Ilona duduk melamun di dalam kamarnya, meskipun ia masih cukup antusias dengan segala kemewahan di dalam kamar yang ditempatinya itu, tetap saja segala hiburan yang ada tidak mampu membuat hatinya gembira maksimal. Sejak pembicaraan dengan Stefi dan ayahnya, pikiran Ilona seakan memboyong jiwanya kembali ke Jakarta sedangkan raganya masih tertinggal di Seoul. “Kenapa sih aku belum bisa lepas dari bayang bayang mantan? Dia yang salah atau aku yang terlalu menarik? Sampai sampai susah gitu mau lepasin aku.” Geram Ilona, perkataannya barusan mengandung banyak unsur narsis, di mana ia dengan blak blakan menyanjung dirinya begitu menarik. Tak kuat memikirkan hal yang di luar kepalanya, Ilona pun menjatuhkan tubuh di atas ranjang empuk. Pendaratan yang tidak menyakitkan, malah sangat melegakan