Jumi dan Arini saling berpandangan, kemudian berpelukan. Keduanya begitu ketakutan mendengar suara di luar rumah kontrakan mereka. Sementara itu, tubuh Andi mendadak menjadi kaku, ia juga takut mendengar suara tersebut. Namun, gengsi kalau sampai harus memperlihatkan rasa takutnya dihadapan gadis yang disukainya.
“Kalian tidak perlu takut, makhluk halus itu tidak akan bisa masuk ke dalam rumah kalian,” ucap Andi meyakinkan Arini dan Jumi, sekaligus dirinya sendiri.
Lampu yang tadi mati saat terdengar suara jeritan dari luar, kini menyala kembali. Belum usai rasa lega ketiganya, karena lampu yang telah menyala, padam kembali. Arini, lalu meminta tolong kepada Andi untuk mengambil emergency lamp yang terletak di atas meja di samping televisi.
Andi pun berdiri dan menyalakan flash light dari handphone miliknya untuk penerangan. Dengan jantung yang berdegup kencang dan deg-degan, Andi akhirnya menemukan juga di mana emergency lamp itu berada. Ia langsug mengambilnya dan saat akan berbalik, tiba-tiba saja ada yang menyentuh pundaknya dan membuat Andi terlonjak kaget membuat emergency lamp yang dipegangnya terjatuh dan pecah.
“Kenapa kamu kagetin aku, lampunya jadi jatuh, ‘kan” Ucap Andi dengan kesal kepada Jumi.
“Maaf, tadinya aku cuman mau ngecek aja, kamu sudah menemukan lampunya atau belum,, ternyata udah dan sekarang malah pecah kacanya.” Sesal Jumi.
“Yah, mau gimana lagi, semua udah terjadi. Kita pakai flash light dari handphone aja deh, bergantian sebagai penerangan.” Jawab Andi dingin. Keduanya lantas kembali ke ruang tamu dan kembali duduk di sana. Setelah menunggu untuk beberapa saat, akhirnya listrik kembali menyala. Ketiganya menarik napas lega, “Alhamdulillah, akhirnya nyala juga nih listrik,” seru ketiganya.
Udara semakin terasa dingin dan hujan di luar juga semakin lebat, tak terdengar lagi suara-suara seram. Arini dan Jumi akan tidur di kamar mereka, sementara Andi akan tidur di sofa. Arini mengambilkan selimut untuk Andi dan setelahnya ia kembali masuk ke dalam kamar nya. Sebenarnya masih ada yang ingin ditanyakan oleh Arini, kepada Andi. Akan tetapi ia merasa kurang nyaman bertanya pada Andi, karena waktunya sudah tengah malam.
Pagi harinya Arini dan Jumi terbangun dengan badan yang kurang segar, karena tadi malam mereka kehujanan dan sekarang barulah mereka merasakan efeknya. Badan keduanya terasa panas dingin dan mereka juga sudah mulai bersin-bersin dan batuk.
Arini memaksakan dirinya untuk bangun, ia tidak separah Jumi, yang badannya sangat panas dan hidungnya pun sudah mulai berair. Arini segera ke kamar mandi untuk mencuci membersihkan badannya dan berganti pakaian di sana, karena ia ingat ada Andi yang ikut menginap. Tidak mungkin ia ke luar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk saja.
Arini ke luar dan langsung merebus air, ia membuatkan teh panas untuk Jumi dan juga Andi. Semoga saja Andi cepat bangun dan segera pulang dari tempat kost nya. Tidak enak kalau dilihat orang, ada laki-laki menginap di kost mereka.
Arini membawa teh untuk Andi dan meletakkannya di atas meja, Arini lalu menggoyang-goyang badan Andi untuk membangunkannya. Andi pun akhirnya bangun dari tidurnya dan mengucek matanya. Diiringi meregangkan badannya.
“Maaf, aku bangun kesiangan. Numpang cuci muka dulu ya!. Setelah itu aku akan pulang,” ucap Andi.
Arini pun mengijinkan Andi untuk masuk ke kamar mandi dan ia sendiri masuk ke dalam kamarnya membawakan teh untuk Jumi yang sakit dan juga semangkuk bubur ayam yang sudah dibuatkannya.
“Jum, ayo bangun dulu. Di makan buburnya, baru setelah itu kamu minum obat penurun panasnya,” ucap Arini pelan, Sambil membangun Jumi.
Dengan mengerang, Jumi pun memaksakan dirinya untuk duduk di atas tempat tidur dan menyuap bubur yang dibuatkan oleh Arini. Lidahnya tidak merasakan bubur yang telah dibuatkan Arini untuknya, akan tetapi Jumi hanya sanggup menelan beberapa suap saja. Setelah itu perutnya menolak masuk bubur ke dalam perutnya. Arini memaksa Jumi untuk menelan obat demam yang sudah disiapkannya.
Arini berangkat ke kampus, setelah Jumi meyakinkannya, Ia tidak apa ditinggal sendirian saja di kost. Berangkatlah Arini ke kampus berbarengan dengan Andi yang entah tau-tau motornya sudah ada di halaman kost Arini. Padahal seingat Arini tadi malam ia sama sekali tidak melihat adanya motor Andi. Entahlah, ia bingung memikirkan Jumi yang berjalan sampai ke tepi sungai dan Andi yang muncul tiba-tiba, sungguh membingungkan.
Setelah Arini pergi ke kampus, Jumi melanjutkan kembali tidurnya, karena pengaruh dari obat yang baru saja diminumnya, Jumi dengan cepat merasa mengantuk dan akhirnya tertidur.
Sayup-sayup Jumi mendengar suara memanggilnya, suara itu menyerupai suara Arini. Jumi pun bangun dari tidurnya dan dibukanya matanya dengan perlahan dan dilihatnya Arini berdiri di depan pintu kamar. Namun, ada yang berbeda dengan penampilan Arini yang berdiri di depan pintu kamarnya. “Loh, kamu tidak jadi berangkat ke kampus Ar?” Tanya Jumi. “Pakaian kamu juga beda dengan baju yang tadi kamu pakai. Aku kok belum pernah lihat baju yang kamu pakai ini, ya?” Tambah Jumi lagi.
“Aku mengkhawatirkan kamu, sahabat aku sakit, kok malah kutinggakanl ke kampus. Makanya, belum samapi kampus aku sudah balik lagi, biar bisa merawat kamu. Iya, aku ganti baju, tadi baju aku kecipratan air saat melewati kubangan.” Terang ‘Arini.’
Jumi menatap lekat Arini yang berdiri di depan pintu dan tiba-tiba saja bulu kuduknya berdiri. Jumi dapat mencium aroma anyir darah, rasa takut melanda Jumi. Dalam hatinya bertanya-tanya, apakah yang berdiri di hadapannya ini adalah Arini sahabatnya atau bukan. Jumi memperhatikan saat Arini yang berdiri di depannya ini saat berbicara terlihatlah gigi taringnya.
Jumi menahan jerit ketakutannya, Ia sudah mau kabur saja. Dalam hatinya Ia heran kenapa Arini tidak menghampirinya kalau khawatir dan malah hanya berdiri di depan pintu saja. Dan juga kenapa rambut Arini menjadi sangat panjang hingga mencapai pinggangnya. Jumi sudah mau menangis, ia sangat ketakutan. Sangat nyata yang berdiri di hadapannya ini bukanlah Arini sahabatnya.
“Siapa kau sebenarnya dan kenapa wajahmu menyerupai sahabat ku, Arini?, apa yang sudah kau lakukan dengan sahabat ku?” Tanya Jumi dengan suara bergetar ketakutan.
Sosok perempuan yang menyerupai wajah Arini, itu pun tertawa. Suara tawanya terdengar begitu mengerikan membuat bulu kuduk merinding dan dalam sekejap sosok itu menampakkan wajah aslinya. Wajah yang dipenuhi dengan noda darah dan kuku-kuku tangan yang panjang berwarna kehitaman.
Sosok makhluk yang berdiri di depan pintu tersebut tersenyum dan senyumnya tampak menyeramkan sekali, memperlihatkan gigi taringnya yang bertambah panjang.
Jumi terpaku di tempatnya, kakinya seolah lumpuh untuk digerakkan, dalam hatinya ia berdoa semoga saja Arini, sahabatnya tidak jadi mengikuti perkuliahan dan pulang kembali ke kost mereka. Tak lupa juga Jumi membaca Ayat Kursi dan Surah-surah pendek yang diketahuinya.
Mau lari, makhluk itu sudah menguasai pintu, karena ia berdiri di sana, mau ke luar lewat jendela, jendela kamarnya memakai teralis. Jumi hanya bisa menangis dengan tubuh yang bergetar ketakutan, terlebih lagi saat sosok makhluk halus itu berjalan mendekat ke arahnya. Jumi memejamkan kedua matanya, ia sudah pasrah menerima apapun yang akan terjadi, tetapi setidaknya ia akan memberikan perlawanan.
Jumi merasakan pundaknya di pegang dan ia pun langsung berteriak dengan kencang, “Tolong!”