf saya terlambat,” kata Fio.
“Fio, duduklah di sini,” kata klien Xavier.
Fio menoleh melihat Xavier yang saat ini memberinya kode agar duduk di sebelahnya saja. Fio mengangguk dan memilih duduk di sebelah Xavier.
“Sepertinya saya sudah terlambat,” kata Fio.
“Xav, mentang-mentang Fio adalah calon istri dari ponakanmu. Kamu sangat menjaganya.”
“Diamlah!” geleng Xavier.
“Tuan, jangan begini,” bisik Fio. “Dia adalah klien kita.”