Julian Pov
Bela membuka bibirnya perlahan, mengeluarkan desahan saat menyebut namaku, dia menanamkan cakarnya yang tajam di bahuku. "Juls.. baby aku mohon" rengeknya memohon.
Aku membungkuk, menarik puncak dadanya kedalam mulutku, menghisapnya lebih keras, dan jari-jariku bermain di miliknya lebih cepat. Bela berteriak merasakan gelombang o*****e yang datang padanya.
Jariku menarik diri dari dalam dirinya, Bela masih terengah bersandar pada dinding. "Aku ingin dirimu" dia mendekat, menaruh telapak tangannya di balik celanaku, meremas dan memijatnya dengan lihai, aku menegang. "Kau sangat hebat sayang. Aku ingin merasakanmu" dia berbisik di depat mulutku, membuatku bisa melihat kedalam warna matanya yang kebiruan. Bela mengeluarkan milikku terburu-buru, dia berjongkok dengan hilsnya, dan melahap milikku dengan rakus.
"Sabar sayang" aku menggeram, merasakan lidahnya bergerak di sepanjang hisapannya, dia bergumam menikmati pekerjaannya. "Ya, gadis pintar" aku tersenyum memujinya, dia mendorong milikku lebih dalam, aku membelai rambutnya menuntun Bela saat klimaks akan segera datang.
"Ya sayang, aku ingin merasakanmu" ucapnya dengan desahan, membuka mulutnya lebih lebar dan sesuatu yang aku keluarkan. Bela tersenyum puas, menjilat bibirnya dengan tatapan sensual, dia bangkit menuntun milikku untuk segera memasukinya.
Aku mundur menjauh dari jangkauannya. "Maafkan aku sayang, aku tidak bawa pelindung" ucapku menyesal.
"Kau bisa mengeluarkannya di luar Juls. Ayolah"
Aku menggeleng dengan senyuman, dan kembali merapikan pakaianku. Aku tidak akan pernah mengambil risiko. Seks, memang menyenangkan, tapi itu bukan segalanya bagiku. "Maafkan aku, aku tidak bisa" ucapku sekali lagi.
Aku membungkuk dan mencium pipinya sekilas sebelum pergi.
Aku keluar dari ruangan itu, melangkahkan kakiku lebih jauh melewati loby menuju tempat teramai di sini. Kasino terbesar di Neydish. Dan ini semua milikku.
Aku menyempatkan diri bertegur sapa dengan para tukang judi terbaik di negeri ini. Setelah itu, duduk di kursi depan bartender. "Vodka, sedikit es" ucapku tanpa basa basi.
"Iya, Tuan" Maat tersenyum singkat, dia berbalik dan menyediakan pesananku.
Aku duduk dan menilai keadaan, melihat orang-orang tengah sibuk berpesta dan berbisnis. Aku jarang kemari, Justin asistantku terkadang mengurusnya, dia cukup bisa di percaya dalam menjalankan bisnis malam seperti ini.
Aku menghabiskan waktuku dengan bekerja dan menghasilkan uang setengah sadar, lalu membuang sepanjang hidupku. Itu adalah bagian dari caraku bersenang-senang setelah lama bekerja keras.
Saat usiaku enam belas tahun aku menjual bitcoin seharga delapan ratus ribu dollar, uang itu aku investasikan di perusahaan ayahku yang bergerak di teknologi. Saat usiaku delapan belas tahun, aku memiliki uang sebanyak dua juta dollar dari bermain judi dan berbisnis pengolahan makanan.
Dan sekarang inilah aku, aku Julian Giedon. Usiaku dua puluh sembilan tahun, aku memiliki pabrik mobil, pabrik pesawat pribadi, memiliki lebih dari dua belas club malam sekaligus kasino yang tersebar di Neydish, enam taman hiburan, tiga puluh Sembilan pabrik, aku memiliki stasiun televisi sendiri, enam belas hotel di berbagai dunia. Dan aku meminpin sebuah perusahaan yang menguasai perdagangan perhiasan, terutama berlian.
Dan yang terakhir, aku memproduksi peralatan perang untuk beberapa Negara.
Di dunia ini aku hanya memiliki ayah dan kakak. Selain dari itu, mereka adalah para penjilat dan sebagiannya orang-orang yang setia membantu di balik kesuksesanku.
Ibuku sudah meninggal saat usiaku dua belas tahun, dia menderita leukimia yang di sebabkan oleh bencana perang dan kudeta yang pernah terjadi di Neydish.
Ibuku sangat cantik, dia adalah wanita terbaik yang aku miliki dalam hidupku. Dan aku bangga menjadi anaknya.
Ayahku mantan perdana menteri, dan sekarang dia menghabiskan waktunya untuk memancing, sesekali dia memasok alat-alat perang ke berbagai Negara.
Sementara kakakku, si brings*k itu sainganku dalam bisnis. Dia meminpin perusahaannya yang bergerak di bidang teknologi dan kesehatan. Dia sangat berambisi membuat orang-orang sehat dan jauh dari kata kelaparan. Si brings*k yang mulia.
Aku kembali dari lamunanku, sebentar lagi aku harus pergi ke Swedia untuk menyelesaikan kekacauan disana. Terkadang ini sangat melelahkan, dan aku bosan hidup seperti ini.
"Aku mau wine"
Aku mengalihkan perhatianku pada seseorang yang baru datang. Tunggu, kenapa ada anak kecil di sini?.
Kenapa mereka membiarkan anak di bawah umur masuk!. Apa aku harus mengusirnya segera?. Sial! Sial! Ini melanggar undang-undang.
Dia menguap dengan pipi kemerahannya, bulu matanya yang panjang bergerak pelan. Diam-diam aku mengawasinya, aku menaksir usianya mungkin lima belas tahun.
Dia menggerakan kepalanya, melihat ke arahku dengan cemberutan di bibir merah penuhnya. Membuatku sempat terpesona. "Paman, kenapa kau melihatku"
Paman? Aku masih muda sayang. Jangan menghinaku dengan wajah cantik itu!.
Aku mendengus kesal dan sedikit terhina, usiaku baru dua puluh sembilan, dan itu tidak terlalu buruk.
Aku menghabiskan minumanku dengan cepat, ku lihat gadis kecil itu sudah tidak melihatku lagi. Dia membuatku sedikit meragukan ketampananku yang mebuatnya tidak terpesona, apakah dia tidak mengenaliku juga?. Mungkin kah dia seorang turis?.
Aku memilih duduk lebih lama lagi di sini, mencoba menelaah gerak-geriknya sebelum mengusir. Emm... dia cantik.
Tunggu ada apa denganmu juls?. kau bukan p*****l!.
"Siapa namamu?" Aku tidak tahu kenapa harus bertanya seperti ini.
Dia turun dari kursinya, menatapku dengan dingin.
Sial! Ini menarik dan menggairahkan.
"Maaf paman, berhenti menatapku seperti anak kecil yang sedang tersesat. Usiaku dua puluh tahun, dan aku seorang wanita, bukan gadis!." Bentaknya dengan ketus lalu pergi meninggalkan aku yang melongo kaget.
Dua puluh satu?, apakah tubuhnya menolak tua?.
***
Author Pov
Julian berdiri dengan tegap di depan gedung tereskop gold, tempat di mana para pejudi handal, orang-orang kaya menghamburkan uang mereka secara cuma-cuma di sini. Para wanita panggilan terlihat keluar masuk kedalam gedung itu, mereka selalu tertunduk dan memberi hormat pada Julian, si pria kaya yang gila.
Tidak jarang pula ada wanita yang memberanikan diri untuk merayu dan menariknya mengajak pergi. Julian tetap bersikap manis meski dia menolak ajakan mereka.
Julian memasuki mobilnya yang baru datang, dia melesat pergi meninggalkan gedung dengan cepat.
Danau Aldes membentang luas di sisi jalan, air mancur bergerak indah di bawah efek lampu LED yang terpasang, robot-robot terlihat bergerak di setiap sudut tempat, gedung pencakar langit berkilauan dengan cahaya mereka masing-masing.
Julian melajukan mobilnya lebih cepat membelok ke arah kota Aldes, pria itu mengambil handponenya di saku jassnya setelah mendengar nada dering telepon masuk.
"Hallo" ucap Julian.
"Tuan, ada masalah. Ada sebuah serangan di perbatasan Makami dua jam yang lalu, dan misil yang mereka gunakan milik perusahaan Anda."
"Apa kau gila!" teriak Julian dengan keras.
"Sepertinya mereka dari sebuah organisasi, atau mungkin teroris."
Julian mengetatkan rahangnya dengan keras, dia membelokan mobil dengan tajam ke arah laut Savity. "Aku tidak pernah melanggar undang-undang, apalagi memasok misil ke kepada teroris. Dengarkan aku, segera selesaikan masalah ini, dan jangan sampai ayahku tahu."
"Iya Tuan."
Julian kembali menekan beberapa tombol nomer di layar handponenya, pandangannya menjadi sepenuhnya teralihkan pada handpone dalam genggamannya.
Tiba-tiba laju mobil Julian menjadi tidak seimbang saat jalan menurun.
"TINN.." sebuah kelakson mobil truk yang bergerak dari arah berlawanan terdengar keras hingga pria itu terlonjak kaget dan mengalihkan perhatiannya lagi pada jalan.
Mobil bergerak ke sisi jalan hingga menabrak pagar besi, Julian melempar handponenya dan membanting stir ke arah lain dengan belokan tajam, dia menginjak rem dengan keras. Namun mobil tidak dapat terkendali saat di sisi tebing, sehingga terpelanting dan terjun ke laut.
***
Yura menyetir mobilnya dalam ke adaan mengantuk dan sedikit mabuk, gadis itu terlihat lelah setelah seharian ke sana kemari tanpa tujuan.
Sebuah decitan dan sinar cahaya membuatnya langsung terjaga dan terfokus.
Yura terperangan, melihat mobil mewah terlempar ke laut dengan cepat di ujung tebing. Beberapa saat Yura mengerjapka matanya dan memastikan apa yang di lihatnya itu nyata, bukan halusinasi dari pengaruh alkohol.
Tanpa perlu di pikir lagi Yura langsung menghentikan mobilnya di sisi tebing, dia berlari keluar dan melihat ke bawah laut untuk memastikannya.
Samar-samar hanya ada cahaya lampu di antara kebiruan warna laut, mobil yang Julian tumpangi menghilang di permukaan dengan cepat.
Byyuurrr
Yura melompat dan menyelam ke bawah, dia mengejar mobil yang perlahan-lahan semakin jatuh ke dalam.
Yura menggerakan kakinya lebih cepat dan menahan napas lebih kuat, beberapa ikan langsung berdatangan, suara teriakan lumba-lumba terdengar keras datang berbondong-bondong.
Ikan-ikan itu mendorong mobil itu kembali ke atas dengan punggung mereka.
Julian memejamkan matanya setengah sadar, kepalanya terlihat terluka dan dia tidak bisa membuka sabuk pengamannya, napasnya tersendat-sendat menyesakan d**a dan melemaskan tubuhnya.
Yura mendekat dan menggedor-gedor pintu, meminta agar pria itu membukanya.
Samar-samar Julian menatap gadis yang sedang menggedor-gedor kaca jendela mobil, namun dia tidak memiliki tenaga lagi untuk menggerakan tangannya.
Setelah cukup lama tidak ada jawaban, Yura kembali ke permukaan laut karena kehabisan napas.
"Sial!" umpat gadis itu terlihat bingung dan terengah panic mengambil napas dengan cepat. Yura bersiul di antara ombak, pandangannya mengedar beberapa saat. Tangan mungilnya menepuk permukaan air laut dengan siulan nyanyiannya.
Dalam satu tarikan panjang, Yura mengambil napas dalam-dalam. Yura kembali ke bawah, di lihatnya ikan-ikan sudah menuju ke atas mendekatinya, seekor hiu datang dengan cepat, ikan itu mendorong mobil Julian ke daratan bersama ikan-ikan lainnya.
Yura berlari ke daratan, dia mengambil sebongkah batu karang dan memukul-mukul kaca sekuat yang dia bisa.
Prang
Suara pecahan kaca, menandakan jendela berhasil di bobol setelah Yura pukul entah kesekian puluh kalinya.
Yura memasukan tangannya ke dalam dengan ringisan, merasakan serpihan kaca melukai lengannya saat dia berusaha membuka pintu.
Setelah pintu dan sabuk pengaman terbuka, Yura menarik Julian keluar dan membaringkannya.
"Paman, bagunlah!, paman" Yura menepuk-nepuk pipi Julian, namun pria itu tak kunjung sadar.
Dengan kasar Yura membuka kancing kemeja Julian, dia segera menekan dan memompa dadanya dengan kuat. Yura menunduk, dia menekan hidung Julian dan memberikan napas buatan untuk pria itu.
"Paman, sadarlah" Yura terlihat panik, dia kembali memompa d**a Julian dan memberi napas buatan tanpa menyerah sedikit pun.
Perlahan Julian membuka matanya, dia terbatuk-batuk dan membuang air yang terasa penuh di dadanya.
Sebuah hembusan napas lega terdengar dari bibir Yura, dia berjalan lemah ke pantai lagi, menemui ikan-ikan yang diam menunggunya.
"Terima kasih" Yura tersenyum cantik. Ikan-ikan menggerakkan ekornya dan melompat, kembali ke kedalaman.
***
Julian Pov
Aku merasa pusing dan kedinginan dengan darah terus menetes membasahi bajuku, namun gadis kecil ini tetap berasaha membawaku ke dalam mobilnya.
Aku tidak percaya jika gadis yang tadi membentakku dengan nada sarkasnya, kini menolongku. Menyelamatkan nyawaku.
"Bertahanlah paman, kita akan ke klinik terdekat" suaranya yang gemetar ketakutan masih bisa berusaha menenangkan aku.
Dia melajukan mobilnya dengan cepat, dan aku semakin pusing, darah mengalir membasahi bawah telingaku.
Tapi aku bersyukur, di sini aku masih hidup karena pertolongan peri kecil di sampingku.
Setelah aku sembuh, menggantikan mobil murahnya dengan sebuah Ferarri dan limusin, aku akan menjamin biaya kebutuhannya seumur hidup. Atau mungkin sampai ke semua keturunannya, biaya kehidupan mereka akan aku tanggung.
Samar-samar gadis kecil itu keluar dari mobil. Aku menggerakkan kepalaku dengan lemah, kulihat dia menggedor-gedor pintu sebuah kelinik.
Gadis kecil itu mengambil sebuah batu dan melemparkannya ke jendela hingga kaca-kaca pecah.
Gadis nakal..
Dia melompat ke dalam dan membuka pintu.
Gadis itu berlari ke arahku, "Ayo paman."
Berhenti memanggilku paman, kau membuatku tersinggung cantik.
Dengan lemah aku berdiri dan memeluk bahu kecilnya, dia menyeretku dengan susah payah memasuki kelinik.
***
Julian terbaring di ranjang, sementara Yura mengobrak-abrik semua yang ada di dalam klinik, dia mencari infusan dan perban dengan tangan gemetar kedinginan. Tidak berapa lama gadis itu berdiri di samping Julian yang terbaring di atas ranjang pasien.
"Kau harus membuka pakaianmu, nanti kau kedinginan." Ucap Yura gugup.
"Lakukanlah." Jawab Julian pelan setengah sadar.
Dengan sedikit keraguan Yura membuka pakaian pria itu, wajah cantiknya tampak merah malu setelah berhasil melucuti semu pakaian Julian, hingga pria itu telanjang seutuhnya.
Yura menutupi tubuh telanjang itu dengan selimut yang ada di dalam mobilnya, "ini selimutku. Aku menjamin kebersihannya."
Julian tersenyum kecil, matanya yang setengah terbuka mengawasi Yura yang masih berpakaian basah tampak gugup ketika akan memasang infusan di tangannya.
"Aku bukan ahli kesehatan, tapi kau sangat membutuhkannya." Ucap Yura gemetar, dia menusukan ujung jarum ke urat nadi di tangan Julian yang terlihat lurus, dan setelah di yakini Yura jika air infusan tidak akan tersumbat.
Setelah memasang infusan Yura membersihkn luka Julian dan menutupnya dengan perban.
***
Julian Pov
Aku terbangun tiba-tiba di bawah cahaya minim, sebuah selimut merosot dari dadaku ketika aku duduk. Aku ingat, beberapa jam yang lalu aku mengalami kecelakaan, dan ada seorang peri cantik menolongku.
Luka di kepalaku meninggalkan rasa sakit saat turun dari ranjang. Aku menarik jarum infusan karena air infusan sudah mulai habis.
Dan dia ada di sana...
Tertidur di sofa dengan baju basahnya. Tapi dia masih setia menungguku di sini, dan aku tersentuh dengan keberaniannya yang sangat mengagumkan.
Aku melilitkan selimut di pinggangku, lalu melangkah dan mendekati gadis itu. Dia tengah tertidur dengan baju basahnya, dan... lengannya terluka.
Sial! Aku telah membuatnya menderita!
***
Author Pov
Julian membungkuk dan menyentuh pipi Yura yang terlihat pucat kedinginan, "Hey, bangunlah" ucapnya sambil mengguncang bahu Yura dengan lembut.
Yura langsung terbangun dan duduk, matanya bergerak sayu melihat Julian, "Jam berapa sekarang?."
"Lima pagi"
"Ya ampun!" pekik Yura langsung panik, dia meraba-raba pakaiannya mencari kunci mobil.
"Kau kenapa?" Julian bersedekap dan menatap heran dengan tingkah Yura.
"Paman apa kau merasa baikan?" tanya Yura di sela kesibukannya.
"Namaku Julian!. Jangan memanggilku paman" ralatnya dengan nada protes, dia tidak suka di panggil paman meski usianya sudah dua puluh sembilan tahun, tapi wajahnya masih tampan dan tubuhnya lebih dari kata bugar dan atletis. "Aku baikan, terima kasih sudah menolongku."
Yura memangut-mangutkan dagunya, dia mengambil beberapa lembar kertas uang di dompetnya dan meletakannya di meja, "Aku harus pulang, kakakku pasti sedang panik mencariku. Aku hanya punya dua ratus dollar di dompetku, belilah pakaian. Urusan kerusakan klinik nanti kakakku akan memperbaikinya."
Belum sempat Julian menjawab Yura sudah berlari keluar menuju mobilnya.
"Apa-apaan dia ini?, apa itu uang dua ratus dollar, untuk mengusap keringatku saja tidak cukup" omel Julian setengah merutuk.
Julian berdiri di depan jendela, melihat kepergian mobil Yura dari rumah. Sudut matanya bergerak tajam melihat dan mengingat plat nomer kendaraannya.
To be continue..