8

1523 Words
“Untuk harga yang paling murah, ada di sebelah sana Dek,” jawab perempuan itu sambil menunjuk tempat pajangan gaun di tempat yang terbuka. Meski harganya paling murah, tapi gaun-gaun tersebut masih terawat dengan baik. Sofia melihat-lihat gaun tersebut, benar saja, harganya lebih murah dari yang pertama dia pegang tadi, gaun-gaun itu hanya dijual dengan harga sekitar lima ratus ribu hingga lima juta. Sofia memilih salah satu gaun yang menurutnya cukup indah untuk harga yang sesuai dengan kemampuannya. Sofia membawa pulang gaun berwarna putih yang dia beli dengan harga satu juta tersebut dan langsung menemui mamanya. “Ma, aku dapat gaun yang harga satu juta, bagus kan Ma?” tanya Sofia sambil membuka gaun tersebut di depan mamanya, dia juga membuka kerudungnya, karna tidak ada siapa pun di rumah selain dia dan mamanya. Sofia belum terlalu konsisten berjilbab, masih sering buka tutup, jika hanya berada di dalam rumah, dia sering tidak memakai jilbab. Sangat sering, ketika tamu sudah masuk ke dalam rumah, dia baru buru-buru pakai jilbab. Bisa di bilang, dia pakai jilbab karna takut sama pelototan Pak ustad dan Pak imam masjid yang rumahnya tepat berada di samping kiri kanan rumahnya dia. “Bagus, memangnya untuk apa gaun itu?” tanya mamanya bernama Mika. “Kan minggu depan ulang tahun Shiva, Ma, Mama lupa ya?” tanya gadis berambut pirang tersebut sambil tersenyum merekah membuat kecantikannya makin terlihat sempurna. “Shiva? Memangnya kamu dapat undangan Nak?” tanya Mika penasaran, karna tidak biasanya Shiva keponakan dari suaminya itu mengundang Sofia untuk acara ulang tahun yang ke 22 nya itu. Sofia dan Shiva lahir di tahun yang sama dan juga bulan yang sama, hanya berbeda tanggal saja, mereka berdua sama-sama anak pertama. Ada banyak rentetan kejadian dari pertama mamanya menikah dengan almarhum ayahnya Sofia hingga akhirnya, mamanya memilih tinggal jauh dengan mereka. Tapi takdir kembali mempertemukan Sofia dengan Shiva dalam satu universitas, bahkan mereka satu kelas. “Dapat Ma, ini undangannya,” jawab Sofia bersemangat sambil memperlihatkan kartu undangan ulang tahun yang diberikan oleh Shiva. “Tapi Nak, apa kamu yakin ingin ke sana? Mama takut terjadi apa-apa sama kamu,” tutur Mika yang terlihat jelas raut kecemasan di wajahnya. “Ma, Mama jangan lagi ungkit kejahatan mereka yang sudah lalu, mungkin saja mereka sudah tidak sejahat dulu lagi, Sofia ingin bersilaturahmi sama Om dan Tante dan juga kakek, Sofia sangat rindu sama kakek, Sofia sudah lama tidak jumpa sama kakek,” jawab Sofia dengan wajah murung. Mika menyadari kesalahan terbesarnya, yaitu memisahkan Sofia dengan kakek dari almarhum ayahnya, tapi bukan tanpa alasan dia melakukan itu semua, semua demi kebaikan Sofia dan juga keselamatan Sofia. “Tapi kalau kamu ke sana, kamu harus membuka jilbab kamu, kakek kamu tidak suka melihat kamu pakai jilbab,” ucap Mika. “Iya Ma, Sofia masih ingat sama larangan kakek dulu, makanya Sofia membeli gaun ini.” Gaun tersebut memang tidak terlalu terbuka, tapi lengannya yang singkat dan panjangnya semata kaki, cukup membuat Sofia terlihat seperti keluarga besar Wijaya yang rata-rata tidak berhijab. “Apa kamu berani memakai gaun tersebut dari sini? Nanti kalau tetangga lihat kamu tidak berjilbab, bagaimana? Lingkungan kita ini semua pada berjilbab.” “Sofia nanti dandannya di salon dekat rumah kakek saja, sekalian Sofia mau suruh catok rambut juga.” “Ya sudah, kalau kamu tetap mau pergi ke sana, Mama titip juga sedikit oleh-oleh untuk kakek,” ucap Mika sambil meraih salah satu baju kemeja jahitannya sendiri yang di jual di rumah, lalu membungkusnya. “Ini nanti kamu kasih untuk kakek kamu ya,” ucap Mika. “Iya Ma, nanti Sofia berikan untuk kakek,” jawab Sofia mengambil bungkusan baju yang sudah dipersiapkan oleh mamanya ke dalam kantong keresek berwarna hitam yang di beli di pasaran. “Untuk Shiva? Sofia kasih hadiah apa ya Ma?” “Memangnya perlu? Mama tidak yakin Shiva mau menerimanya, karna semua barang, dia sudah punya,” jawab Mika sambil duduk kembali di kursi kerjanya-menjahit. “Tapi gak mungkin juga Ma, Sofia tidak bawa apa pun untuk Shiva.” “Nanti Mama coba jahit mukena dengan bordir nama dia di ujungnya, semoga dia suka.” “Boleh Ma.” Hanya hadiah itu yang terlintas di pikirannya Mika, kalau harus membeli perhiasan, sungguh dia tidak sanggup, untuk biaya hidup mereka saja, sangat pas-pasan. Hari acara pun tiba. Sofia menggunakan gaun putih yang dia beli dari uang tabungannya selama ini, uang hasil dari jualan onlinenya selama ini. Dia sengaja Titipan yang diberikan oleh mamanya untuk kakeknya, sengaja dia bungkus dengan kertas kado untuk menyenangkan hati kakek yang sudah sangat lama dia rindukan. Begitu juga dengan kado ulang tahun untuk Shiva, mamanya sengaja menjahit mukena model terbaru dengan kain kualitas terbaik, supaya Shiva nyaman memakainya. Sofia sudah berada di dalam bangunan megah yang sedang dipijaknya. Sudah sangat banyak yang berubah di dalam rumah itu, 10 tahun kepergian mama dan dirinya dari rumah itu, membuatnya hampir tidak mengenali lagi desain yang sudah sangat berbeda. Semua orang yang berada di ruangan itu sedang sibuk dengan teman-temannya masing-masing, hingga mau tidak mau Sofia mengitari setiap sudut ruangan untuk mencari kakeknya tanpa bantuan orang lain, dia datang ke rumah itu hanya karna rindu pada kakeknya, bukan pada yang lain. Sofia sengaja mengatakan hal yang baik-baik tentang keluarga ayahnya tersebut, supaya Sofia mendapatkan izin dari mamanya untuk pergi ke sana. Tanpa disadari oleh Sofia, tiba-tiba seseorang menarik tangan Sofia dan memasukinya ke dalam ruangan yang sangat gelap. “Saya mau diapain?! Lepaskan saya!” ucap Sofia sambil berontak keras agar cengkeraman di lengannya segera lepas. Tap! Lampu ruangan tersebut menyala dengan terang benderang, Sofia dapat melihat dengan jelas isi ruangan tersebut yang dipenuhi dengan barang-barang bekas dan sudah berdebu dengan tebal. “Tan ... tante Syela,” ucap Sofia begitu melihat perempuan bergincu tebal dengan perhiasan besar-besar hampir menutupi tangan dan juga lehernya. “Iya, kenapa? Kamu kaget?” tanyanya sambil memicingkan mata dengan rasa tak suka. “Maaf Tante, kalau kehadiran Sofia hanya mengganggu kenyamanan Tante, Sofia datang ke sini karna permintaan dari Shiva,” jawab Sofia sambil menunduk hormat pada perempuan yang dia panggil Tante tersebut. “Kamu bawa apa itu?” tanya Syela melihat tentengan di tangan Sofia. “Ini ... bukan apa-apa kok Tante, ini hanya sedikit oleh-oleh dari mama untuk kakek, dan juga hadiah untuk Shiva,” jawab Sofia, membuat ide baru pun bermunculan di kepala Syela. Dia sengaja menanyakan apa yang dibawa oleh Sofia, jika itu kado untuk Shiva, dia akan merampas dan melempar kado tersebut ke dalam tong sampah, dia sangat tidak sudi menerima barang murahan dari Sofia. “Yang mana hadiah untuk Shiva?” tanya Syela. “Ini Tante.” Syela mengambilnya dengan senyum palsu. Jika bukan karna rencana yang sudah dia atur untuk dijalankan sebentar lagi, sungguh dia tidak akan mengizinkan kaki anak si perempuan miskin itu menginjak lantai mahal di rumahnya. “Jadi, kamu bawa oleh-oleh juga untuk Kakek?” tanya Syela yang mulai melembutkan nada suaranya. “Iya Tante,” jawab Sofia sambil tersenyum. “Ya sudah, begini Sofia ya, kamu sengaja saya suruh Shiva untuk mengundang kamu ke sini semata-mata hanya karna ingin menyenangkan hati Kakek, sekaligus menjadi kejutan untuk kakek, jadi kamu akan keluar kalau acara sudah dimulai, bagaimana, kamu setuju kan?” tanya Syela sambil mengelus bahunya Sofia dengan lembut. “Boleh saja Tante, tapi Sofia tidak mau dikurung di gudang ini, apa jadinya baju putih Sofia yang masih bersih bercampur dengan debu di gudang ini!” jawab Sofia yang tidak gentar pada sikapnya Syela. Syela terlihat mendengus kesal mendengar permintaan Sofia, tapi mau tidak mau dia harus menuruti permintaan Sofia supaya rencananya berjalan dengan sempurna, begitu juga dengan Sofia yang masih menebak-nebak rencana Tantenya itu, tebakannya Cuma satu hal, apa pun yang dilakukan tantenya itu, meskipun harus berkorban untuk orang lain, dia hanya ingin mencari muka pada mertuanya-kakeknya Sofia dan juga Shiva. “Ya sudah kalau kamu maunya begitu, yuk ikut saya, tapi sebentar, saya ambilkan kamu selendang,” ucapnya yang bergegas keluar dari gudang itu meninggalkan Sofia sendiri. Tidak berapa lama, Syela langsung kembali dengan selembar selendang tebal yang bisa menutup wajah Sofia dengan sempurna. “Kamu pakai selendang ini dulu, supaya kamu tidak di kenal sama siapa pun,” pinta Syela yang rela menyibukkan dirinya demi rencana yang sudah di atur dengan matang. “Untuk apa Tante?” “Ya biar tidak ada yang tau kalau kamu di sini, biar jadi kejutan untuk kakek kamu dong.” “Iya,” jawab Sofia, dia nurut saja dengan permintaan tantenya itu, yang penting Sofia bisa bertemu dengan kakeknya. Sofia di bawa masuk ke kamar tamu, kamar yang sangat mewah menurut Sofia, Sofia tidak ingat dengan kamar ini, sepertinya ada perombakan di dalam rumah selama mereka keluar dari rumah itu. “Kamu di sini saja, nanti saya akan jemput kamu, iya.” “Iya Tante.” Syela keluar dari kamar tersebut, di menutup pintu dengan rapat, bahkan menguncinya dari luar tanpa sepengetahuannya Sofia, supaya Sofia tidak kabur, lalu berjalan dengan cepat menemui Shiva. “Gimana Ma? Sofia sudah mama kunci di kamar kan?” “Sudah, kamu tenang saja, kamu tidak perlu khawatir, semua beres.” “Bagus deh Ma kalau gitu, Caca jadi tenang ngerayain ulang tahunnya Caca.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD